PATTIRO merekomendasikan Kementerian Dalam Negeri untuk merevisi kebijakan terkait penanganan Covid-19 dengan mekanisme Belanja Tidak Terduga (BTT) dengan membuka opsi mekanisme penandaan anggaran untuk Covid19. Rekomendasi ini disampaikan oleh PATTIRO dalam acara Local Governance Forum yang bertajuk “Mungkinkah Sanksi Penundaan DAU Dicabut?” pada Rabu 20 Mei 2020 yang diselenggarakan oleh PATTIRO secara daring.
Direktur PATTIRO, Maya Rostanty mengatakan rekomendasi ini diusulkan setelah melakukan monitoring terhadap 19 Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten yang terkena sanksi penundaan penyaluran DAU.
“Kami melakukan monitoring melalui survey monkey ke daerah yang terkena sanksi penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU). Monitoring ini dilakukan untuk merespon kebijakan sanksi penundaan penyaluran DAU sebesar 35% oleh Kementerian Keuangan kepada 380 daerah Provinsi dan Kab/Kota, yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 10/KM.7/2020 tentang Penundaan Penyaluran DAU dan/atau Dana Bagi Hasil terhadap Pemerintah Daerah yang tidak melakukan penyesuaian APBD Tahun Anggaran 2020”, ujar Maya.
Melalui survey yang dilakukan, terungkap bahwa kendala utama yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam menyampaikan laporan yang belum sesuai standar adalah karena mereka kesulitan melakukan koordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) karena OPD merasa anggarannya “diambil” padahal OPD memiliki target kinerja yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan pemerintah daerah diinstruksikan untuk mengelola anggaran penanganan Covid melalui mekanisme Belanja Tidak Terduga (BTT) melalui Instruksi Mendagri No 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaraan dan Percepatan Penanganan Covid yang diterbitkan pada 2 April 2020.
“Di masa pandemi Covid-19 ini pemerintah daerah merasa kesulitan untuk melakukan koordinasi dengan OPD untuk melakukan penyesuaian APBD dalam penanganan Covid-19 di daerah, ditambah tidak adanya petunjuk teknis yang jelas yang disediakan oleh pemerintah pusat”, kata Maya.
“Untuk mengatasi kendala ini, diperlukan opsi selain mekanisme BTT, antara lain dengan mekanisme penandaan anggaran untuk Covid-19. Dengan menggunakan mekanisme penandaan anggaran untuk Covid, alokasi tetap di OPD terkait namun OPD diminta untuk melakukan revisi kegiatan agar berkontribusi pada upaya penanganan Covid-19”, tambah Maya.
Menanggapi hasil monitoring yang disampaikan oleh PATTIRO, Kepala Sub Direktorat DAU Kementerian Keuangan, M. Nafi mengatakan dalam penanganan Covid-19 perlu dilakukan terobosan kebijakan salah satunya adalah refocusing Belanja APBD agar fokus pada penanganan covid-19.
“Dengan adanya wabah Covid-19 ini terjadi pelemahan ekonomi dan penurunan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah menganggap perlu dilakukan terobosan kebijakan. Saat ini setidaknya terdapat tiga terobosan kebijakan yang dilakukan, yaitu penyesuaian alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) melalui Perpres 54/2020 untuk dialihkan pada penanganan Covid-19 secara terpusat, refocusing TKDD agar digunakan untuk penanganan Covid-19, dan refocusing Belanja APBD agar fokus pada penanganan Covid-19”, ungkap Nafi.
M.Nafi menambahkan refocusing Belanja APBD agar fokus pada penanganan Covid-19 telah diatur dalam SKB Mendagri dan Menkeu No. 119/2813/SJ/2020 dan 177/KMK.07/2020. Di dalam aturan ini Kepala Daerah harus melakukan penyesuaian belanja daerah melalui: 1) Rasionalisasi belanja pegawai (tunjangan tambahan penghasilan, honorarium, uang lembur); 2) Rasionalisasi belanja barang/jasa sekurang-kurangnya 50% (perjalanan dinas, barang pakai habis, cetak, pakaian dinas,pemeliharaan, perawatan kendaraan, sewa, jasa kantor, konsultasi, tenaga ahli, konsumsi rapat, sosialisasi dsb); dan 3) Rasionalisasi belanja modal sekurang-kurangnya 50% (pengadaan kendaraan, mesin/alat berat, tanah, renovasi gedung/ruangan, pembangunan gedung baru, dan lainnya.
Terkait dengan implementasi peraturan ini, pemerintah menyadari komitmen daerah yang belum sepenuhnya melaksanakan penyesuaian belanja APBD.
“Sampai periode 18 Mei 2020, terdapat 148 daerah yang dikenakan sanksi penundaan penyaluran DAU sebesar 35%, jumlah ini berkurang dari sebelumnya sebanyak 380 daerah. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan adalah memberikan konsultasi secara online melalui call center atau whatsapp group help desk Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan apabila terdapat pertanyaan atau rekonfirmasi lebih lanjut”, tambah Nafi.
Kasubdit Fasilitasi DBH dan DAU Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sofyan, menanggapi bahwa dengan adanya refocussing belanja APBD, Pemerintah Daerah dapat mengoptimalkan belanja tidak terduga.
“Melalui adanya refocussing ini, Pemda dapat mengoptimalkan belanja tidak terduga untuk digunakan kegiatan penanganan Covid-19, dan adanya inisiasi dari Pemda sendiri untuk mengidentifikasi belanja-belanja perjalanan dinas yang dianggap tidak begitu penting untuk saat ini”, ujar Sofyan
Sebagai penutup diskusi, Maya menyampaikan pentingnya Pemerintah Pusat mengintensifkan proses asistensi teknis kepada pemerintah daerah dalam melakukan realokasi dan refocusing APBD. (FM)