ToT Kajian Kerentanan untuk Adaptasi Perubahan Iklim di Sektor Pertanian

Perubahan iklim secara ekstrim menjadi ancaman tersendiri bagi produktivitas pertanian di Indonesia. Hal ini dapat mengganggu ketahanan pangan sekaligus berdampak pada kerugian ekonomi. Sebagai upaya untuk mengidentifikasi risiko perubahan iklim terhadap sektor pertanian di daerah, PATTIRO bekerja sama dengan PI AREA menyelenggarakan pelatihan metodologi penelitian dampak perubahan iklim di sektor pertanian pada 19-21 Juli 2022.

Pelatihan yang diselenggarakan secara daring ini diikuti oleh kelompok masyarakat sipil mitra program VICRA yang tersebar di empat provinsi di Indonesia, yaitu Lampung, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Secara lebih spesifik, pelatihan ini memberikan pemahaman kepada para mitra terkait proses pengolahan, analisis, dan pemanfaatan data yang dapat dijadikan bahan untuk mengidentifikasi dampak perubahan iklim.

“Hasil kajian perubahan iklim di daerah dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk menyusun kebijakan adaptasi perubahan iklim, terutama pada sektor pertanian,” ujar Direktur Eksekutif PATTIRO, Bejo Untung dalam sambutan pembukaannya.

Dalam pelatihan tersebut, hadir narasumber peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Woro Estiningtyas, Analis Kebijakan Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Arif Wibowo, dan Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dodo Gunawan.

Dalam paparannya Woro Estiningtyas menjelaskan dampak perubahan iklim dalam sektor pertanian bersifat spesifik berdasarkan lokasi dan memiliki besaran dampak yang beragam. Adaptasi merupakan salah satu pendekatan dalam rangka meminimalkan risiko dan dampak perubahan iklim. Hal ini memerlukan dukungan berupa kajian kerentanan usaha tani untuk mengetahui tingkat kerentanan dan sebaran lokasi serta faktor penentu. Kajian kerentanan dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun rekomendasi dalam rangka peningkatan kapasitas adaptasi serta mengurangi keterpaparan dan sensitivitas. Kajian kerentanan ini, tambah Woro, juga perlu didukung dengan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas proses adaptasi.

Dalam rangka mendukung kajian kerentanan perubahan iklim, KLHK telah memiliki basis data yang dapat diakses secara terbuka melalui Sistem Informasi dan Data Indeks Kerentanan (SIDIK). Arif Wibowo mengatakan, SIDIK juga dapat membantu dalam penyusunan rencana aksi adaptasi agar lebih terarah dan efektif sekaligus menjadi alat monitoring dan evaluasi kebijakan, program, dan aksi ketangguhan iklim. Sistem ini juga memiliki fitur untuk menambah indikator kerentanan yang diperoleh dari data Potensi Desa yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) maupun data lainnya.

Sementara itu, Dodo Gunawan mengatakan bahwa BMKG telah memproyeksikan peningkatan suhu udara di Indonesia sebesar 0.5˚C pada 10 tahun mendatang, serta berkurangnya curah hujan pada musim kemarau sekitar 20%. Menanggapi hal ini, fasilitator utama PI AREA, Perdinan, mengatakan bahwa perubahan iklim tersebut perlu untuk diadaptasi guna mengurangi risiko. Ia memproyeksi kerugian yang akan dialami pada sektor pertanian akibat perubahan iklim pada tanaman padi, jagung, dan kedelai. Padi bergantung pada variabel iklim curah hujan dan suhu udara. Padi akan mengalami penurunan produksi sebanyak 50% ketika suhu udara naik 1-2.5˚C dan curah hujan turun hingga 5-25%. Jagung dan kedelai bergantung pada variabel curah hujan. Suplai jagung akan menurun hingga 0.98% apabila terjadi peningkatan curah hujan sebesar 10%. Hal ini lantaran tanaman jagung membutuhkan curah hujan sekitar 85-200 mm/bulan. Sementara itu kedelai akan mengalami peningkatan produktivitas hingga 27.3% apabila curah hujan meningkat 50 mm/bulan.

Dalam pelatihan ini peserta dikenalkan dengan instrument pengolahan dan analisis data kerentanan iklim serta melakukan simulasi penghitungan kalkulator Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), simulasi neraca air, pemanfaatan data iklim dari BMKG, praktik permodelan iklim dan produksi padi, dan analisis dampak skenario perubahan iklim terhadap produksi padi. Lebih lanjut peserta diberikan penugasan untuk melakukan analisis kerentanan iklim di daerah dampingannya masing-masing yang akan digunakan sebagai bahan advokasi.

Scroll to Top
Skip to content