Pemanfaatan Dana Reboisasi Belum Optimal

JAKARTA, KOMPAS — Dana bagi hasil sumber daya kehutanan dana reboisasi belum dimanfaatkan secara optimal untuk pengelolaan perhutanan sosial. Dana reboisasi yang mengendap di daerah pun cukup besar. Padahal, dana ini dapat digunakan untuk memperluas akses lahan hutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Data Direktorat Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan menunjukkan, masih terdapat sisa dana bagi hasil dana reboisasi (DBH DR) sebesar Rp 4,17 triliun yang belum dimanfaatkan. Dana tersebut masih mengendap di kas daerah dengan rincian Rp 1,3 triliun di pemerintah provinsi dan Rp 2,7 triliun di pemerintah kabupaten atau kota.

DBH dana reboisasi merupakan dana bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan dan reboisasi. Dana ini salah satunya dapat digunakan untuk pemberdayaan masyarakat dan perhutanan sosial.

“Di strategis lainnya, DBH DR juga bisa digunakan untuk pemberian bantuan langsung tunai bagi masyarakat di sekitar hutan agar kesejahteraan masyarakat bisa tetap terjaga. Produk yang dihasilkan dari perhutanan sosial bisa saja belum menghasilkan. DBH DR dengan proporsi 30 persen dari total pagu bisa digunakan untuk itu,” kata Kepala Seksi Alokasi Dana Bagi Hasil SDM Kementerian Keuangan Denny Kurniawan di Jakarta, Kamis (9/6/2022).

Menurut dia, pemanfaatan DBH DR dapat dioptimalkan untuk pemberdayaan perekonomian daerah, terutama pengembangan produk-produk yang terkait dengan perhutanan sosial. Standardisasi dan sertifikasi pemasaran pada produk perhutanan sosial dapat dilakukan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.

Kepala Pusat Kebijakan Strategis Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Thomas Nifinluri menambahkan, ketentuan mengenai perluasan penggunaan DBH DR telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216 Tahun 2021. Kebijakan ini dinilai dapat membuka kesempatan lebih luas dalam pemanfaatan DBH DR untuk kegiatan strategis yang tak hanya terbatas pada kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

”Aturan saat ini sudah berkembang dan sangat kompatibel dengan dinamika pembangunan yang ada sekarang. Karena itu, kami mengingatkan pada provinsi, terutama penghasil produk perhutanan, agar dapat memanfaatkan dana tersebut semaksimal mungkin untuk mendukung program perhutanan sosial,” ujarnya.

Adapun pengembangan usaha perhutanan sosial yang bisa dilakukan, antara lain, untuk pembentukan kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS), penguatan kapasitas kelembagaan KUPS, serta pengelolaan kawasan hutan seperti agroforestri dan agrosilvopastura. Selain itu, pengembangan lain yakni peningkatan nilai tambah pada produk perhutanan sosial serta mengembangkan usaha dari produk perhutanan sosial.

Thomas menyampaikan, pada 2022 DBH DR yang disalurkan ke provinsi penghasil produk perhutanan sebesar Rp 656 miliar. Dana paling besar diterima oleh Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat, Papua, Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat.

Namun, penyerapan dari DBH DR di sejumlah wilayah tersebut belum maksimal. Pada 2021, lima provinsi dengan sisa DBH DR terbesar yakni Kalimantan Tengah (Rp 604 miliar), Kalimantan Utara (Rp 319 miliar), Kalimantan Timur (Rp 182 miliar), dan Maluku (Rp 85,7 miliar).

Program Officer PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) untuk program SETAPAK, Diah M, menyampaikan, Provinsi Sumatera Barat dapat menjadi praktik baik dalam pengelolaan DBH DR dalam mendukung perhutanan sosial di daerahnya. Hal tersebut tampak dari kebijakan serta perencanaan dan penganggaran yang ditentukan terkait pemanfaatan DBH DR.

Dari sisi kebijakan, Provinsi Sumatera Barat telah berkomitmen untuk memperluas perhutanan sosial di wilayahnya sebesar 50.000 hektar per tahun. Selain itu, upaya lainnya ialah dengan meningkatkan nilai tambah pengelolaan hasil hutan bukan kayu bagi masyarakat di sekitar hutan. Sejumlah kebijakan pun diatur untuk meningkatkan nilai tambah produktivitas pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan, termasuk hutan sosial.

”Komitmen dari pemerintah daerah sangat menentukan pengelolaan perhutanan sosial yang lebih baik. Di Sumatera Barat, perhutanan sosial telah menjadi fokus pembangunan pemerintah yang tertuang pada RPJMD 2021-2026,” ujar Diah.

Sumber:
https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/06/09/pemanfaatan-dana-reboisasi-belum-optimal

Berita

Berita Lainnya

Newsletter

Scroll to Top
Skip to content