Oleh: Ardhi Maulana Fajrin*
Partisipasi Masyarakat Desa
Tahukah anda jika ada pemerintah desa di Kepulauan Selayar yang menjalin pengalihan mata air secara sepihak dari pengelolaan komunitas kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)? Bagaimana bisa seperti demikian? Kira-kira apa yang terjadi pada masyarakat desa jika PDAM yang merupakan badan usaha milik Negara (BUMN) diberi kewenangan untuk mengelolanya? Sudah pasti masyarakat harus membayar kebutuhan air mereka.
Dan tahukah anda tentang keberhasilan Kepala Desa Arungkeke, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat yang seringkali terabaikan di musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang)? Ia berhasil menyelesaikannya dengan bantuan lembaga swadaya masyarakat (LSM) melalui pendekatan timbal-balik (menghubungkan masyarakat dan pemerintah dengan LSM sebagai fasilitator). Apakah hal itu bisa terwujud jika masyarakat hanya berdiam diri?
Baik buruknya desa tentu masih dalam lingkaran tanggung jawab masyarakat desa selaku pengelolanya. Ketidakpedulian masyarakat dapat berujung pada monopoli merugikan seperti yang terjadi di Kepulauan Selayar. Di sisi lain, masyarakat yang aktif mampu menciptakan tata kelola pemerintahan yang partisipatif dan demokratis. Diterbitkannya Undang-Undang Desa secara jelas memberikan kewenangan pengelolaan desa kepada masyarakat desa. Masihkah kita ragu untuk berpartisipasi?
Masyarakat Desa
Secara etimologis masyarakat berasal dari bahasa Arab syaraka yang berarti ikut serta dan berpartisipasi. Sedangkan menurut Soekanto (2003) masyarakat adalah kumpulan manusia yang membentuk suatu kelompok yang hidup bersama-sama dan saling membantu satu sama lain dalam hubungannya atau saling berinteraksi. Dalam konteks desa, masyarakat adalah kumpulan manusia yang tinggal di suatu desa dan berinteraksi sesuai dalam suatu sistem kebudayaan.[1]
Dalam pasal 68 Undang-Undang Desa disebutkan bahwa masyarakat Desa memiliki sejumlah hak, yaitu hak untuk meminta dan mendapatkan informasi, memperoleh pelayanan, menyampaikan aspirasi, memilih dan dipilih, dan mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban[2]. Di sisi lain masyarakat desa juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dan aktif mendukung kegiatan di Desa.
Aktivasi Partisipasi Masyarakat Desa
Menurut Koentjaraningrat, partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan memiliki dua prinsip yang berbeda yaitu: 1.) Partisipasi dalam aktivitas-aktivitas bersama dalam proyek-proyek pembangunan yang khusus; 2.) Partisipasi sebagai individu di luar aktivitas-aktivitas bersama dalam pembangunan. Dalam setiap kegiatan pembangunan desa, masyarakat selalu memiliki tempat untuk berpartisipasi baik secara kelompok atau individu, sebagai perencana atau pelaksana, atau sebatas menjadi pendukung.[3] Tentunya, dari setiap peran pasti ada konsekuensi yang harus dibayar.
Disahkannya Undang-Undang Desa telah menjadi titik tolak dari kebangkitan partisipasi masyarakat desa dala pembangunan. Masyarakat kini mempunyai “tanggung jawab” lebih yang telah diatur dalam Undang-Undang Desa untuk ikut serta dalam menyukseskan pembangunan tempat tinggalnya. Menurut Moeljarto terdapat beberapa alasan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu:
- Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan terakhir pembangunan, partisipasi merupakan akibat logis dari dalil tersebut.
- Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat.
- Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan tidak terungkap. Arus informasi ini tidak dapat dihindari untuk berhasilnya pembangunan.
- Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari mana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki.
- Partisipasi memperluas kawasan penerimaan proyek pembangunan.
- Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintahan kepada seluruh masyarakat.
- Partisipasi menopang pembangunan.
- Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif bagi baik aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia.
- Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas daerah.
- Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.[4]
Pandangan diatas memperlihatkan bahwa partisipasi masyarakat memiliki potensi untuk mempengaruhi dan menentukan pembangunan. Masyarakat desa dapat berfungsi sebagai pelaksana, pengawas, pendukung, dan peninjau dalam suatu program. Semua fungsi tersebut perlu dilandasi komitmen yang kuat dari setiap individu.
Salah satu model perencanaan yang bisa dijadikan sebagai wadah partisipasi masyarakat adalah perencanaan partisipatif. Perencanaan partisipatif merupakan proses penyusunan rencana yang dilakukan oleh masyarakat secara sadar untuk mencapai suatu tujuan atau menyelesaikan permasalahan.[5] Pembuat keputusan rencana adalah masyarakat/pemangku kepentingan terkait dan dapat dibantu oleh para ahli. Model perencanaan ini akan lebih demokratis dan bisa menumbuhkan rasa memiliki terhadap rencana yang disusun. Pembahasan mengenai rencana desa diputuskan dalam musyawarah desa yang dilakukan minimal sekali dalam satu tahun.
*Penulis adalah Mahasiswa semester VI jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada yang telah menyelesaikan kerja praktik di PATTIRO.