Setelah dibanjiri protes masyarakat, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas III bagi kategori peserta mandiri. Namun, keputusan itu tidak berlaku bagi iuran dengan manfaat pelayanan kelas I dan II. Terhitung 1 April 2016, iuran BPJS Kesehatan Kelas II naik menjadi Rp 51.000,- per orang per bulan, dari yang sebelumnya hanya Rp 42.500,-. Sedangkan, untuk kelas I, iuran bulanan per orangnya meroket dari Rp 59.500 menjadi Rp 80.000,-.
PATTIRO menilai, tidak haram hukumnya jika BPJS Kesehatan menaikkan iuran pesertanya. Namun, harus diingat, sebagai badan publik, lembaga penjamin kesehatan masyarakat Indonesia itu harus bersedia buka-bukaan, terlebih soal informasi mengenai penghitungan biaya satuan premi peserta. “Jadi, BPJS Kesehatan harus buka hitung-hitungan biaya satuan premi agar publik tahu nominal RP 51.000,- dan Rp 80.000,- itu asalnya dari mana,” ujar Peneliti PATTIRO Didik Purwondanu.
Dengan membuka informasi tersebut, jelas Didik, masyarakat bisa memantau apakah iuran yang selama ini mereka bayarkan setiap bulannya sudah mencukupi atau belum. Dari situlah kemudian, masyarakat dapat menilai apakah sebenarnya kenaikan iuran BPJS Kesehatan masuk akal atau tidak. “Ini perlu dilakukan supaya masyarakat tidak merasa dicurangi, terlebih ketika pelayanan yang rumah sakit mitra BPJS Kesehatan berikan masih belum optimal,” terangnya.
Selain mentransparansikan informasi mengenai biaya satuan premi tersebut, juga wajib hukumnya bagi BPJS Kesehatan, sebagai badan publik, untuk membuka informasi mengenai besaran anggaran yang selama ini mereka kelola.
“BPJS Kesehatan itu kan badan publik, sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi, mereka harus buka itu berbagai informasi publik yang mereka miliki, termasuk besaran dana yang mereka dapat dari pemerintah dan dana publik yang mereka kelola. Mereka juga harus membuka informasi berapa jumlah masyarakat Indonesia yang terdaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan,” tambah Didik.
Lebih lanjut, terlepas dari pentingnya transparansi pengelolaan anggaran, BPJS Kesehatan juga harus membuka informasi mengenai alasan mereka merugi. “Perlu diberi tahu ke publik apakah kerugian terjadi karena sudah terlalu banyak orang sakit di Indonesa, atau karena besarnya biaya operasional rumah sakit, atau karena ada yang salah di dalam sistem pengklaiman sehingga terjadi pembengkakkan biaya. Ini perlu agar tidak ada asumsi-asumsi liar di masyarakat. Masyarakat perlu tahu, karena yang BPJS Kesehatan kelola ini uang masyarakat,” pungkas Didik.
Tidak hanya masalah keterbukaan anggaran dan alasan kenaikan iuran yang perlu lembaga itu pikirkan. Spesialis Pelayanan Publik PATTIRO Rokhmad Munawir menjelaskan, kenaikan iuran bulanan BPJS Kesehatan berpotensi menimbulkan persoalan baru.
“Karena iuran naik, dikhawatirkan peserta mandiri kelas I dan II justru malah berbondong-bondong pindah ke kelas III. Akibatnya, nanti ruang untuk kelas 3 jadi kepenuhan. Apalagi tingkah laku rumah sakit yang terkadang buruk, menolak pasien dengan alasan kamar penuh. Kalau ini terjadi, bisa-bisa rumah sakit malah makin sering nolak pasien BPJS Kesehatan,” ucap Rokhmad.
Jika kekhawatiran itu benar terjadi, Rokhmad menegaskan, pihak BPJS Kesehatan harus membuka diri dan bersedia berkolaborasi dengan masyarakat sipil yang tergabung di dalam Asosiasi Pengguna Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk melakukan pengawasan kepada rumah sakit. “Ini penting juga untuk dilakukan agar rumah sakit tidak semakin menolak pasien peserta JKN,” imbuhnya.
Rokmad juga menekankan, dalam tiga bulan ke depan, pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap kebijakannya menaikkan iuran BPJS Kesehatan. “Karena pemerintah tetap bersikeras menaikkan iuran BPJS Kesehatan, maka dalam kurun waktu tiga bulan mendatang, kebijakan ini harus dievaluasi. Jika memang tidak baik dampaknya terhadap masyarakat, mereka harus menurunkan kembali iuran tersebut. Jangan lupa, transparansikan juga itu hasil evaluasinya,” tandas Rokhmad.
Artikel ini dimuat di Rakyat Merdeka Online dengan judul Naikkan Iuran Peserta, BPJS Kesehatan Tidak Transparan.