Pendataan Disabilitas Masih Menjadi Tantangan dalam Mewujudkan Pembangunan Inklusi

Disableicon675pxKontributor: Nurjanah dan Fitria

Dilatarbelakangi oleh keinginan mendokumentasikan praktek baik yang selama ini telah dilakukan di banyak daerah terkait pendataan disabilitas dan pelayanan publik ramah disabilitas, PATTIRO melakukan kajian praktik pelayanan publik ramah disabilitas dan pendataan disabilitas yang telah dilakukan oleh Mitra Program Peduli dan CSO di 5 kabupaten/Kota di 4 provinsi, yaitu provinsi Jawa Tengah (Sukoharjo), Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kulon Progo), Provinsi NTB (Lombok Barat), Provinsi Sulawesi Selatan (Bone), Provinsi Nusa Tenggara Timur (Sumba Barat), dan Provinsi Kalimantan Selatan (Banjarmasin). Mereka telah melakukan banyak pratek baik dalam kebijakan pelayanan publik dan pendataan penyandang disabilitas, seperti terbitnya Peraturan Desa tentang Desa Inklusi, SK Bupati terkait disabilitas, Peraturan Bupati tentang Pendidikan dan Kesehatan Inklusif, keterlibatan disabilitas dalam perencanaan pembangunan daerah, pendataan penyandang disabilitas dan praktek baik lainnya.

Novita Anggraeni, Program Manager PATTIRO menjelaskan, praktik baik ini sangat penting untuk diangkat terutama di tingkat nasional agar dapat diakomodasi dalam kebijakan dan atau peraturan yang lebih tinggi.

“Walaupun isu pendataan disabilitas dan pelayanan publik yang ramah disabilitas sudah sering didengar, tetapi sampai saat ini permasalahan itu kerap menjadi perbincangan yang masih membutuhkan solusi lebih lanjut, terutama di tingkat nasional, agar upaya baik dan inovasi yang telah dilakukan di banyak daerah dapat lebih diperluas ke daerah-daerah lainnya”, ujar Novita, yang disampaikan pada saat Diskusi Terfokus Hasil Kajian Pelayanan Publik Ramah Disabilitas dan Kajian Pendataan Disabilitas di Jakarta pada Januari 2018 lalu.

Terkait dengan pendataan disabilitas, lebih lanjut Novita menjelaskan, salah satu hambatan dasar dalam upaya pemenuhan hak disabilitas adalah ketiadaan data yang komphrehensif dan yang diperbaharui baik dari nama ataupun jenis kedisabilitasan.

“Ketiadaan data yang komprehensif ini berdampak pada pemenuhan hak disabilitas dalam memiliki data kependudukan, dokumen pendidikan, dan kartu penyandang disabilitas sebagaimana diatur dalam pasal 22 UU No. 8 tahun 2018 tentang penyandang disabilitas”, kata Novita.

Menurut Novita, pendataan partisipatif akan berjalan bila penyandang disabilitas dilibatkan, dan semua pihak dapat membantu melakukan pendataan disabilitas. “Pendataan disabilitas perlu melibatkan semua pihak termasuk mereka penyandang disabilitas, serta dukungan kebijakan dan anggaran dari pemerintah pusat dan daerah. Data ini dapat membantu pemerintah dalam merencanakan kebijakan, pendampingan, dan fasilitasi dalam mewujudkan pembangunan inklusi”, tegas Novita.

Menanggapi hal ini, Ade dari The Asia Foundation mengatakan persoalan kapasitas aparatur desa menjadi persoalan tersendiri dalam pendataan disabilitas. “Persoalan kapasitas aparatur desa untuk melakukan pendataan disabilitas secara umum dan spesifik, masih menjadi tantangan di daerah. Dalam pendataan penduduk di desa, Pemerintah Desa belum memiliki data warga penyandang disabilitas, seandainya kita punya data valid di desa tentu akan sangat berguna”, ujar Ade.

Fajri dari PSHK mengatakan salah satu tantangan dari pendataan disabilitas adalah instrumen pendataan itu sendiri. Menurut Fajri, perlu ada pemahaman bersama dari stakeholder terkait pendataan.

“Bicara pendataan disabilitas adalah bicara disabilitas secara keseluruhan, bukan hanya pendataan yang mendapatkan bantuan PMKS. Mandat yang diberikan kepada Kementerian Sosial sangat besar, tidak hanya terbatas pada PMKS, pendataan akan valid bila bermuara pada banyak pihak”, tegas Fajri.

Sementara itu, dari hasil kajian pendataan disabilitas yang dilakukan oleh PATTIRO, Novita menyampaikan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Pemerintah Pusat. “Diantara rekomendasi yang akan akan kami sampaikan terkait dengan pendataan disabilitas ini antara lain, perlu dibangun baseline data disabilitas di tingkat nasional, perlu di bangun persamaan persepsi dan pemaknaan disabilitas antar sektor, misalnya definisi disabilitas di sektor kesehatan, pendidikan dan data kependudukan administrasi kependudukan dan catatan sipil, serta perlu dipikirkan mekanisme pemutakhiran data dengan biaya yang terjangkau”, ujar Novita.

PATTIRO mengapresiasi kerja-kerja Mitra Program Peduli dan CSO yang sudah berupaya melakukan pendataan disabilitas dan upaya untuk meningkatkan pelayanan publik ramah disabilitas. “Apresiasi kami sampaikan kepada mitra program peduli dan CSO yang telah melakukan praktik baik pendataan disabilitas, dan harapan kami kepada pemerintah baik pusat maupun daerah dapat meningkatkan upaya pendataan disabilitas agar pembangunan inklusif bisa terwujud”, tambah Novita.

Scroll to Top
Skip to content