PATTIRO Selenggarakan Diskusi Publik “Kemana Arah Pembangunan Inklusi 2020-2024?”

Diskusi Publik Pembangunan Inklusi

PATTIRO telah melakukan kajian praktik baik terkait pendataan disabilitas dan pelayanan publik yang ramah bagi disabilitas di 6 kota/kabupaten di 6 provinsi. Kajian praktik baik ini didukung oleh YAKKUM, The Asia Foundation, dan Pemerintah Australia melalui Program Peduli Pilar Disabilitas Fase 2. Hasil dari kajian tersebut, PATTIRO telah meluncurkan dua buku yaitu Inovasi Pendataan Disabilitas dan Pelayanan Publik bagi Disabilitas (5 Juni 2018). Pada kesempatan peluncuran buku ini, Dr. Vivi Yulaswati, MSc,  Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Bappenas menyampaikan bahwa Bappenas sedang menyusun background study RPJMN. Bappenas juga sangat terbuka untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak termasuk masyarakat.

PATTIRO, dalam hasil kajiannya telah menemukan praktik-praktik baik yang telah dilakukan di beberapa daerah yang dapat berkontribusi untuk pembangunan inklusi yang akan dirancang pada RPJMN 2020-2024. Oleh karena itu, PATTIRO berinisiatif untuk merespon peluang tersebut dengan menyusun policy paper yang diawali dengan melihat potret RPJMN 2015-2019. Pada 17 Juli 2018, PATTIRO telah melaksnakan Diskusi Publik Temuan Desk Review RPJMN 2015-2019 di Bidang Kesejahteraan Sosial dengan tema “Kemana Arah Pembangunan Inklusi? (2020-2024)”. Diskusi Publik ini dilaksanakan di Hotel Sofyan, Jakarta. Kegiatan ini merupakan langkah awal kegiatan dalam proses penyusunan rekomendasi kebijakan RPJMN 2020-2024 dari masyarakat sipil yang akan diserahkan ke Bappenas selaku pengampu penyusunan RPJMN.

Maya Rostanty, Direktur PATTIRO menjelaskan hasil temuan review RPJMN 2015-2019. Menurutnya, pengakuan terhadap disabilitas telah dijamin oleh Undang-undang. “Telah ada pengakuan disabilitas dari pemerintah Indonesia melalui dengan meratifikasi konvensi PBB, sehingga menjadi bagian dari masyarakat global yang berkomitmen untuk melakukan segala upaya, untuk merealisasikan penghapusan segala bentuk diskriminasi dan menjamin partisipasi penyandang disabilitas dalam setiap aspek kehidupan. Contohnya, aspek terhadap pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, trasnportasi, lingkunga tempat tinggal yang layak, perlindungan sosial, mitigasi ebncana, kesempatan kerja, berusaha, hukum, politik, kewarganegaraan, informasi dan komunikasi, serta sistem sosial di masyarakat” papar Maya.

Lebih lanjut Maya menjelaskan, permasalahan atau tantangan yang di temukan terkait dengan pemenuhan hak disabilitas. “Penyandang disabilitas dan lanjut usia sering  mengalami kerentanan karena belum ada kebijakan yang terstruktur, masif, dan berpihak, kemudian yang lain ini memicu problem yang lain pelayanan publik dan sosial masyarakat yang tidak inklusi. Itu juga amenjadi pengahmbat bagi disabilitas untuk mandiri. Problem yang lain adalah keterbatasan data terkait keberadaan dan kondisi penyandang disabilitas dan lansia merupakan salah satu penyebab sering terabaikannya pemenuhan hak mereka. Salah satu menjadi tantangan peyediaan akses layanan bagi penyandang disabilitas adalah terbatasnya kapasitas pemahaman pemerintah dan masyarakat umum akan keberagaman kondisi dan keberadaan penyandang disabilitas”, ujar Maya.

Dari paparan yang disampaikan, Maya memberikan kesimpulan mengenai hasil analisis RPJMN 2015-2019, yaitu: 1) Pendataan disabilitas sangat penting untuk dilakukan, karena merupakan masalah ‘hulu’ agar disabilitas dapat mendapatkan akses layanan (Praktik pendataan hasil studi bisa dijadikan di-buy in untuk melaksanakan mandat UU No 8 Tahun 2016 dan perlu dicantumkan secara spesifik dalam RPJMN selanjutnya; 2) Strategi mainstreaming isu disabilitas di sektor dan isu pelayanan publik perlu dikembangkan agar memunculkan ownership dari Kemenpan RB maupun K/L sektoral, dengan mempertimbangkan regulasi sektoral yang telah terbit terlebih dahulu; Pengembangan mekanisme koordinasi menjadi penting untuk memastikan mainstreaming isu disabilitas ke K/L sektoral dan mainstreaming dalam perencanaan penganggaran bisa dilakukan dengan baik; 3) Terdapat GAP implementasi pembangunan inklusif antara perencanaan nasional dengan pelaksanaan di daerah.

Di akhir pemaparan, Maya menyampaikan rekomendasi PATTIRO dalam RPJMN 2020-2024. “Kami juga memberikan rekomendasi, di antaranya: 1) Pentingnya pendataan disabilitas dicantumkan secara eksplisit pada strategi pembangunan; 2) Pentingnya strategi mainstreaming dalam pelayanan publik sektoral  (RPJMNnya memuat pula terkait isu disabilitas; 3) Pentingnya pengembangan Rencana Induk Pembangunan Inklusi  dan pengembangan Forum Koordinasi sebagai basis mainstreaming ke pelayanan publik sektoral dan mainstreaming ke perencanaan penganggaran; 4) Mekanisme perencanaan penganggaran yang berpihak pada disabilitas dapat dilakukan tanpa harus memperkenalkan tools baru, yaitu dengan menggunakan mekanisme budget tagging (penandaan anggaran). Agar bisa terlaksana, diperlukan Rencana Induk Pembangunan  iklusi, akan diturunkan oleh masing-masing K/L sesuai tupoksinya, dibahas di forum Koordinasi, disusun kegiatan dan anggarannya, dilakukan budget tagging, dilakukan monev”, papar Maya.

Moris Nuaimi dari Bappenas menyambut dengan baik terkait usulan atau rekomendasi RPJMN 2020-2024 yang disampaikan oleh Maya Rostanty. “Silahkan rekomendasinya dibuat dengan sesimpel mungkin dan regulasinya juga diperjelas.  Dalam konteks perencanaandan  penganggaran, ketika ada regulasi juga implemntasinya tidak mudah. Mungkin menerbitkan buku perencanaan dan penganggaran berbasis gender masih dibilang mudah tapi implementasinya agak susah apalagi teman-teman daerah di bawah Kemendagri. Diperlukan orang-orang yang dapat menurunkan regulasi kebijakan di daerah, misalnya regulasi tentang desa”, ujar Moris.

Hal yang sama disampaikan oleh Udan Suheli, Kasubdit Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Fisik Kemensos. Udan menyatakan setuju dengan rekomendasi yang dipaparkan oleh Maya Rostanty. Menurutnya, rekomendasi yang ada di RPJMN 2015-2019 yang belum terlaksana secara optimal perlu dimasukkan kembali dalam RPJMN 2020-2024. “Rekomendasi yang ada di RPJMN memang belum terlaksana secara optimal perlu dimasukkan kembali dalam RPJMN 2020-2024, sehingga beberapa rekomendasi yang ada harus tetap dimasukan kembali di antaranya bidang sosial, peningkatan advokasi, peraturan-peraturan kebijakan, pemetaan perlindungan sosial pada skema manfaat penyandang disabilitas, pengembangan fasilitas dan mekanisme, dan pengembangan sarana prasarana harus terpadu untuk aksesibilitas”, papar Udan.

Yusuf Kurniawan, Kepala Bidang Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan dan Evaluasi Pelayanan Publik KemenpanRB menyatakan setuju dengan penjelasan dari Maya Rostanty. “Banyak inovasi yang telah dilakukan oleh OPD terkait dengan pemenuhan layanan bagi penyandang disabilitas. Salah satu contohnya adalah Dinas Kependudukan Pencatatn Sipil proaktif untuk mendatangi pengguna layanan yang berkebutuhan khusus ketika melakukan perekaman e-KTP atau data kependudukan yang lain”, kata Yusuf.

Yusuf juga menambahkan bahwa beberapa hal yang terkait dengan regulasi dan sosialisasi perlu diulangi terus menerus dan lebih ditingkatkan lagi karena sosialisasi peningkatan pelayanan berkebutuhan khusus masih sangat minim di daerah.

Menanggap yang disampaikan Yusuf, Novita Anggraini, Program Manajer di PATTIRO menambahkan bahwa pemahaman tentang ramah disabilitas di masyarakat itu adalah mahal. “Pemahaman seperti salah, tidak perlu biaya khusus, cukup dari biaya peralatan yang ada. Selain itu, pemahaman kepada petugas layanan juga harus dimainstreamingkan. Saat di lapangan, kami juga menemukan banyak gedung atau Rumah Sakit Daerah atau Puskesmas sudah dibangun terkait aksesibilitas ini tapi banyak yang tidak terpakai (hanya mengira-ngira ukuran atau standartnya) padahal sudah ada standartnya dari PUPR”, ujar  Novi.

Pada akhir acara, Maya Rostanty sebagai Direktur PATTIRO mengucapkan terima kasih atas kontribusi peserta dalam kegiatan diskusi ini. Peserta yang berkontribusi memberikan tanggapan dan masukan untuk rekomendasi RPJMN 2020-2024 bisa dikatakan hampir 90% dari peserta yang hadir. “Kami mengharapkan RPJMN lima tahun ke depan menjadi satu hal yang penting untuk diberikan masukan dan rekomendasi ini diharapkan menjadi kebijakan”, tutur Tanty.

Kontributor: Diah Mardhotillah/Fitria

Scroll to Top
Skip to content