FOINI: UU ORMAS Ancaman Transparansi

Pelaksanaan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sudah berjalan empat tahun.  Banyak persoalan publik yang pelik bisa dibongkar. Dalam perkembangannya mulai muncul ancaman, kontradiksi dengan pelaksanaan UU Organisasi Masyarakat, implementasi aturan yang bagus tapi bermasalah atau sengaja disiasati terutama dalam pemberantasan korupsi, maupun dinamika internal pelaksanaa UU KIP.

Ronald Rofiandri dari Koalisi Kebebasan Berserikat [KKB] mengatakan bahwa dampak UU Ormas cukup masif dilakukan di berbagai daerah.  Sejumlah pemerintah daerah rancu mewajibkan registrasi bagi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS).  Ketua Majelis Hakim MK pada Sidang Uji Materi UU Ormas menanyakan jika tidak mendaftar apa yang akan dilakukan pemerintah? Pemerintah belum menjawab sampai sidang berakhir.  Sedangkan DPR menyatakan sukarela.

Ancaman nyata sudah mulai dialami seperti tidak mendapatkan pelayanan dari pemerintah.  PATTIRO Banten dan Fitra Sumatera Utara ditolak ketika mengajukan permohonan informasi atau sengketa informasi karena tidak bisa menyertakan SKT (Surat Keterangan Terdaftar) dari Kesbanglinmas.

Menurut Agus dari ICW, ancaman keterbukaan informasi berkaitan langsung dengan kasus-kasus korupsi.  Lima pelaku korupsi terbanyak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah pejabat publik yaitu: pegawai pemda/kementerian, direktur/komisaris/konsutan/pegawai swasta, kepala dinas, anggota DPRD, dan kepala negara.  Oleh karena itu, dalam hal permintaan informasi wajar jika masih ditemukan hambatan pada pelayanan informasi. Agus berharap kepada seluruh masyarakat untuk tidak diam dan harus “berteriak” jika mendapatkan informasi tentang korupsi.

Banyak modus yang dilakukan mafia koruptor. Inovasi teknologi pengadaan online pun disiasati, sehingga hanya perusahaan yang masuk kelompok mereka yang bisa melakukan pendaftaran.  Dalam sektor kehutanan modus yang sering ditempuh perusahaan setelah menebang hutan, kemudian pergi.  Oleh karena itu, ICW sedang mengajak OJK dan Bank Indonesia, agar hati-hati mengucurkan kredit terhadap perusahaan bermasalah.  Bank juga harus pedui terhadap lingkungan.

Diskusi Open Indoensia Forum (OIF) bertema Ancaman Terhadap Masa Depan Transparansi di Indonesia, yang diselenggarakan oleh Jaringan Masyarakat Sipil Freedom of Information Network Indonesia (FOINI),  mengusulkan agar Komisi Informasi memberikan acuan panduan yang lebih teknis agar tidak mengacu pada pertimbangan yang masih problematik dari UU Ormas.  Sedangkan pada ranah permasalahan hukum mengajukan ulasan atas undang undang tersebut. Forum juga mendesak agar KI Pusat benar-benar melindungi hak masyarakat untuk memperoleh informasi.

John Fresly yang hadir mewakili Komisi Informasi menyatakan bahwa KI tidak akan masuk ke ranah tersebut. Jika terjadi LSM yang tidak memiliki pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM diubah menjadi permintaan perrorangan sebagai Warga Negara Indonesia.  Pada sisi yang lain, John akan melakukan revisi Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi agar mediasi bisa dilakukan tanpa melihat persyaratan pemohon informasi dari badan hukum indonesia. Arie Setiawan dari PATTIRO menyayangkan kondisi ini.  “Indonesia menjadi inisiator gerakan internasional yang memotori keterbukaan informasi dan kesetaraan peran antara masyarakat dengan negara, yang dikenal dengan Open Goverment Partnership (OGP).  Bahkan pada tahun 2014-2015 ini menjadi pemimpinnya.  Jika untuk transparansi  informasi saja masih ada hambatan, bagaimana masyarakat bisa mengambil peran yang setara”  tandas Arie.

Narasumber:
Ari Setiawan, PATTIRO (085711883817)
Ronald Rofiandri, KKB (0818747776)
Agus Suharyanto, ICW (08128576873)

Scroll to Top
Skip to content