Sidang Ajudikasi terkait Penyelesaian Sengketa Informasi terkait dokumen audit Hambalang

Sidang Ajudikasi terkait Penyelesaian Sengketa Informasi terkait dokumen audit Hambalang antara PATTIRO dan BPK pada :

Hari/Tanggal:Kamis, 30 Januari 2014
Pukul:13.00 hingga selesai
Tempat:Kantor Komisi Informasi Pusat, Gedung Indonesia Trading Company (ITC), Lantai 5, Jl. Abdul Muis No. 8, Jakarta Pusat.

PATTIRO diwakilkan oleh Ari Setiawan, Spesialis KIP.
BPK diwakilkan oleh 1). Whayu Priono SH, MH., 2). Diansanya; 1). Whayu Priono SH, MH., 2). Dian Rosdiana SH, MH., 3). Hadrias Haryotomo SH, MH., 4). W.K Adika SH., 5). Niken Widoreni SH., dan 6). Gilang Gumilar Si.Kom.

Kronologis

Sengketa Informasi Antara PATTIRO

Dengan

Badan Pemeriksa Keuangan – RI

————————–(Proses Permohonan Informasi dan Keberatan di BPK)———————–

  • 29 Agustus 2013, PATTIRO melayangkan surat permohonan informasi “Hasil audit BPK tentang Pembangunan Stadion Hambalang Jilid 1 dan Jilid 2 berupa berkas hardfile” (Surat dibuat 28 Agustus 2013 [135/EKS.PTR/SEK-FOINI/VIII/2013], ttd Widiyarti dan diterima oleh PPID atas nama Gilang Gumilar)
  • 10 September 2013, PATTIRO menerima tanggapan dari Karo Humas dan LN BPK RI “bahwa informasi tidak bisa diberikan, karena dikecualikan dan termasuk pemeriksaan fraud forensic. (Surat dibuat 2 September 2013 [201/S/X/09/2013],  ttd Bahtiar Arif)
  • 12 September 2013, PATTIRO melayangkan surat keberatan kepada Ketua BPK atas tanggapan surat BPK No. 201/S/X/09/2013.
  • 07 November 2013, PATTIRO menerima surat tanggapan keberatan dari PLH Sekretaris Jendral BPK-RI “bahwa informasi tetap tidak bisa diberikan dengan alasan yang sama”. (Surat dibuat 24 Oktober 2013 [515/S/X/10/2013], ttd Dr Bambang Pamungkas)

——————————–(Proses Penyelesaian Sengketa Informasi di KI)—————————

  • 14 November 2013, PATTIRO melayangkan surat PSI (Penyelesaian Sengketa Informasi) ke KI Pusat (Surat PSI [189/EKS.PTIR/SEK-FOINI/XI/2013], ttd Widiyarti)
  • 15 Januari 2014, PATTIRO menerima surat panggilan sidang dari Komisi Informasi Pusat dengan register No. 364/XI/KIP-PS/2013. (Surat [No. 006/KIP-RLS/I/2014], ttd Ramlan Ahmad)
  • 20 Januari 2014, PATTIRO (Kuasa PATTIRO; Widiyarti dan Ari Setiawan) memenuhi panggilan sidang pertama di KI Pusat, dengan agenda pemeriksan legal standing para pihak (Pattiro telah memenuhi legal standing). Namun karena BPK atau perwakilan BPK tidak ada yang hadir, jadi sidang ditutup dan akan diagendakan sidang lanjutan pada minggu selanjutnya.
  • 27 Januari 2014, PATTIRO menerima surat panggilan sidang lanjutan (ke-2) dari Komisi Informasi Pusat (an. Panitera KI Pusat), sidang diagendakan pada 30 Januari 2014 (Surat dibuat 21 Januari 2014 dengan [No. 025/KIP-RLS/I/2014], ttd Ramlan Ahmad)
  • 30 Januari 2014, PATTIRO (Kuasa PATTIRO; Ari Setiawan) memenuhi panggilan sidang lanjutan di KI Pusat, pada sidang lanjutan ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hadir melalui atau dengan diwakili oleh 6 (Enam) Kuasanya; 1). Whayu Priono SH, MH., 2). Diansanya; 1). Whayu Priono SH, MH., 2). Dian Rosdiana SH, MH., 3). Hadrias Haryotomo SH, MH., 4). W.K Adika SH., 5). Niken Widoreni SH., dan 6). Gilang Gumilar Si.Kom.
  • Agenda pada sidang lanjutan ini adalah pemeriksaan berkas termohon dan untuk memenuhi asas fairness berkas pemohon-pun kembali diperiksa. Dalam hal pemeriksaan berkas termohon, Majelis sidang kembali menanyakan apakah kuasa BPK adalah benar mewakili pimpinan Badan Publik dalam hal ini BPK, karena dalam surat kuasa yang memberikan kuasa adalah Ketua PPID. Kuasa BPK berpendapat bahwa sesuai dengan Surat Keputusan Sekretaris Jendral BPK No. 275/K/X/XIII:/4/2013 tentang PPID BPK, dalam diktum ke-3 huruf j, PPID mewakili BPK dalam proses penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi dan Pengadilan atau mewakilkan kepada kuasanya. Majelis sidang (Yhannu) berpendapat sebaiknya kuasa diberikan oleh atasan badan publik (Sekjen atau ketua BPK) namun sidang tetap dilanjutkan.
  • Selanjutnya, setelelah pembacaan kronologis singkat Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI), berdasarkan pasal 44 dan 45 UU KIP bahwa beban pembuktian terhadap informasi yang ditolak berdasarkan pengecualian pasal 17 adalah pada termohon. Maka persidangan langsung pada agenda Ajudikasi Non-litigasi tenpa melalui mediasi.
  • Awalnya kuasa BPK enggan memberikan keterangan terkait kenapa mengecualikan informasi yang dimintakan oleh pemohon (Pattiro), dengan alasan masih belum familiar terhadap prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) di KI (karena tidak sama dengan proses gugatan di Pengadilan) dimana kuasa BPK tidak mengetahui (tidak mendapatkan isi gugatan). Sehingga kuasa BPK tidak tahu harus menjelaskan apa?.
  • Namun majelis berpandangan bahwa PSI adalah lex specialis (Perki 1 Tahun 2013), oleh karenanya tidak bisa disamakan secara identik dengan proses persidangan di Pengadilan. Dan terkait alasan kuasa BPK yang tidak tahu muatan sengketa informasi (gugatan), majelis berpendapat bahwa badan publik (BPK) telah memiliki ruang untuk memberikan penjelasan mulai dari permohonan informasi sampai dengan keberatan. Maka jika kuasa tidak mau memberikan penjelasan dengan alasan tersebut, Majelis sidang akan menggunakan kewanangan untuk melakukan pemeriksaan setempat untuk membuktikan bahwa informasi tersebut adalah benar informasi yang dikecualikan.
  • Akhirnya, kuasa BPK memberikan keterangan untuk menguatkan pengecualian informasi yang dimintakan oleh pemohon (PATTIRO). Kuasa BPK beralasan bahwa tidak bisa memberikan informasi karena; menurut pasal 7 UU KIP badan publik tidak wajib menyediakan informasi yang dikecualikan, dan berdasarkan Peraturan BPK No. 3 Tahun 2011 tentang pengelolaan informasi publik di BPK, dimana salah satu pasalnya menyebutkan bahwa termasuk ke dalam informasi yang dikecualikan dalam lingkungan BPK adalah informasi terkait proses pemeriksaan dan LHP yang terkait dengan hasil investigasi audit dan fraud forensic. Dan informasi dalam hal ini LHP audit hambalang jilid 1 dan jilid 2 yang diminta oleh Pattiro termasuk kepada informasi yang dikecualikan, karena memuat investigasi audit dan fraud forensic.
  • Pemohon dalam hal ini kuasa pemohon memberikan tanggapan bahwa; yang pertama, BPK relevan jika mengecualikan informasi berdasarkan pasal 17 UU KIP, bukan pasal 7 UU KIP atau aturan lain di BPK, seperti peraturan BPK No. 1 tahun 2007. Namun hal tersebut (pengecualian informasi) menjadi tidak relevan jika hasil audit investigasi diserahkan kepada legislatif atau DPR dalam hal ini komisi 9 DPR-RI. Karena berdasarkan pasal 7 ayat (5) UU BPK, LHP yang telah diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum. Seharusnya, BPK jika menilai dalam hasil audit investigasi terindikasi kerugian negara atau telah terjadi tindak pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang. Yang jadi pertanyaan saya (Kuasa Pemohon), atas dasar apa BPK menyerahkan laporan hasil investigasi itu kepada DPR dalam hal ini komisi 9?.
  • Kuasa BPK menjawab, karena yang meminta untuk melakkukan audit investigasi adalah komisi 9.
  • Majelis sidang bertanya, apakah komisi 9 berhak meminta untuk melakukan audit investigasi?.
  • Kuasa BPK menjawab, yang berhak meminta audit investigasi bisa siapa saja atas dasar data yang mereka miliki, bisa DPR, Masyarakat, LSM atau berdasar dari temuan LHP sebelumya.
  • Majelis sidang bertanya kembali, apakah DPR memiliki hak untuk memita hasil audit investigasi? Dan ditambahkan oleh pemohon (PATTIRO), apakah DPR dalam hal ini komisi 9 termasuk instansi yang berwenang sesuai dengan pasal 14 UU 15 Tahun 2004?.
  • Kuasa BPK menjawab bahwa, audit investigasi yang berdasakan dari permintaan pihak luar dalam hal ini DPR memang baru terjadi kali ini, sebelumnya kami  belum pernah melakukan audit investigasi berdasarkan permintaan dari pihak luar (BPK).
  • Karena kuasa BPK tidak dapat memberikan keterangan atau bukti yang kuat bahkan antara keterangan dengan aturan yang ada bertentangan, maka majelis sidang memutus untuk dilakukan pemeriksaan setempat (Pasal 56 Perki 1 Tahun 2013) dan mendengarkan keterangan ahli.

Berita

Berita Lainnya

Newsletter

Scroll to Top
Skip to content