Tidak jelasnya jangka waktu pelayanan berpotensi memicu pungutan liar.
“Kalau bisa diperlambat mengapa harus dipercepat.”
PELAYANAN publik sejumlah kementerian Kabinet Indonesia Bersatu II terkait dengan kepatuhan terhadap Undang-Undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009 masih memprihatinkan. Demikian hasil survei yang dilakukan Ombudsman Republik Indonesia baru-baru ini.
Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana daiam rilis pers, kemarin, menyatakan 42,9% unit pelayanan di 18 kementerian yang disurvei tidak memajang standar waktu pelayanan.
“Padahal, itu penting guna memastikan pelayanan maksimal.Terlebih di antara unit pelayanan publik yang disurvei, sebagian besar terkait dengan perizinan,” ujarnya.
Dia menyatakan kondisi seperti itu akan mengakibatkan pekerjaan menjadi terulur-ulur dan tidak ada waktu penyelesaian yang pasti. Dengan begitu, slogan ‘kalau bisa diperlambat mengapa harus ipercepat’ yang selama ini dikritik malah berpotensi langgeng.
Menurut Danang, standar waktu pelayanan sangat penting karena ada kejelasan jangka waktu penyelesaian izin untuk publik, mulai dari dilengkapinya persyaratan teknis dan administratif hingga selesainya suatu proses pelayanan.
Danang mengungkapkan, selain tidak memampang standar waktu pelayanan, ada 32,1% unit yang tidak memasang informasi biaya pelayanan. Hal itu, lanjutnya, bisa memicu terjadinya pungutan liar yang dilakukan oknum penyelenggara pelayanan publik.
“Padahal, transparansi mengenai biaya dilakukan untuk mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara penerima pelayanan dan pemberi pelayanan agar tidak menerima pembayaran secara langsung,” ujarnya.
“Pembayaran dapat diterima oleh unit yang bertugas mengelola keuangan atau bank yang ditunjuk pemerintah atau unit pelayanan.”
Dalam survei tersebut, ada sembilan variabel yang menjadi sorotan, yakni standar pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi publik, SDM, unit pengaduan, pelayanan khusus, visi-misi dan moto, ISO 9001:2008, dan atribut.
Dalam penilaiannya dibuat tiga kategori, yakni merah, kuning, dan hijau. Merah berarti kementerian tersebut tidak patuh terhadap UU Pelayanan Publik, kuning berarti masih kurang baik kepatuhannya, sedangkan hijau berarti bagus.
Dari 18 kementerian yang disurvei, ada 5 kementerian masuk kategori merah, 4 tergolong hijau, dan 9 lainnya masuk kategori
kuning. Menurut rencana, Danang akan memaparkan hasil survei itu secara lengkap pada hari ini.
Mencari celah hukum
Ketika mengomentari hasil survei itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan bahwa itu bukan hal baru.
Saat ditanya apakah ketidakpatuhan itu sekadar kelalaian atau justru sengaja diciptakan. Agus menilai bisa jadi dua-duanya.
“Kalau diciptakan, berarti sejak awal memang ada niat tidak baik agar orang tidak tahu sehingga mudah dilakukan hal-hal manipulatif,” terangnya.
“Karena dari situ orang yang tidak tahu, ya ikut saja. Kalau pelayanannya kelamaan, mereka sabar atau bayar,” lanjutnya.
Agus yakin ada kecenderungan pejabat publik atau petugas di kementerian yang tidak berusaha menaati aturan. Mereka, katanya. lebih senang mencari celah-celah hukum untuk kepentingan sendiri.
Ombudsman telah mengirimkan hasil survei itu kepada kementerian terkait pada Kamis (18/7). Namun, sejauh ini belum diketahui apakah laporan itu akan segera ditindaklanjuti. (X-4) (dikutip dari Media Indonesia hari, Senin 22 Juli 2013)