Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, kinerja DPR semakin menurun khususnya dalam fungsi pengawasan anggaran. Lemahnya pengawasan anggaran tersebut dalam dua hal, pembahasan anggaran di DPR dan penggunaan anggaran pada Kementrian dan Lembaga (K/L). Pada internal DPR dikhawatirkan pengawasan akan berubah menjadi pembajakan untuk dana politik pemilu 2014 nanti. Sedangkan pengawasan K/L akan berubah menjadi transaksional karena beberapa Menteri ternyata mencalonkan diri menjadi anggota DPR, mereka disinyalir membutuhkan modal juga. Modal kampanye tidaklah kecil, namun besar, sekitar 6 Miliar per caleg DPR RI (Data Formappi (1/5). Pembajakan anggaran dan fasilitas negara rawan disalahgunakan untuk kampanye pemilu 2014.
Berikut daftar DPR incumbent dan Menteri yang mendaftar menjadi bakal caleg :
- Jumlah Anggota DPR RI yang mencalonkan kembali 2014 : Jumlah total 507 atau 90,5% dari keseluruhan anggota DPR RI. Dengan rincian sebagai berikut: Demokrat (33 Orang), Golkar (92 Orang), PDIP (84 orang), PKS ( 57 orang) , PAN (42 orang) , PPP (33 orang), Gerindra (24 orang) , PKB (26 orang) dan HANURA (16 orang).
- Daftar menteri yang mendaftar sebagai caleg ada 10 orang, sebagai berikut: Menteri perhubungan: EE Mangindaan (PD); Menteri Koperasi: Syarifudin Hassan (PD); Menkumham: Amir Syarifudin (PD); Menteri ESDM: Jero Wacik (PD); Menpora: Roy Suryo (PD); Menteri Pertanian: Suswono (PKS); Menkominfo: Tifatul Sembiring (PKS); Menakertrans: Muhaimin Iskandar (PKB); Menteri PDT: Helmy Faisal Zaini (PKB) dan Menteri kehutanan: Zulkifli Hasan (PAN) .
Diprediksi DPR akan menutup akhir jabatan 2009-2014 dengan cerita buruk terkait pengawasan yang lemah dengan potensi korupsi yang semakin subur. Berikut adalah trend korupsi anggaran yang diduga melibatkan DPR dan kementerian :
No | Kasus Korupsi Anggaran | Aktor | Keterangan |
1 | Dana Percepatan Infratruktur Daerah (DIPD) | Anggota DPR ( Wa Ode Nurhayati), Pengusaha (Fahd) | Belum Tuntas |
2 | Wisma Atlet | Diguga Anggota DPR ( M. Nazaruddin, Angelina Sondakh), Rekanan (Mindo Rosalina, Neneng ) | Belum Tuntas |
3 | Hambalang | Menteri ( Andi malaranggeng) Anggota DPR ( Nazaruddin ), Birokrat | Belum Tuntas |
4 | Proyek Kemendiknas | Anggota DPR (Angelina Sondakh) | Belum Tuntas |
5 | Pembahasan RAPBD 2012 Kota Semarang | Walikota (Soemarmo), Sekretaris Daerah (A. Zaenuri), Anggota DPRD ( Agung P, dkk) | Belum Tuntas |
6 | Anggaran PON Riau | Diduga Anggota DPR RI,Gubernur, Sekda Riau, beberapa anggota DPR Riau. | Belum Tuntas |
7 | PLTU Tarahan | Diduga Tersangka anggota DPR Emir Moeis Mantan Panggar | Belum Tuntas |
8 | Korupsi Pengadaan Al-Quran | Diduga Anggota DPR,Zulkarnaen Djabar, Anaknya dan Diduga ada keterlibatan Kementrian | Belum Tuntas |
Dok. Koalisi Untuk Akuntabilitas Keuangan Negara
Potensi diatas juga diiukuti dengan belum membaiknya sistem pengelolaan anggaran dipusat dan daerah. Indikasi tersebut dapat dilihat dari besarnya temuan audit BPK setiap tahun yang belum ditindaklanjuti oleh pemerintah. Dalam 5 tahun terakhir, temuan hasil audit BPK atas keuangan negara/daerah yang di rekomendasikan BPK kepada pemerintah mencapai sebanyak 199.302 rekomendasi atau senilai Rp85,55 trilyun. Namun dari nilai tersebut yang baru tindaklanjuti sesuai rekomendasi baru sekitar 54,8% atau senilai Rp33,58 trilyun, sedangkan sisanya sebesar Rp51,97 trilyun belum ditindaklanjuti.
Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Temuan Hasil Audit BPK TH 2008-2012
Jumlah Rekomendasi |
Nilai |
Tindak lanjut Rekomendasi BPK |
Belum Ditindaklanjuti |
Tidak dapat ditindaklanjuti |
|
Sesuai Rekomendasi |
Tidak Sesuai |
||||
199.302 | Rp85,55 trilliun | 109.391 rek (54,89%);
Senilai Rp33,58 trilliun |
49.222 rek (24,7%);
Senilai Rp30,67 trilliun |
40.491 rek (20,32%); senilai
Rp20,83 trilliun |
198 rek (0,09%); senilai
Rp450,75 milliar |
Sumber: diolah dari data BPK
Situasi ini memperlihatkan bahwa pemerintah masih ingkar terhadap rekomendasi BPK. Hal ini pula seharusnya menjadikan konsen parlemen untuk mendukung upaya penegakkan akuntabilitas keuangan negara/daerah secara tepat rekomendasi dan tepat waktu sehingga tidak terus-terusan menjadi temuan yang berulang setiap tahunnya dan anggaran dapat terselamatkan serta termanfaatkan bagi kepentingan masyarakat.
Penegakkan akuntabilitas diperlukan untuk mengerem laju korupsi anggaran. Namun sejauh ini penegakkan akuntabilitas masih lemah, dimana lembaga penegak hukum yang berwenang menangani kasus-kasus penyimpangan anggaran yang didorong lewat temuan audit BPK masih cukup tinggi yang tidak ditindaklanjuti. Berdasarkan data pemantauan BPK hingga semester II 2012 terkait temuan audit yang diteruskan ke penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan KPK), menunjukkan bahwa BPK telah menyampaikan temuan dugaan tindak pidana kepada penegak hukum sebanyak 332 temuan dengan nilai kerugian negara sebesar Rp34, 35 trilyun. Namun dari jumlah temuan tersebut, yang baru ditindaklanjuti sebanyak 56,02% (186 temuan) sedangkan sisanya 43,98% (146 temuan) belum jelas statusnya.
Permasalahan
Menjelang pemilu, beberapa penyebab pengawasan anggaran DPR menjadi lemah adalah karena beberapa faktor. Berikut 5 faktor penyebab lemahnya pengawasan anggaran :
1. Pembahasan anggaran kurang transparan di Badan Anggaran dan lemahnya pengawasan pengelolaan anggaran di Kementerian.
Banggar sejatinya adalah badan bendahara partai politik yang selama ini diidentikan dengan proses mafia anggaran itu sendiri. Selain itu disinyalir dalam proses ini juga melibatkan Kementrian dalam eksekusi proyek APBN tersebut. Sebagai contoh, kasus DPID, kasus Hambalang, Kasus Wisma Atlet, Kasus Korupsi Alquran mengkonfirmasi hal tersebut.
2. Kuatnya politik transaksional dan konflik kepentingan dalam penganggaran dan pengawasan.
Beberapa kasus korupsi seperti kasus impor sapi yang melibatkan politisi mantan presiden PKS, kasus lama seperti penghilangan ayat-ayat tembakau,kasus PLTU merupakan bentuk dari hasil adanya politik transaksional dan konflik kepentingan yang kuat. Sehingga pembahasan anggaran ataupun kebijakan disinyalir akan lekat dengan adanya rente dimana hasilnya untuk kepentingan pribadi politisi, pengusaha atau partai politik.
3. Jelang Pemilu, anggota DPR lebih fokus mencari modal kampanye daripada bekerja untuk pengawasan. Bahkan potensi pengawasan dan fasilitas negara juga rawan dibajak untuk kampanye.
Tercatat hampir 90 persen anggota DPR incumbent maju lagi dalam Pemilu 2014. Sebagian besar diantara mereka diduga akan fokus pada pencarian dana kampanye dibangingkan bekerja dengan baik menjelang masa akhir jabatan. Bahkan, kemungkinan aakan banyak terjadi proses penyalahgunaan wewenang dimana fasilitas negara dan tugas sebagai legislatif dibajak dan diselewengkan untuk kepentingan kampanye 2014.
4. Pengawasan tidak terlembagakan. Peran Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) masih belum optimal.
Pengawasan yang dilakukan oleh DPR masih bersifat reaksioner dan insidental, belum terlembagakan, misalnya dalam fungsi pengawasan anggaran. Padahal di DPR sudah ada alat kelengkapan yaitu BAKN, namun hal ini belum dioptimalkan dalam pengawasan,fungsi dan kewenangannya masih lemah hanya dalam posisi telaah hasil audit BPK.
Pengawasan terhadap K/L yang dilakukan komisi masih kurang maksimal karena kurang menguasai bahan hasil audit BPK ataupun anggota Komisi mempunyai konflik kepentingan atau bahkan sumber masalah dari buruknya pengelolaan anggaran.
5. Sanksi dan lemahnya penegakkan hukum atas pelanggaran dan lemahnya pengawasan anggaran.
Selain itu, secara personal, anggota DPR masih banyak terlibat dalam beberapa kasus korupsi dan transaksional secara transaksional. Kasus tersebut semakin banyak diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). namun sayangnya, belum ada sanksi dan hukuman yang memberikan efek jera oleh internal DPR khususnya Badan Kehormatan. Ketika terbukti korupsi pun anggota DPR tidak secara langsung dipecat dari DPR, bahkan walaupun ditahan, beberapa tersangka diduga masih mendapatkan gaji pokok dari DPR.
Rekomendasi
Dari beberapa data dan analisa diatas maka, menjelang pemilu 2014 fungsi pengawasan DPR perlu tetap dijaga dan dioptimalkan secara kelembagaan. Beberapa rekomendasi sebagai berikut:
- DPR harus tetap mengencangkan pengawasan terhadap Kementrian dan Lembaga, khususnya yang dipimpin oleh menteri berlatarbelakang Parpol dan akan maju menjadi caleg/capres. Hal ini untuk meminimalisir penggunaan anggaran dan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye.
- Khusus untuk DPR yang akan maju kembali harus menyatakan diri (declair) akan tetap fokus bekerja dalam fungsi pengawasan dan tidak akan menggunakan anggaran atau fasilitas negara untuk kepentingan kampanye.
- Perlunya penguatan BAKN untuk pengawasan DPR yang terlembagakan. Penguatan dalam bentuk revisi UU MD3 dan adanya partisipasi masyarakat dalam pengawasan.
- Harus ada sanksi yang tegas dari BK DPR maupun aparat penegak hukum (KPK) terkait dengan penyalahgunaan anggaran dan transaksional dalam proses pengawasan.
Jakarta, 5 Mei 2013
Koalisi Untuk Akuntabilitas Keuangan Negara
(PATTIRO, TEPI, TII, IBC, PSHK, YAPPIKA, IPC, FORMAPI, LIMA, MTI, ILR, KPPOD, PWYP)