Dana Otsus Papua tak Manjur

Pemerintah didesak membuka isolasi daerah terpencil untuk mengatasi kemiskinan di Papua.

Dana-Otsus-Papua-ok JAKARTA – Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang dialokasikan pemerintah pusat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus ditingkatkan. Kendati demikian, penambahan itu tidak berkorelasi dengan penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin di Papua.

Sejak pelaksanaan otsus 2001, pemerintah pusat secara keseluruhan telah menggelontorkan Rp 33,7 triliun untuk Papua. Meskipun begitu, berdasarkan data Badan Pusat Slatistik (BPS) Provinsi Papua, jumlah dan persentase penduduk miskin masih menjadi yang tertinggi di Indonesia.

Pada 2001, jumlah penduduk miskin tercatat 1.14 juta orang atau 54.75 persen. Sementara, pacta 2013, jumlah penduduk miskin berjumlah 1.01 juta orang atau 31.13 persen.

“Sebenarnya, untuk Papua, termasuk yang penurunan kemiskinannya cepat juga. Cuma memang karena dia dari posisi yang tinggi,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Salsiah Alisjahbana, pekan lalu.

Menurutnya, Pemprov Papua dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2013 mendapatkan penghargaan karena penurunan kemiskinannya paling cepat. Namun, dalam dua tahun terakhir, jumlah dan persentase penduduk miskin cenderung stagnasi dan tldak pernah lebih rendah dari 30 persen. Sementara, alokasi dana otsus terus mengalami peningkatan dari Rp 4.51 triliun (2011), Rp5.476 Triliun (2012), dan Rp 6.222 triliun (2013).

Pada lima tahun pertama Otonomi Khusus Papua (2001-2005), persentase penduduk miskin menurun sebesar 0.97 persen, yaitu dari 41.8 persen menjadi 40.83 persen. Sedangkan, pada lima tahun kedua pelaksanaan otsus (2006-2010),  persentase penduduk miskin sebesar 4.72 persen. Namun, sejak Maret 2011 sampai Maret 2013, persentase penduduk miskin hanya menurun 0.85 persen, yaitu dari 31.98 pcrsen menjadi 31.13 persen.

Jumlah penduduk miskin di Papua pada Maret 2013 mencapai 1.017 juta orang atau 31.13 persen. Jumlah ini bertambah 41 ribu orang dibandingkan jumlah penduduk miskin pada September 2012 yang tercatat 976.37 ribu orang (30.66 persen). Penambahan jumlah penduduk miskin terjadi di daerah perdesaan maupun perkotaan.

Selama kurun waktu September 2012 sampai Maret 2013, jumlah penduduk miskin di perdesaan bertambah 37.2 ribu orang (0.53 persen) dan di perkotaan bertambah 3.8 ribu orang (0.3 persen). Secara keseluruhan, jumlah penduduk miskin di perdesaan per Maret 2013 sebesar 965.46 ribu orang (39.92 persen) dan di perkotaan 51.9 ribu orang (6.11 persen).

Garis kemiskinan di daerah perdesaan pada Maret 2013 tercatat Rp298.395 Triliun sedangkan di daerah perkotaan sebesar Rp362.401. ltu artinya biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang layak (basic needs) untuk makanan dan bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di pedesaan.

Armida menambahkan, pada dasarnya penambahan dana otsus memang tidak berkorelasi langsung penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin. Hal tersebut tak lepas dari tidak transparannya penggunaan dana otsus.

Ia menyambut baik rencana gubernur Papua untuk mengalirkan 80 persen dana otsus langsung ke kabupaten/kota dan 20 persen ke provinsi. “Selama ini tak terjadi,” ujar Armida.

Armida mengatakan, percepatan pembangunan yang dilakukan pemerintah adalah solusi. Misalnya, untuk aspek pekerjaan umum yang sederhana, seperti ruas-ruas jalan.

Alokasi tak fundamental

Gubernur Papua Lukas Enembe saat dikonfirmasi terkait peningkatan alokasi dana otsus dengan peningkatan jumlah dan persentase kemiskinan, justru balik bertanya. “Dananya bertambah berapa? Sedikit saja, tidak banyak bertambah. Papua ini luas, Papua itu 30 kabupaten,” ujar Lukas.

Lukas Enembe mengatakan, pelaksanan otsus di Papua belum menyentuh permasalahan yang fundamental. Ke depannya, Pemprov Papua berjanji menitikberatkan pembangunan di sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. “Ini harus kita siapkan. Karena, bertahun-tahun (pelaksanaan otsus) tidak dilalui dengan itu. Seolah tidak terjadi apa-apa di sana,” kata Lukas.

Anggota Tim Pemantau Otonomi Khusus Provinsi NAD dan Provinsi Papua DPR Irene Manibuy mcngatakan, penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin di Papua hanya dapat terwujud apabila isolasi daerah terpencil dan pedalaman dibuka. Daerah perkotaan dan daerah perdesaan harus terhubung. “Kuncinya di situ,” ujar Irene kepada Republika, Ahad (7/7).

Irene menjelaskan, akibat daerah yang masih terisolasi, transportasi barang hingga manusia menjadi terhambat . Ia mencontohkan jalan penghubung antar dua daerah yang relatif maju, yakni Jayapura dengan Wamena, yang belum bisa terlewati dengan baik.

Legislator kelahiran Bintuni ini mengatakan, transportasi dengan pesawat berimbas pada mahalnya harga barang. Akibatnya, hanya segelintir orang yang mampu membelinya, seperti pengusaha dan pegawai pemerintah.

Terkail korelasi peningkatan dana Otsus Papua dengan penurunan angka kemiskinan, Irene menyebut otsus belum berhasil serta jauh dari harapan. Menurutnya, pembangunan dengan hanya mengandalkan dana otsus tidak cukup.

• ed: Fitriyan Zamzami (dikutip dari Koran Republika, Senin, 08 Juli 2013)

Scroll to Top
Skip to content