SEMARANG — Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Semarang meminta Dinas Pendidikan bersama pihak sekolah menyediakan mekanisme komplain untuk pengaduan dugaan penyelewengan dana bantuan operasional sekolah (BOS).
“Selama ini tidak pernah ada keluhan, karena memang masyarakat tidak mengetahui mekanisme komplain. Apalagi masih ada sekolah yang tidak memiliki unit pengaduan dan tidak ada petugas khusus untuk komplain,” kata Ketua Tim Sistem Integritas dan Akuntabilitas Program PATTIRO Semarang Dwi Yunita Prisma di Semarang, Selasa.
Ia menegaskan bahwa mekanisme komplain diperlukan, apalagi sudah diatur dalam revisi Permendiknas No 37 Tahun 2010 Bab XI tentang mekanisme komplain dengan memasukkan sekolah sebagai penyedia layanan yang berkewajiban untuk menyediakan mekanisme komplain.
Penyediaan mekanisme komplain tersebut, lanjut Dwi Yunita, dapat berupa kotak saran di sekolah dasar negeri dan website di SMP atau dapat menyediakan nomor telepon atau email sebagai tempat penyaluran komplain.
“Masyarakat pinggiran juga masih enggan menggadu karena ketakukan jika ingin komplain. Oleh karena itu, diperlukan jaminan bagi mereka yang melakukan pengaduan,” katanya. Dwi Yunita menambahkan mekanisme komplain tersebut juga harus bersifat terbuka agar dapat diketahui masyarakat, misalnya dengan ditempel di papan pengumuman sekolah.
Selain terkait mekanisme komplain, PATTIRO juga menyoroti pencairan dana BOS yang selama ini dilakukan tiga bulan sekali. “Sebaiknya pencairan dana BOS dilakukan dua termin, yakni persemester, sehingga mempermudah sekolah melakukan pelaporan,” katanya.
PATTIRO juga mendukung adanya Surat Edaran Dinas Pendidikan Kota Semarang yang mewajibkan sekolah penerima BOS mengumumkan laporan keuangan penggunaan dana BOS. “Kami juga berharap Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) online dapat segera direalisasikan,” demikian Dwi Yunita.