Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) menyatakan bahwa Pemerintah perlu berhati-hati dan bekerja keras, agar amanat yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) bisa diterapkan secara menyeluruh mulai Januari 2016. Hasil kajian divisi riset kebijakan publik PATTIRO memperlihatkan, UU ASN memiliki mandat untuk membuat 19 Peraturan Pemerintah (PP), 4 Peraturan Presiden (Perpres), 1 Keputusan Presiden (Kepres), 1 Peraturan Menteri (Permen), 1 Keputusan Menterri (Kepmen), dan 1 Peraturan Komisi Aparatur Sipil Negara (Per-KASN).
Pemerintah hanya punya waktu kurang dari dua tahun untuk menyiapkan seluruh regulasi turunan dari UU ASN. Meski Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen-PAN-RB) menyatakan akan mempercepat penyelesaian seluruh regulasi turunan tersebut, namun muncul kekhawatiran berbagai pihak, akan ada keterlambatan sebagai akibat dari pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) dan pergantian pemerintahan pada tahun ini.
PATTIRO juga melihat beberapa hal yang perlu dikaji lebih mendalam dari UU ASN ini. Misalnya, pada pasal 9 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan pimpinan instansi pemerintah, dan Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Kebebasan dari pengaruh dan intervensi politik ini tentu termasuk juga dari pimpinan instansi pemerintah sebagai Pegawai ASN. Sayangnya, persoalan intervensi ini tidak dimasukan dalam bagian penjelasan Pasal 9. Sehingga, menjadi tidak jelas, bagaimana cara memastikan dan jaminan apa yang dapat menjadi panduan untuk membebaskan Pegawai ASN dari pengaruh dan intervensi politik? Pemerintah harus mengeluarkan panduan yang dengan tegas memastikan dan menjamin bahwa tidak akan ada intervensi terebut. Panduan tersebut harus dibuat dalam kerangka kerja KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) maupun dalam kerangka kerja Pegawai ASN dalam kegiatan sehati-hari.
Kemudian, bagaimana dengan hasil kerja dari KASN. Dalam UU ASN tergambar bahwa KASN memiliki kekuatan dalam produk hukum dan kebijakan yang sama dengan komisi Ombudsman Republik Indonesia (ORI), yakni berupa Rekomendasi. Pada dasarnya tugas dan fungsi KASN adalah Pengawasan, Evaluasi, dan Pembinaan dari Pegawai ASN. Namun sayangnya dalam UU ASN belum dijelaskan dengan tegas, produk hukum dari hasil pengawasan, evaluasi, dan pembinaan yang dihasilkan oleh KASN. Apabila mencermati Pasal 31, 32, 33, dan Pasal 34 UU ASN, sepertinya KASN menghasilkan produk berupa laporan-laporan hasil Pengawasan, Evaluasi, dan Pembinaan, atau berupa Policy Paper (Kertas Usulan/Rekomendasi Kebijakan). Jenis produk keluaran ini tidak afirmatif atau tidak memberikan penguatan terhadap proses reformasi birokrasi, sehingga dikhawatirkan keberadaan KASN hanya sebagai pelengkap dari UU ASN.
PATTIRO juga mempertanyakan apakah yang dimaksud dengan Sistem Merit dalam UU ASN. Pada bagian penjelasan Bab Umum dijelaskan bahwa yang dimaksud Sistem Merit adalah perbandingan antara kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan yang dilaksanakan secara terbuka dan kompetitif, sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Sedangkan di Pasal 1 ayat (22), dijelaskan bahwa Sistem Merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Jika dijelaskan secara singkat, pada bagian penjelasan UU ASN Sistem Merit adalah mekanisme perbandingan, sedangkan di batang tubuh UU ASN, Sistem Merit adalah Kebijakan dan Manajemen. Apakah sesungguhnya Sistem Merit ini? Mengapa tidak ada penjelasan lebih lanjut secara operasional tentang Sistem Merit yang diberikan kepada Peraturan Pemerintah atau Peraturan KASN?
Hamonisasi UU dan Sistem Informasi ASN
PATTIRO juga melihat dengan disahkannya UU ASN ini, maka Undang-Undang nomor 43 tahun 1999 juncto Undang-Undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (UU Pokok Kepegawaian) dinyatakan tidak berlaku lagi atau dicabut. Meskipun UU Pokok Kepegawaian dicabut, namun peraturan pelaksanaan UU tersebut masih dinyatakan berlaku, dengan catatan, sepanjang tidak bertentangan dan diganti berdasarkan pada UU ASN. Klausul ini menuntut adanya harmonisasi antara peraturan pelaksanaan UU Pokok Kepegawaian terhadap UU ASN. Mana peraturan yang sesuai dan mana peraturan yang bertentangan. Tindakan harmonisasi ini sangat mendesak, mengingat waktu Pemerintah untuk membuat peraturan pelaksanaan UU ASN hanya 2 tahun. Perlu diperhatikan oleh Pemerintah, tindakan harmonisasi terkadang tidak menjadi prioritas atau terkendala proses interdep (antar departemen di pemerintahan).
Pemerintah juga harus berhati-hati dengan ketatnya jadwal pelaksanaan Sistem Informasi ASN yang berdasarkan pasal 133 UU ASN harus dilaksanakan secara nasional paling lama tahun 2015. Jika yang dimaksud bulan Desember 2015 sebagai batas akhir, maka diperlukan kerja ekstra keras dari Pemerintah untuk mewujudkan dan melaksanakan sistem informasi ASN. Perlu diingat dan dikemukakan, bahwa saat ini Pemerintah juga sedang berkewajiban menjalankan beberapa mandat yang serupa dari undang-undang lainya, yaitu Sistem Informasi Pelayanan Publik, Sistem Informasi Lingkungan Hidup, Sistem Informasi Keuangan Negara/Daerah, dan lain-lain, yang belum bekerja dengan optimal dan bahkan ada yang belum eksis.(***)
Jakarta, 13 Februari 2014
Sad Dian Utomo | Direktur Eksekutif PATTIRO
saddian@pattiro.org | 0812 800 3045
Contact Person:
Iskandar Saharudin | Policy Reform Specialist
iskandar@pattiro.org | 0852 6045 0446
Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) adalah organisasi non profit yang mendorong terwujudnya tata pemerintahan lokal yang baik, transparan, dan adil bagi kesejahteraan sosial masyarakat. PATTIRO, yang didirikan pada 17 April 1999 di Jakarta, bergerak di bidang riset dan advokasi dengan fokus pada isu local governance, terutama desentralisasi. Fokus Area PATTIRO terdiri dari perbaikan pelayanan publik (public service delivery improvement); reformasi kebijakan publik (public policy reform); dan refomasi pengelolaan anggaran publik (public finance management reform).
(untuk lengkapnya silahkan lihat www.pattiro.org)
Lampiran Siaran Pers PATTIRO – UU ASN
Tabel Turunan Regulasi Sebagai Mandat UU ASN
No |
Pasal |
Ketentuan |
1 | Pasal 17 | Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Administrasi dan kompetensi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 diatur dengan Peraturan Pemerintah |
2 | Pasal 18 ayat (4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah |
3 | Pasal 19 ayat (4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah |
4 | Pasal 20 ayat (4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tata cara pengisian jabatan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah |
5 | Pasal 24 | Ketentuan lebih lanjut mengenai hak PNS, hak PPPK, dan kewajiban Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 diatur dengan Peraturan Pemerintah |
6 | Pasal 36 ayat (6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat, tata cara pengangkatan dan pemberhentian, kode etik dan kode perilaku, dan pengawasan terhadap tugas dan tanggungjawab asisten KASN diatur dengan Peraturan KASN |
7 | Pasal 39 ayat (6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi dan tata cara pembentukan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri |
8 | Pasal 42 | Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan organisasi, fungsi, tugas, wewenang, dan tanggungjawab sekretariat, tata kerja, sistem, dan manajemen sumber daya manusia, serta tanggungjawab dan pengelolaan keuangan KASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 41 diatur dengan Peraturan Presiden. |
9 | Pasal 46 | Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, tugas, dan kewenangan LAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45 diatur dengan Peraturan Presiden |
10 | Pasal 50 | Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, tugas, dan kewenangan BKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49 diatur dengan Peraturan Presiden. |
11 | Pasal 57 | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
12 | Pasal 67 | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan PNS dan tata cara sumpah/janji PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan Peraturan Pemerintah |
13 | Pasal 68 ayat (7) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pangkat, tata cara pengangkatan PNS dalam jabatan, kompetensi jabatan, kualifikasi jabatan, dan tata cara perpindahan antar Jabatan Administrasi dan Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah |
14 | Pasal 74 | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola karier, promosi, dan mutasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 73 diatur dalam Peraturan Pemerintah |
15 | Pasal 78 | Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dan Pasal 77 diatur dengan Peraturan Pemerintah |
16 | Pasal 81 | Ketentuan lebih lanjut mengenai gaji, tunjangan kinerja, tunjangan kemahalan, dan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dan Pasal 80 diatur dengan Peraturan Pemerintah |
17 | Pasal 86 ayat (4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah |
18 | Pasal 89 | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian, pemberhentian sementara, dan pengaktifan kembali PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 diatur dengan Peraturan Pemerintah |
19 | Pasal 91 ayat (6) | Ketentan lebih lanjut mengenai pengelolaan program jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah |
20 | Pasal 92 ayat (4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah |
21 | Pasal 94 ayat (1) | Jenis Jabatan yang dapat diisi oleh PPPK diatur dengan Peraturan Presiden |
22 | Pasal 94 ayat (4) | Kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri |
23 | Pasal 107 | Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen PPPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 sampai dengan Pasal 106 diatur dengan Peraturan Pemerintah |
24 | Pasal 109 ayat (1) | Jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat berasal dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden |
25 | Pasal 125 | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan, pemberhentian, pengaktifan kembali, dan hak kepegawaian PNS yang diangkat menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota lembaga nonstruktural diatur dalam Peraturan Pemerintah |
26 | Pasal 126 ayat (4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai korps profesi Pegawai ASN diatur dengan Peraturan Pemerintah |
27 | Pasal 129 ayat (5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif dan badan pertimbangan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah |