Menghadapi pandemi COVID-19, pemerintah menetapkan kebijakan untuk mengantisipasi penyebaran dan dampak yang ditimbulkannya melalui Perppu No. 1/2020 yang telah diundangkan menjadi UU No. 2/2020.
Salah satu imbas dari dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah diprioritaskannya penggunaan Dana Desa untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT). Hal ini menuntut Desa untuk cepat melakukan perubahan terhadap APBDesa yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk meminimalisir kendala yang dihadapi oleh Desa dalam melakukan perubahan tersebut, tiga kementerian terkait yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, mengeluarkan kebijakannya masing-masing secara terpisah. Akan tetapi berbagai peraturan tersebut justru menyebabkan pemerintah desa mengalami kebingungan. Demikian salah satu poin yang mengemuka dalam Local Governance Forum yang diselenggarakan secara online oleh PATTIRO bekerjasama dengan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) pada Kamis, 18 Juni 2020.
Menurut Sekretaris Jenderal APDESI Agung Heri, pada umumnya Desa mengalami dilema. Di satu sisi mereka dituntut untuk cepat melakukan perubahan, tetapi di sisi lain mereka juga direpotkan untuk mempelajari berbagai macam regulasi, terlebih jika ada perubahan regulasi yang cepat. “Yang dibutuhkan oleh Desa adalah satu pedoman praktis yang dapat dipelajari dan dilaksanakan secara cepat,” ungkap Agung.
Hal senada disampaikan oleh Direktur PATTIRO Maya Rostanty. Menurut Maya, paling tidak semestinya ada keputusan bersama antar-kementerian agar ada satu regulasi yang mudah untuk dijadikan pedoman. “Kita dapat mengambil contoh praktik refocusing dan realokasi APBD yang diatur melalui Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. Hal ini membantu pemerintah daerah melakukan perubahan APBD secara cepat,” ujar Maya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Dana Transfer Umum Kementerian Keuangan Adriyanto mengatakan, tidak benar jika pemerintah bermaksud mempersulit Desa. Bahkan melalui peraturan Menteri Keuangan yang baru, yaitu PMK Nomor 50/PMK.07/2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa, Pemerintah memberikan relaksasi dalam persyaratan pencairan Dana Desa. Merujuk pada beleid tersebut, pencairan Dana Desa untuk tahap kedua tidak harus dilengkapi dengan persyaratan dokumen apapun. Adriyanto juga membantah jika ketiga kementerian tidak melakukan koordinasi. Menurutnya, ketiga kementerian intensif melakukan koordinasi sebelum mengeluarkan kebijakannya masing-masing. Adriyanto menambahkan, keluarnya berbagai peraturan Menteri tersebut merupakan bentuk dari pelaksanaan mandat UU No. 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
Sementara itu, Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kementerian Desa Bito Wikantosa meyakinkan pemerintah Desa untuk tidak risau pada saat melakukan perubahan APBDes. “Kuncinya ada di musyawarah Desa. Keputusan apapun yang diambil terkait dengan pengalokasian BLT DD, termasuk keputusan untuk mengubah APBDes, jika itu disepakati dalam musyawarah Desa, maka keputusan tersebut telah sah secara hukum,” ujar Bito.
Menurut Bito, Peraturan Menteri Desa No. 6/2020 yang diperbarui dengan Peraturan Menteri Desa No. 7/2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, menurutnya merupakan pedoman yang sangat jelas bagi pemerintah Desa dalam mengalokasikan APBDes-nya diprioritaskan untuk BLT. Bito juga meyakinkan bahwa tidak ada konflik antara Peraturan Menteri Desa tersebut dengan Peraturan Menteri Keuangan. “Masing-masing mengatur sesuai dengan porsinya,” demikian Bito menambahkan.
Direktur Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemerintah Desa Kementerian Dalam Negeri Benny Irwan menambahkan, meskipun kementeriannya juga mengeluarkan aturan tentang pengalokasian APBDes untuk BLT, namun dipastikan peraturan tersebut tidak berbenturan dengan Peraturan Menteri Desa. Menurutnya, peraturan yang dikeluarkan oleh dua kementerian tersebut adalah saling mengisi. Sebagai contoh, jika dalam peraturan Menteri Desa hanya diatur tentang BLT dari Dana Desa, pada Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 3/2020 mengatur tentang peluang Desa untuk menggunakan sumber pendapatan lain, misalnya Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai BLT. Peraturan tersebut juga memberikan pedoman bagi Desa untuk memasukkan alokasi untuk penanganan COVID-19 ke dalam nomenklatur Belanja Tak Terduga, serta memerintahkan kepada gubernur dan bupati/walikota untuk memfasilitasi perubahan APBDes.
Benny menambahkan, kementeriannya juga telah membuka kunci akun Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) untuk memfasilitasi Desa agar dapat melakukan input lebih dari satu kali akibat perubahan APBDes.
Dana Desa Masih Tetap Ditransfer
Dalam diskusi tersebut juga mengemuka adanya kekawatiran Desa akan dihentikannya transfer Dana Desa selama pandemi COVID-19. Kekhawatiran ini muncul karena adanya ketentuan dalam Pasal 28 ayat (8) UU No. 2/2020 yang menganulir Pasal 72 ayat (2) UU Desa. Anggapan ini dibantah oleh Bito. Menurutnya, ketentuan Pasal 72 ayat (2) UU Desa hanya mengatur tentang pelaksanaan program yang menggunakan Dana Desa. Sedangkan ketentuan yang mengatur tentang transfer Dana Desa diatur pada Pasal 72 ayat (1).
“Selama Pasal 72 ayat (1) UU Desa masih berlaku, maka transfer Dana Desa akan tetap ada. Jadi jangan mudah percaya dengan hoax,” ujar Bito menjelaskan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Adriyanto. “Dana Desa tetap ada”, tegas Adriyanto.
Bagi yang ingin mengikuti diskusi ini secara lengkap, dapat menontonnya dibawah ini