Akuntabilitas Sosial akan Dorong Peningkatan Pelayanan Publik

Awal pekan keempat Januari 2014, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) menyampaikan bahwa masih ada sekitar 449 pemerintah kabupaten/kota yang akuntabilitas kinerja pelayanan publiknya berada di bawah kategori baik. Asisten Deputi Sistem Evaluasi Reformasi Birokrasi Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan KemenPAN-RB, Gatot Sugiarto mengungkapkan, dari hasil evaluasi atas seluruh pemerintah kabupaten/kota seluruh Indonesia pada tahun 2013, tercatat hanya 4 (empat) pemerintah kabupaten/kota masuk dalam kategori baik atau bernilai B (Baik).

Lebih lanjut Gatot memaparkan, sekitar 449 pemerintah kabupaten/kota mendapat nilai dibawah B. Angka tersebut terdiri dari 240 pemerintah kabupaten/kota yang mendapat nilai  D (Kurang), 55 mendapat nilai C (agak kurang) dan 154 mendapat nilai CC (cukup baik). Sementara Menteri PAN-RB, Azwar Abubakar mengatakan kualitas pelayanan publik yang belum membaik secara nasional itu terjadi di semua sektor. Mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, dan administrasi pencatatan sipil. Padahal menurut Azwar, pelayanan publik di sektor-sektor itu adalah kebutuhan dasar masyarakat.

Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) berpendapat bahwa peningkatan pelayanan publik, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, bisa didorong oleh adanya akuntabilitas sosial dari pelayanan publik. Akuntabilitas sosial adalah sebuah “kontrak sosial” antara pemerintah dan masyarakat sebagai instrumen dasar dalam mengembangkan prinsip akuntabilitas dari praktek pemerintahan. Keterlibatan masyarakat dalam akuntabilitas sosial sangat diperlukan dan signifikan. Sebab, inti dari kontrak sosial adalah adanya partisipasi masyarakat untuk memastikan implementasi prinsip akuntabilitas dalam setiap kebijakan, penganggaran dan pelayanan publik.

Akuntabilitas merupakan salah satu azas dari pelayanan publik yang tertuang dalam undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik). Bentuk nyata dari akuntabilitas sosial pelayanan publik salah satunya adalah Piagam Warga atau Citizen Charter. Inti dalam Piagam Warga ini adalah, pemerintah dan masyarakat akan saling menyepakati pelayanan publik yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dan diterima oleh masyarakat. Diperlukan upaya kuat dari pemerintah dan penyedia layanan untuk bersama-sama dengan masyarakat memastikan “kontrak sosial” bisa berjalan dengan baik. Tapi apakah pemerintah sebagai pihak penyedia layanan publik mau melaksanakan “kontrak sosial” ini? Pengalaman PATTIRO mendampingi stakeholder, ternyata bisa dilakukan. Di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Piagam Warga dapat dilakukan antara masyarakat bersama 18 Puskesmas terkait dengan kesepakatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Pelayanan publik yang berakuntabilitas sosial akan dimulai dengan proses musyawarah seluruh stakeholder (pemangku kepentingan), yaitu pemerintah sebagai pelaksana dan masyarakat sebagai penerima. Proses musyawarah para stakeholder tersebut akan menghasilkan kebutuhan dan prioritas pelayanan publik. Dari kebutuhan dan prioritas, disusun rencana dari pelayanan publik yang akan dilaksanakan. Rencana ini harus direspon oleh masyarakat, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan dan prioritas yang telah disepakati. Setelah semua disetujui dan disepakati, barulah pelayanan publik bisa dilaksanakan. Sebagai bentuk dari ‘kontrak sosial’, rencana layanan ini harus dituangkan dalam Piagam Warga yang disepakati oleh seluruh stakeholder.

Kemudian pada saat pelaksanaan, harus dilakukan monitoring dan evaluasi dari hasil dan dampak yang ditimbulkan dari pelayanan publik. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus melibatkan masyarakat sebagai penerima dari layanan publik tesebut, yang disebut dengan audit sosial. Konteks audit sosial dilakukan dalam rangka mendapakan feedback (umpan balik) atas praktek pelayanan publik yang sudah dilaksanakan. Dengan adanya feedback tersebut, seluruh stakeholder akan mempunyai dasar untuk menilai, apakah pelayanan publik yang diberikan sudah sesuai dengan yang disepakati pada Piagam Warga atau belum. Feedback tersebut juga bisa menjadi bahan untuk memusyawarahkan kembali perbaikan pelayanan publik yang akan diberikan pada tahun berikutnya. Demikian seterusnya proses lingkaran akuntabilitas sosial dari pelayanan publik berjalan, sehingga terus menghasilkan  pelayanan publik yang meningkat dari sisi kuantitas dan kualitas. (***)

Jakarta, 29 Januari 2014

Sad Dian Utomo | Direktur Eksekutif PATTIRO

saddian@pattiro.org | 0812 800 3045

Contact Person:

Rohidin Sudarno | Public Service Specialist

roi@pattiro.org | 081310539884

Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) adalah organisasi non profit yang mendorong terwujudnya tata pemerintahan lokal yang baik, transparan, dan adil bagi kesejahteraan sosial masyarakat. PATTIRO, yang didirikan pada 17 April 1999  di Jakarta, bergerak di bidang riset dan advokasi dengan fokus pada isu local governance, terutama desentralisasi. Fokus Area PATTIRO terdiri dari perbaikan pelayanan publik (public service delivery improvement); reformasi kebijakan publik (public policy reform); dan refomasi pengelolaan anggaran publik (public finance management reform).

(untuk lengkapnya silahkan lihat www.pattiro.org)

Scroll to Top
Skip to content