DPR RI menyetujui dan menetapkan 7 (tujuh) orang Anggota Komisi Informasi Pusat (KIP) periode 2013-2017, dalam Sidang Paripurna hari Selasa, 2 Juli 2013. Penetapan ke-tujuh orang Komisioner KIP terpilih tersebut setelah Komisi 1 DPR melalui musyawarah mufakat melakukan uji kelayakan terhadap 21 calon anggota KIP Komisi I DPR, pada 25 – 26 Juni 2013 lalu.
Dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, di Gedung Nusantara II DPR tersebut. Wakil Ketua Komisi I dari F-PD Ramadhan Pohan menyampaikan tujuh nama yang terpilih adalah Abdulhamid Dipopramono, Dyah Aryani Prastyastuti, Evy Trisulo Dianasari, Henny S. Widyaningsih (incumbent), John Fresly, Rumadi, dan Yhannu Setyawan.
DPR mengharapkan kepada para anggota KIP tersebut segera menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik, serta menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litigasi.
“Kita mengharapkan agar 7 orang Anggota Komisi Informasi Pusat periode 2013-2017 terpilih ini dapat melaksanakan fungsi Komisi Informasi yang baik, yaitu sebagai lembaga mandiri untuk menjalankan Undang-Undang No.14 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya,” tegas Ramadhan Pohan.
Selain itu, untuk mengantisipasi kemungkinan adanya anggota KIP yang berhalangan tetap maka DPR juga menyetujui empat nama cadangan yaitu Wahyu Kuncoro, Halomoan Harahap, Juniardi, dan Tiurma Mercy Sion Sihombing.
Selanjutnya, DPR akan menyampaikan persetujuan ini kepada Presiden untuk mendapatkan penetapan Presiden menjadi Anggota KIP periode 2013-2017.
Profil ringkas ke-tujuh Komisioner KIP Periode 2013-2017 adalah sebagai berikut:
1. Evy Trisulo
Selama ini, Evy Trisulo bekerja di Lembaga Administrasi Negara (LAN), sebagai salah satu pejabat struktural di Humas. Dia sendiri mengikuti perjalanan UU KIP mulai proses pembuatan, sosialisasi hingga implementasi. Di LAN, dia mengajar sistem administrasi, wawasan kebangsaan, dan beberapa mata kuliah lain. Menurutnya, keterbukaan harus menjadi budaya di individu birokrasi. Selama ini keterbukaan hanya formalitas di Birokrasi. “Misalnya dengan penunjukan PPID, seolah kewajiban UU itu telah gugur. Sementara dukungan pimpinan tidak ada,” katanya. Ia juga menyoroti bahwa keterbukaan perlu menjadi kurikulum dalam dunia pendidikan. Sebagai badan publik, pernah dimintai informasi oleh Fitra dan MHS. Namun telah diselesaikan, melalui mediasi. Sejak tahun 2010, menawarkan PPID di LAN, tapi prosesnya masih tarik ulur.
2. Henny S Widyaningsih
Henny merupakan Dosen Komunikasi FISIP UI yang juga Komisioner KI periode lalu. Menurutnya, saat ini KI Pusat, lebih memprioritaskan ke mediasi karena belum banyak badan publik yang memahami UU KIP. Menurutnya, seharusnya ada laporan tahunan KI ke Presiden, tetapi selama ini kesulitan bertemu Presiden, hanya pernah sekali bertemu dengan UKP4. KI telah membuat pedoman pembentukan KI Provinsi. Membuat aturan turunan juklak dan juknis di Komisi Informasi dalam waktu setahun, berperan dalam menengahi potensi konflik di KI, membangun mekanisme evaluasi dan komunikasi. Internal: Komisioner harus memiliki kompetensi antara lain di bidang hukum/peradilan, kompetensi di bidang komunikasi. Eksternal: membangun jaringan komunikasi di seluruh daerah, mendorong pemahaman masyarakat terhadap UU KIP, mendorong pemahaman dan komitmen badan publik terhadap implementasi UU KIP dengan membangun komunikasi dengan UKP4 dan Kemendagri.
3. Rumadi
Rumadi merupakan Dosen Fak. Syariah UIN Syahid Jakarta dan juga aktif di Wahid Institute. Saat ditanya, soal peran PTUN dan KI oleh Pansel, ia menjelaskan bahwa PTUN dan KI dua lembaga yang berbeda. PTUN tidak memiliki kompetensi seperti yang dimiliki KI. Ia menjelaskan keterbukaan informasi bagian dari upaya merawat nalar publik yang dalam khazanah Islam disebut fungsi syariah untuk “menjaga akal” atau nalar publik. Seorang Komisioner, menurutnya, harus bersih dari cacat moral, integritas, dan tahan godaaan yang merusak kredibilitas. Selama ini fokus pada isu HAM khususnya kebebasan beragama. Kebebasan beragama, secara frame, sama dengan isu kebebasan informasi. Ia menegaskan bahwa prioritas kinerja KI antara lain asistensi implementasi UU KIP ke badan publik non negara, seperti lembaga publik keagamaan, penguatan struktur internal KI, melakukan asistensi ke kementerian, memberikan reward & punishment kepada kementerian terhadap implementasi UU KIP, dan melakukan sosialiasi ke publik.
4. John Fresly
John merupakan anggota KI DKI Jakarta, pernah bekerja sebagai pejabat sandi kedutaan besar di Yugoslavia dan mendampingi Sekretaris Lembaga Negara. Salah satu pendapatnya adalah uji konsekwensi diperlukan untuk semakin menspesifikkan informasi-informasi yang dikecualikan. Mengenai RUU Rahasia Negara, menurutnya perlu ditunda dulu pembahasannya menunggu pembahasan uji konsekwensi ini. Jika terpilih, ia akan mendorong pembentukan KI di provinsi, mendorong badan publik agar lebih siap menjalankan UU KIP, bersinergi dengan DPR dan Kemendagri untuk mendorong keterbukaan informasi, dan perbaikan hukum acara di KI.
5. Abdul Hamid Dipopramono
Abdul Hamid Dipopramono, merupakan mantan Redaktur Jurnal Nasional. Menurutnya, ia memiliki banyak pengalaman di organisasi sosial dan kemasyarakatan, pengalaman dalam bidang manajemen, pengalaman di media, dan memiliki networking yang luas, terutama dengan para pimpinan media. Sementara mengenai UU KIP, ia berpendapat bahwa pidana dalam UU KIP masih terlalu ringan (menyebarkan informasi yang dirahasiakan). Menurutnya, sosialiasi UU KIP saat ini masing sangat kurang. Bahkan menurutnya, masyarakat masih rancu antara KIP dan KPI sebab KPI lebih populer. Untuk menghindari penyimpangan anggaran, ia akan berkoordinasi dengan KPK, ICW, BPK. Ia mengatakan pernah menulis artikel tentang Keterbukaan Informasi dan Ketahanan Nasional. Apa yang prioritas kerja di KI? Menurutnya, antara lain penguatan kelembagaan, penguatan SDM, perbaikan web KI (Audio, visual, interaktif dan friendly), serta konsolidasi internal komisioner.
6. Yhannu Setiawan
Yhannu Setiawan merupakan Ketua Komisi Informasi Provinsi Banten. Menurutnya, KI Provinsi Banten telah menyelesaikan 140 sengketa informasi. KI Banten berhasil mendorong seluruh badan publik membentuk PPID pada tahun 2011, mendorong penggunaan IT dalam layanan informasi publik di pemerintah prov/kab.kota, membangun MoU dengan KPU, Panwas, mendorong agenda keterbukaan informasi. Ke depan, KI perlu mendorong badan publik secara transparan, menjaga hak warga negara, memastikan warga negara mendapatkan hak atas informasi, mendorong kelengkapan sistem internal dan eksternal di KI untuk menjadi supporting agency ke badan publik yang lain, mendorong badan publik pemerintah untuk mengimplementasikan UU KIP melalui koordinasi di tingkat kementerian. Ia berpendapat bahwa keputusan KI di daerah/pusat seharusnya bisa menjadi yurisprudensi. Keputusan tersebut juga seharusnya menjadi rujukan bagi lembaga negara lain untuk melakukan pengelolaan informasi dan dokumentasi.
7. Dyah Aryani
Dyah Aryani, selama ini aktif di Yayasan 28, sebuah lembaga kajian hukum dan media. Saat ini juga sedang mengadvokasi pembentukan Badan Perfilman Indonesia. Selain itu, ia juga Tenaga Ahli Komite III DPD RI (Pendidikan agama, kebudayaan, pariwisata, pemuda olahraga, perempuan). Menurutnya, KI seharusnya berwibawa, sebab dengan wibawa itulah, KI bisa menjamin dan memastikan seluruh badan publik menerapkan UU KIP. Ia menjelaskan, Yayasan 28 pernah melakukan penelitian implementasi UU KIP di tiga badan publik, Kemenkes, Kemendikbud, dan Polri. Hasilnya? Kemdikbud ternyata merupakan lembaga yang paling tidak terbuka. Agenda yang akan didorong di KI, antara lain: memastikan badan publik untuk mengimplementasikan UU KIP, mendorong pembentukan KI di seluruh provinsi, menjalin sinergi dengan DPR dan media untuk mendorong implementasi UU KIP.