Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 48/P Tahun 2009 tentang Pengangkatan 7 (tujuh) Komisioner KI Pusat Periode 2009–2013, maka masa bakti ketujuh Komisioner tersebut akan berakhir pada tanggal 2 Juni 2013. Artinya sejak hari Senin, 3 Juni 2013, dua hari lalu, Komisi Informasi Pusat tidak memiliki komisioner definitif yang dapat bekerja melayani pemenuhan hak-hak masyarakat atas informasi yang dibutuhkan.
Persoalan ini menunjukkan Pemerintah tidak belajar sungguh-sungguh dari pengalaman sebelumnya yang menimpa beberapa lembaga quasi negara, seperti Komnas HAM. Dan perlakuan atau kebijakan Pemerintah. Keterlambatan dalam pelaksanaan proses seleksi di tahap-tahap yang menjadi bagian Pemerintah menyebabkan kevakuman pelayanan publik dalam memenuhi hak-hak warga masyarakat.
Satu sisi, hasil kerja Pemerintah, yang telah membentuk dan membantu operasional dari Panitia Seleksi sangat terpuji. Sehingga Panitia Seleksi tersebut telah berhasil menetapkan daftar nama para calon anggota Komisi Informasi Pusat secara selektif. Namun, di sisi lain, kelambanan Pemerintah, dalam hal ini, Presiden untuk segera mengambil keputusan agar menyerahkan daftar nama calon terseleksi tersebut ke DPR sangat disesalkan dan dikecam. Waktu satu bulan untuk mengambil keputusan atas sesuatu yang sesungguhnya dapat selesai dikerjakan dalam kurang dari satu minggu menunjukkan kinerja Kepresidenan sangat buruk.
Jika ada evaluasi yang biasa dilakukan oleh UKP4 dengan memberikan nilai merah, kuning, dan hijau kepada progress kinerja kementerian dan lembaga, sudah seharusnya lembaga kepresidenan pun masuk dalam fokus evaluasi. Dan apabila warna merah yang menghiasi capaian dan kinerja Kepresidenan, ini sangat penting dan dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja kerja dari Sang-Presiden sendiri.
Koalisi Masyarakat Sipil FOINI (Freedom Of Information Network Indonesia) mengecam kelambanan kerja dan pengabaian agenda dari Presiden yang menyebabkan pemenuhan hak-hak dasar warga negaranya terbengkalai. Disamping itu, kelambanan kerja dan pengabaian agenda ini menunjukkan pengingkaran atas kepemimpinan dan keteladanan Indonesia dalam prakarsa global, Open Government Partnership –dimana Presiden bertindak sebagai Co-Chair-nya bersama Perdana Menteri Inggris. Tentu hal ini sangat membuat malu bangsa, apabila fakta ini diketahui oleh negara-negara anggota Open Government Partnership lainnya. Koalisi FOINI tidak ingin bangsa ini dipermalukan oleh Presidennya sendiri.
Koalisi FOINI memandang, menilai, mengingatkan, mendesak, dan menuntut kepada Presiden agar:
- Tidak lamban, abai, dan segera mempercepat proses seleksi calon anggota Komisi Informasi Pusat, dengan menyerahkan Daftar 21 Nama Hasil Pansel.
- Meminta maaf kepada masyarakat atas kelalaian, kelambanan, dan pengabaian atas jaminan hak-hak warga negara dalam informasi publik.
- Segera menerbitkan Keppres tentang perpanjangan masa jabatan Komisioner Komisi Informasi Pusat Periode 2009-2013.
- Memberikan teguran keras kepada Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, atas kebijakannya yang menutup hasil akhir Panitia Seleksi atas calon anggota Komisi Informasi Pusat Periode 2013-2017.
Jakarta, 5 Mei 2013
“FREEDOM OF INFORMATION NETWORK INDONESIA”
Aceh-PATTIRO, Bojonegoro Institute, FITRA, ICW, FITRA Riau, IPC, ICEL, KOPEL Indonesia, KOKI Riau, LPAW Blora, Masyarakat Informasi Banten, Masyarakat Cipta Media, PATTIRO, Perkumpulan Media Link, PATTIRO-Surakarta, PWYP Indonesia, Perkumpulan INISIATIF, PIAR NTT, PATTIRO-Malang, Pusat Studi Konstitusi-FH Undalas, PATTIRO Semarang, Sekolah Rakyat Kendal, Sloka Institute, SOMASI NTB, Transparency International Indonesia, YAPPIKA, Yayasan Ladang Media, Danardono Siradjudin, Muhammad Yasin, Ridaya Laodengkowe, Paulus Widiyanto