Selasa, 20 September 2011. Sebuah deklarasi pemerintahan terbuka atau Open Government Declaration dibuat. Delapan negara, yaitu Afrika Selatan, Amerika Serikat, Brasil, Filipina, Inggris, Meksiko, Norwegia, dan termasuk Indonesia, langsung menyatakan diri bergabung dengan OGP sebagai komitmen mereka dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih transparan dan bertanggung jawab. Kini, pada tahun 2014, jumlah peserta OGP telah bertambah, dari 8 menjadi 65 negara. Sayangnya, peserta OGP dari wilayah Asia Pasifik hanya berjumlah 10 negara – jumlah yang sedikit tentunya jika dibandingkan dengan banyaknya negara yang berada di wilayah ini.
Berangkat dari kondisi tersebut, bertepatan dengan Konferensi OGP Regional wilayah Asia Pasifik, berbagai organisasi masyarakat sipil baik dari negara peserta maupun non peserta OGP di wilayah ini merasa perlu untuk mengajak negara non partisipan bergabung dengan OGP. Maka untuk membantu negara-negara non partisipan tersebut mengerti tentang apa itu OGP beserta nilai-nilai di dalamnya, pemerintah dan organisasi masyarakat sipil Indonesia pun menyelenggarakan lokakarya OGP di 5 negara di wilayah Asia Pasifik – Malaysia, Kamboja, Vietnam, Myanmar, dan Papua Nugini – dengan dukungan beberapa badan donor seperti Ford Foundation, Asia Development Bank (ADB), Open Society Foundation’s South East Asia Initiative (OSF SEAI) dan Asia Foundation.
Kuala Lumpur, 13 Oktober 2014. Atas kerja sama Institute for Democracy and Economic Affairs (IDEAS) – sebuah organisasi masyarakat sipil Malaysia, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Transparency Internasional Indonesia (TII), Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dan Tim OGP Support Unit global, dengan koordinasi Sekretariat CSO OGP Indonesia,, Lokakarya OGP di Malaysia pun terlaksana.
Tingginya antusiasme pihak Malaysia dalam mengikuti acara ini terlihat dari banyaknya perwakilan yang hadir dari lembaga pemerintah seperti Komisi Anti Korupsi Malaysia, Asosiasi Bisnis Malaysia-Amerika, Kementerian Industri dan Perdagangan Internasional Malaysia, Penasihat Komisi Tinggi Inggris Bidang Ekonomi dan Politik, dan Performance Management and Delivery Unit (PEMANDU) – sebuah unit kerja yang bertanggung jawab kepada Perdana Menteri Malaysia. Selain perwakilan dari pihak pemerintah, perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat sipil, akademisi dari beberapa universitas di Malaysia, organisasi non – pemerintah di tingkat pusat dan negara bagian seperti dari Penang dan Sarawak turut hadir dalam lokakarya yang bertempat di Hotel Majestic Kuala Lumpur itu. Tak hanya itu, sebagai perwakilan dari pemerintah Indonesia, Freddy Panggabean, Penasihat Duta Besar Indonesia untuk Malaysia di Bidang Politik juga datang. “Sebagai bagian dari usaha untuk mencapai visi dan misi menjadi pemerintah yang transparan dan kredibel, sejak tahun 1998 hingga saat ini, pemerintah telah bertemu dan bekerja sama dengan masyarakat sipil untuk pemerintahan yang lebih baik. Tentu saja, perubahan sikap terus diperlukan. OGP menjadi salah satu platform di mana usaha tersebut telah secara sukses berjalan,” pernyataan Freddy pada pidatonya.
Bukan tanpa alasan pihak Malaysia tertarik untuk bergabung dengan OGP. Hal itu dikarenakan, sistem OGP menawarkan banyak keuntungan yang bisa didapat oleh negara anggotanya, antara lain tumbuhnya kepercayaan masyarakat sipil terhadap pemerintah. Selain itu, kepercayaan tersebut juga bisa datang dari para investor kepada negara peserta OGP yang berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Namun, Malaysia tidak begitu saja bisa bergabung dengan OGP karena ada syarat-syarat kelayakan yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut dibuat bukanlah untuk memberatkan negara yang ingin bergabung. “Syarat-syarat itu hanyalah sebagai ukuran minimal untuk tata pemerintahan yang lebih baik dan bagi negara yang ingin bergabung dengan gerakan OGP,” jelas Nanda Sihombing, seorang spesialis OGP dari Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO).
Menanggapi syarat-syarat tersebut, pihak organisasi masyarakat sipil Malaysia berkomitmen untuk mengambil tindakan penindaklanjutan atas lokakarya ini agar Malaysia dapat segera bergabung dengan Indonesia dan Filipina sebagai negara peserta OGP dan mendapatkan manfaat darinya. Tindakan yang akan mereka ambil antara lain, membentuk sebuah koalisi OGP yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil untuk mendorong pemerintah agar lebih terbuka. Selain itu, pihak organisasi masyarakat sipil Malaysia juga akan melibatkan pemerintah negara bagian, seperti Penang, yang pemerintahannya sudah lebih terbuka dibandingkan pemerintah pusat. Lalu, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingya OGP. Mereka juga akan mengembangkan alat-alat yang dapat mendukung transparansi dan keterbukaan data, serta mengembangkan program pemecahan masalah yang konkret dan mendasar. Terakhir para organisasi masyarakat sipil Malaysia akan melibatkan para pembawa perubahan di dalam pemerintahan demi kemajuan bersama.
Meski Malaysia belum dapat bergabung dengan OGP, harus kita apresiasi keinginan kuat mereka untuk melakukan berbagai perbaikan dalam sistem pemerintahannya. “Sesungguhnya mereka memiliki potensi untuk mejadi lebih baik, mereka harus sadar itu. Dan ada kesempatan yang dapat mereka gunakan untuk berubah demi tata pemerintahan yang lebih baik,” tambah Nanda.
*Sebagian informasi dalam artikel ini telah disebarkan kepada komunitas OGP melalui milis OGP internasional.
Penulis: Ega Rosalina
Penyunting: Nanda Sihombing