Guna mendorong terciptanya pemerintahan desa yang akuntabel, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) bersama Komisi Informasi Pusat (KIP) melakukan penyusunan panduan Standar Layanan Informasi Publik Pemerintahan Desa (SLIP Desa).
Dalam penyusunannya, PATTIRO telah melakukan penilaian (assessment) di delapan desa di empat wilayah yaitu, Jawa Timur, Banten, Sumatera Utara dan Maluku Utara. Dan, PATTIRO juga mendiskusikan draf SLIP Desa tersebut dengan para ahli (expert meeting).
Untuk memperdalam penyusunan draf tersebut, agar SLIP Desa nantinya dapat mengakomodir semua pihak yang berkepentingan, PATTIRO bekerjasama dengan KIP dalam menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) pada Senin (6/6) kemarin di bilangan Gondangdia, Jakarta Pusat.
Direktur Eksekutif PATTIRO, Maya Rostanty memaparkan, berdasarkan masukan dari para ahli dari pertemuan sebelumnya, panduan SLIP Desa mesti dibuat sederhana agar tidak membingungkan aparatur desa.
“Perlu disinkronkan juga dengan Permendagri No. 3/2017 tentang PPID Pemda dan Permendagri No.2/2017 tentang Standar Pelayanan Minimal Desa,” terang Maya.
Selain itu, lanjut Maya, para ahli juga menambahkan perlunya peran pengawasan warga desa agar keterbukaan informasi menciptakan akuntabilitas, bukan menguntungkan para predator. Kemudian, panduan hendaknya dapat memperjelas peran dan tugas Kabupaten/Kota dalam mendorong keterbukaan informasi desa, dengan pengecualian informasi dan sengketa informasi jadi kewenangan kabupaten. Kelima, perlu dilampirkan format-format informasi sederhana. Lalu, aspek legal SLIP Desa lebih tepat menggunakan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 lembaga yakni, Komisi Informasi, Kemendesa dan Kemendagri. Ketujuh, menekankan alur mekanisme yang jelas tentang pengelolaan informasi.
“Dan kita juga masih perlu berdiskusi dengan tim KSP terkait kebijakan satu data,” tutur Maya.
Untuk FGD kali ini, tim penyusun SLIP Desa kembali mendapatkan dua masukan, pertama, menggali informasi dari lapangan, seperti Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indoneisa (APDESI), Badan Pengawas Daerah (BPD), serta pengalaman KI Daerah dalam menyelesaikan sengketa informasi desa untuk menyempurnakan konten SLIP Desa.
“Dan, tim juga harus merumuskan model keterbukaan informasi desa yang efektif dan implementatif,” tandasnya. (AR)