Siaran Pers: FOINI: Stop Kriminalisasi Pemohon Informasi Publik!

Keberadaan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, telah menerbitkan secercah harapan pemberdayaan masyarakat sipil di Indonesia. Undang-undang ini telah menjadi preseden baik atas upaya membangun tata sistem demokrasi yang progresif. Undang-undang ini juga telah menjadi bagian dari sejarah perjuangan masyarakat sipil di Indonesia dalam memperjuangkan hak-hak dasarnya.

Namun, harapan itu kini sedikit terganggu dengan munculnya fenomena di Batam Kepulauan Riau. Sekelompok mahasiswa di Universitas Putera Batam (UPB) mengajukan permohonan informasi berupa salinan lembar jawaban ujian tengah semester 5  untuk 8 mata kuliah dan salinan lembar soal ujian tengah semester 5 untuk 8 mata kuliah(Putusan KI Nomor 003/VII/KI-Kepri-PS/2013 Pasal 2.2). Namun upaya para mahasiswa yang telah menggunakan mekanisme yang diatur dalam UU No. 14 tahun 2008 tersebut harus menuai “hukuman”.

Dari 11 mahasiswa yang mengajukan informasi terdapat 2 mahasiswa yang dikeluarkan (Drop Out) dan 5 mahasiswa yang diskors dengan tuduhan yang sama; “melanggar tata tertib UPB bab IV pasal 5 butir 16: bersikap dan bertindak yang dapat merongrong dan menjatuhkan nama baik almameter UPB” (berdasarkan Peraturan Universitas Putra Batam bab IV pasal 5 butir 16)”.

Dalam perkembangannya, Komisi Informasi Kepulauan Riau memutuskan bahwa informasi tersebut merupakan informasi publik dan mewajibkan pihak universitas untuk segera memberikan informasi yang diminta kepada pemohon.

Namun pihak universitas tidak terima atas putusan KI tersebut, dan meminta banding ke pengadilan negeri setempat.  Usaha pengadilan memediasi belum membawa hasil. Di pihak lain universitas justru menghukum para mahasiswa pemohon informasi itu. Proses pengambilan keputusan di tingkat universitas melalui Rapat Senat yang sepihak dan tidak melibatkan pihak berwenang merupakan pelanggaran atas Hak Asasi Manusia.

Fenomena ini merupakan gejala setback dari perjuangan masyarakat sipil dalam memperjuangkan hak kebebasannya untuk memperoleh informasi. Upaya “serangan balik” dari para penentang arus kebebasan memperoleh informasi ini tentu harus dilawan. Peristiwa ini tentu sangat kontra produktif dengan arus keterbukaan di Indonesia dan dunia internasional.

Proses persidangan banding putusan KI Provinsi Kepulauan Riau tersebut di Pengadilan Negeri Batam juga terindikasi penyimpangan. PN Batam sepertinya menyalahi Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan.

Untuk itu, Koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) menyatakan sikap terhadap kasus ini bahwa Jaringan Keterbukaan Informasi di Indonesia mengecam segala tindakan balasan terhadap warga negarayang menggunakan haknya atas informasi sebagaimana dijamin dalam UUD 45 dan UU KIP.

Oleh karena itu Koalisi mendesak:

  1. Pengadilan Negeri Kota Batam untuk mengikuti dan melaksanakan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan.
  2. Para mahasiswa yang terkena “hukuman” untuk tetap konsisten dan amanah pada sikapnya dalam memperjuangkan kebebasaan memperoleh informasi.
  3. UPB untuk segera mematuhi putusan KI Kepulauan Riau.
  4. Kepolisian agar lebih profesional dalam memproses setiap pengaduan atau laporan terkait dengan sengketa informasi.
  5. Seluruh Komisi Informasi yang ada di Indonesia untuk menjadikan keputusan KI Kepulauan Riau sebagai “yurisprudensi” dalam memutus sengketa informasi yang serupa.

Jakarta, 12 November 2013
Koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FOINI)

Kontak:
Sekretariat FOINI
Freedom of Information Network Indonesia

Jl. Intan No.81, Cilandak Barat. South of Jakarta 12430 Telpon:+62-21-7591 5546
Email: sekretariat.foini@gmail.com atau ariejuna87@gmail.com
Website: www.kebebasaninformasi.org

Scroll to Top
Skip to content