RUU Pemda kembali Atur soal Izin Presiden

DPR dan pemerintah didesak untuk mengubah substansi Pasal 74 RUU Pemerintahan Daerah (Pemda) yang mengatur tindakan penyidikan terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum.
Pasal itu dinilai menghambat gerak penegak hukum karena membutuhkan persetujuan dari presiden untuk melakukan penyidikan atau penahanan terduga atau tersangka.
Ketentuan itu sebelumnya tercantum dalam UU Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemda.

image: courtesy Media Indonesia. Mengubah RUU Pemda: Gubernur Riau Rusli Zaenal memberikan keterangan sesuai di periksa KPK di Gedung KPK, Jakarta, beberapa waktu lalu. DPR dan pemerintah didesak untuk mengubah substansi Pasal 74 RUU Pemerintahan Daerah (Pemda) karena dinilai menghambat gerak penegak hukum karena membutuhkan persetujuan dari Presiden untuk melakukan penyidikan atau penahanan terduga atau tersangka.

Direktur Eksekutif Pusat Telaah dan Informasi Regional Sad Dian Utomo mengatakan pemerintah melawan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) jika membiarkan RUU Pemda masih memakai substansi UU Pemda, yang dinilai menghalangi penegak hukum untuk  menindak kepala daerah yang diduga melakukan korupsi, pencucian uang, dan atau penyalahgunaan wewenang.
“Putusan MK No 73/PUUIX/2011 menetapkan bahwa persetujuan tertulis dari presiden pada tahap penyelidikan dan penyidikan kepala daerah tidak memiliki rasionalitas hukum yang cukup, sehingga menyatakan Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 32/2004 inkonstitusional, sehingga tidak lagi memiliki kekuatan mengikat secara hukum,” jelas Dian di Jakarta, kemarin.

Ia juga beranggapan bahwa izin presiden tidak memiliki rasionalitas hukum cukup dan akan memperlakukan
warga negara berbeda di mata hukum. Oleh karena itu, ada kekhawatiran pejabat yang diduga terlibat kasus hukum akan berusaha dengan berbagai cara agar permohonan izin pemeriksaan dari presiden tidak keluar, baik dengan menghadang di tingkat penyidik maupun pada tingkat lainnya.
“Dengan adanya putusan MK itu, seharusnya pemerintah menaati dan melaksanakannya. Karena kalau tidak, itu
artinya pemerintah malah melanggar konstitusi,” tandas Dian.

Sementara itu, DPR dan pemerintah juga akan melanjutkan pembahasan RUU tentang Pemilu Kada dan akan menyepakati mekanisme dan formulasi penyelenggaraan pemilu kada serentak.
“Hingga menjelang akhir masa persidangan kedua pada April lalu, fraksi-fraksi sudah menyepakati penyelenggaraan pemilu kada secara serentak, tapi mekanisme dan formulasinya yang masih belum bulat,” kata Ketua Komisi II DPR Agun Gunajjar Sudarsa pada diskusi bertajuk Dialog Kenegaraan: Pilkada Serentak untuk Kesejahteraan Daerah, yang diselenggarakan DPD, di gedung parlemen, Jakarta, kemarin. (AN/*/P-3) (dikutip dari Harian Media Indonesia, Kamis 23 Mei 2013 Pdf klik disini)

Scroll to Top
Skip to content