Paska Penghapusan Kewenangan Putusan Sengketa Pilkada oleh MK

PATTIRO : Hakim MA untuk Sengketa Pilkada tidak boleh orang Parpol

Awal pekan ini (Senin, 19/5) Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk menghapus kewenangannya menyidangkan perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah atau sengketa pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Dalam putusannya MK mengabulkan untuk seluruhnya uji materi (judicial review) pasal 236C undang-undang nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan Pasal 29 ayat 1 huruf e UU nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 236C UU Pemda berbunyi mengenai penyerahan wewenang Mahkamah Agung menggelar sengketa pilkada ke MK. Meski demikian, beberapa perkara Pilkada yang sudah didaftarkan akan tetap disidangkan oleh MK hingga ada undang-undang (regulasi) pengganti yang mengatur tentang lembaga yang nantinya akan memutuskan setiap sengketa Pilkada.

Dengan dihapusnya kewenangan MK tersebut, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) meminta Pemerintah dan DPR untuk segera menyusun dan menetapkan regulasi pengganti yang mengatur tentang lembaga yang nantinya akan memutuskan setiap sengketa Pilkada. Hal ini untuk menghindari konflik di daerah dengan semakin bertumpuknya sengketa pilkada yang belum didaftarkan dan diputuskan. Sesuai dengan konstitusi dasar, pada regulasi baru tersebut kewenangan pemutusan sengketa pilkada agar diserahkan kembali kepada Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan tertinggi sesuai UUD 45.

Jika pemutusan sengketa pilkada diserahkan kepada MA, PATTIRO merekomendasikan dua hal yang harus masuk ke dalam regulasi baru tersebut. Pertama, MA harus membuat “peradilan khusus” untuk menangani sengketa pilkada dimana para hakim agung yang menangani sengketa pilkada tidak boleh memiliki latar belakang atau berasal dari partai politik (parpol). Perlunya hakim agung sengketa pilkada bebas dari parpol adalah agar kasus Akil Mochtar tidak terulang kembali. Oleh karenanya, mekanisme pelaksanaan fit and proper test calon hakim agung untuk peradilan sengketa pilkada juga harus masuk kedalam regulasi baru tersebut.

Hal kedua yang perlu dimasukan ke dalam regulasi baru tersebut adalah, bahwa keputusan MA terhadap sengketa pilkada harus bersifat tetap dan mengikat sehingga tidak bisa dilakukan upaya untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) sebagaimana kasus-kasus hukum lain yang ditangani oleh MA. Hal ini untuk menghindari penyelesaian sengketa pilkada yang berlarut-larut. (***)

Jakarta, 23 Mei 2014

Sad Dian Utomo | Direktur Eksekutif PATTIRO
saddian@pattiro.org  | 0812 800 3045

Contact Person:
Rohidin Sudarno | Public Service Specialist
roi@pattiro.org | 081310539884

Scroll to Top
Skip to content