PATTIRO Dorong Kemendagri Menunda Pemberlakuan Permendagri No. 90 Tahun 2019

YouTube video

PATTIRO meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menunda diberlakukannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah. Hal ini disebabkan masih banyak pemerintah daerah yang belum siap melakukan penyesuaian kode dan nomenklatur APBD-nya. Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur PATTIRO, Maya Rostanty dalam Local Governance Forum (LGF) yang diselenggarakan pada Kamis, 6 Agustus 2020 secara daring oleh PATTIRO bekerjasama dengan The Asia Foundation.

LGF yang bertajuk “Implementasi Permendagri No. 90 Tahun 2019: Bagaimana Arah Kebijakan Perencanaan Pembangunan Daerah?” ini diikuti lebih dari 200 orang peserta dari berbagai perwakilan pemerintah daerah, para pegiat anggaran, perguruan tinggi, dan stakeholder lainnya. Sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah 1 Kemendagri Nyoto Suwignyo, Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kemendagri Bahri, Direktur Evaluasi dan Sistem Informasi Kementerian Keuangan Agung Widiadi, Kepala Pusat Data dan Analisa Pembangunan Provinsi Papua Andri, dan Direktur IDEA Tenti Kurniawati.

Lebih lanjut Maya menyampaikan, Permendagri No.90 Tahun 2019 ini dikhawatirkan akan menutup ruang inovasi yang selama ini telah banyak muncul di berbagai daerah, serta menghambat program dan kegiatan yang dianggap penting untuk mencapai tujuan pembangunan daerah sesuai dengan karakteristiknya. “Hasil pemetaan yang kami lakukan terhadap APBD Provinsi Papua tahun 2020 menemukan 36 kegiatan yang tidak diakomodir oleh Permendagri ini, padahal ke-36 kegiatan tersebut sangat penting dalam konteks Papua karena terkait dengan urusan lingkungan hidup dan kehutanan, tata ruang, dan ketahanan pangan,” tambah Maya.

Permendagri No.90 Tahun 2019 juga dikhawatirkan akan berbenturan dengan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Bagan Akun Standar (BAS) untuk Daerah, yang rancangannya telah disiapkan oleh Kementerian Keuangan. PP tentang BAS untuk Daerah ini sendiri dimandatkan oleh PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. “Jika nanti PP ini disahkan dan substansinya tidak sinkron, maka akan membingungkan daerah dalam implementasinya. Pengalaman pemerintah daerah diminta menyusun dua jenis laporan keuangan, yaitu  versi Permendagri 13/2006 dan versi Standar Akuntansi Pemerintahan diharapkan tidak terulang kembali”, ujar Maya.

Agung Widiadi dalam kesempatan tersebut menyatakan, PP ini ditargetkan selesai pada tahun ini.

Menegaskan apa yang disampaikan Maya, Andri mengatakan, Permendagri ini seperti menyamaratakan semua daerah. Padahal, setiap daerah bisa saja memiliki kegiatan yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. “Di Provinsi Papua itu ada Biro Otsus di bawah Sekretariat Daerah, tetapi itu tidak ada kode dan nomenklaturnya dalam Permendagri. Kami memang diberikan kesempatan untuk mengusulkan pemutakhiran kode dan nomenklatur program, kegiatan, termasuk organisasi perangkat daerah. Tetapi proses ini membutuhkan waktu, sementara di sisi lain kami dikejar dengan waktu untuk penyusunan rencana kerja tahunan pemerintah daerah,” ungkap Andri.

Berdasarkan permasalahan tersebut, PATTIRO meminta kepada Kemendagri untuk menunda pemberlakuan Permendagri No. 90 Tahun 2019 hingga pemerintah daerah selesai melakukan penyesuaian kode dan nomeklatur APBD-nya, dan menunggu disahkannya RPP BAS. Selain itu PATTIRO juga mendorong agar dilakukan revisi  terhadap Permendagri No. 90 Tahun 2019 agar sinkron dengan RPP BAS untuk Daerah dan revisi Permendagri No 13 Tahun 2006 yang saat ini prosesnya masih berlangsung.

Sementara itu, Nyoto Suwignyo mengatakan, Permendagri No. 90 Tahun 2019 ini mencoba memastikan kewenangan daerah dijalankan dengan sebaik-baiknya dan tidak ada tumpang tindih. “Permendagri ini lebih konkret dari Permendagri No. 13 Tahun 2006, karena mencoba memastikan daerah menjalankan kewenangan sebaik-baiknya. Selama ini pemerintah daerah banyak mengerjakan kewenangan pusat sementara kewenangannya sendiri tidak dijalankan,” ujar Nyoto.

Lebih lanjut Nyoto mengatakan, sebenarnya pemerintah daerah tidak dihambat inovasinya, karena mereka masih diberikan kesempatan untuk mengusulkan program dan kegiatannya kepada Kemendagri. Berdasarkan usulan tersebut, Kemendagri akan melakukan pemutakhiran terhadap Permendagri No. 90 Tahun 2019, sehingga harapannya program dan kegiatan daerah tersebut dapat diakomodir di dalamnya. Dari data yang disampaikan, hingga saat ini baru 60% dari seluruh pemerintah daerah yang telah menyampaikan usulan, dan dari jumlah tersebut baru 80% yang sudah dibahas dan mengakomodir usulan daerah. “Kami targetkan pemutakhiran ini selesai tahun ini, sehingga penganggaran pemerintah daerah untuk tahun 2021 sudah dapat mengacu pada Permendagri No. 90/2019 yang sudah dimutakhirkan,” ujar Nyoto.

Direktur IDEA Tenti Kurniawati mengatakan, penerapan Permendagri ini semestinya memperhatikan inovasi yang ada di daerah. Banyak daerah yang telah mengembangkan sistem penganggaran yang sudah cukup baik dengan melalui proses yang panjang. “Jangan sampai inovasi daerah dalam memperbaiki kinerja dan dalam mengembangkan atau mengatasi masalah kesenjangan gender tidak dapat seimbang. RPJMD dan rencana kerja bisa diakses, tetapi data anggaran kurang dibuka. Oleh karena itu, aspek transparansi lebih bisa didorong terkait satu data,” ujar Tenti.

Di akhir diskusi, Bahri dari Ditjen Bina Keuda Kemendagri secara terbuka mengajak Agung Widiadi dari Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu untuk membahas RPP BAS untuk Daerah. (FM/BU).

Scroll to Top
Skip to content