Praktik Baik Pengelolaan Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi (DBH DR) di Sumatera Barat

Terhitung per akhir 2021, Direktoral Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan merilis data mengenai sisa Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi (DBH DR) yang ada di daerah. Berdasarkan data tersebut, masih banyak pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang belum mengoptimalkan pengelolaan DBH DR. Di sisi lain, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 216/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam dan Kehutanan Dana Reboisasi guna mengakselerasi pengoptimalan penggunaan DBH DR.

Dalam rangka menyampaikan praktik baik pengelolaan DBH DR, PATTIRO didukung The Asia Foundation menggelar Diseminasi Hasil Kajian Praktik Baik Pengelolaan DBH DR dalam Mendukung Perhutanan Sosial di Sumatera Barat pada Rabu (28/09) secara daring melalui Zoom dan Youtube. Provinsi ini dipilih karena memiliki serapan DBH DR tinggi dalam beberapa tahun dan memiliki kebijakan daerah yang mendukung akselerasi perhutanan sosial. Harapannya, praktik baik ini akan menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengoptimalkan penggunaan DBH DR terutama bagi daerah yang sisa DBH DR-nya masih sangat besar. Sebagai penanggap kegiatan ini yaitu Kasubdit Bina Usaha Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Analis Konservasi Kawasan Kementerian Dalam Negeri, Kasubdit Dana Bagi Hasil DJPK Kementerian Keuangan, dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, hadir pula Direktur Jenderal PSKL KLHK sebagai keynote speaker.

Berdasarkan paparan Diah Mardhotillah, Program Officer PATTIRO, serapan penggunaan DBH DR di Provinsi Sumatera Barat pada 2020 sebesar 97,31% dan pada 2021 sebesar 87,16%. Sementara itu, terdapat empat faktor keberhasilan dalam mendukung Perhutanan Sosial di Sumatera Barat, yaitu komitmen Pemerintah Daerah dalam mendorong Perhutanan Sosial, Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial yang optimal, Koordinasi dan Kolaborasi yang positif antar pemangku kepentingan, serta adanya data pilah penerima manfaat dalam Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Selain keempat faktor keberhasilan tersebut, keterlibatan kaum muda dalam pengelolaan DBH DR di Sumatera Barat juga menjadi hal yang menarik untuk disorot. Danang Kuncara Sakti, Kasubdit Bina Usaha Perhutanan Sosial KLHK berpendapat peran pemuda sangat potensial untuk dilibatkan dalam proses percepatan pengembangan pengelolaan DBH DR. “Para pemuda memiliki inovasi dan kreativitas sehingga ini menjadi modal dalam mengakselerasi pengelolaan perhutanan sosial melalui ide-ide kreatif dari mereka”, ujar Danang. Ia juga menambahkan bahwa Sumatera Barat memiliki keahlian dalam pengembangan ekowisata.

Hal ini dipertegas dengan pernyataan Yozarwardi Usama Putra, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat. Yozarwardi mengatakan terdapat 20 sarana ekowisata yang semuanya dikelola Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). “Upaya pencapaian rencana strategi, pengelolaan hutan sosial berbasis masyarakat kami jadikan bisnis karena sangat relevan dengan kondisi hutan dan masyarakat” ujar Yozarwardi.

Sementara itu, dalam keynotenya, Bambang Supriyanto, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK menyampaikan, praktik baik yang dilakukan oleh Provinsi Sumatera Barat perlu direplikasi oleh daerah lain. Dukungan anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sudah mencapai 29% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini sangat berpeluang untuk melakukan pelimpahan kewenangan Perhutanan Sosial kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Menurutnya, salah satu syarat pelimpahan adalah dukungan anggaran provinsi sebesar 35% untuk Perhutanan Sosial dan terintegrasinya Perhutanan Sosial dalam perencanaan daerah. Bambang juga menambahkan, selain Provinsi Sumatera Barat terdapat pula Provinsi lain yang memanfaatkan DBH DR untuk mendukung Perhutanan Sosial, yaitu Provinsi Kalimantan Tengah. Pada tahun 2022, Provinsi Kalimantan Tengah menyiapkan fasilitasi akses legal Perhutanan Sosial dalam bentuk pengelolaan Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Kemitraan Kehutanan, dan Hutan Adat. “Ada enam kegiatan, yaitu sosialisasi penyiapan perhutanan, sosialisasi Perhutanan Sosial, fasilitasi usulan perhutanan sosial, fasilitasi pengakuan dan perlindungan kearifan lokal, fasilitasi pengusunan rancangan peraturan daerah Masyarakat Hukum Adat (MHA), dan pendataan potensi konflik tenurial dan hutan adat” ujar Bambang.

Mediarsih Eka Savitri, Analis Konservasi Kawasan Kementerian Dalam Negeri, menyatakan penggunaan DBH DR bagi daerah dapat dilakukan secara fleksibel. Daerah yang akan menggunakan anggaran DBH ini hanya perlu menjabarkan program kegiatan jika telah selesai menetapkan APBD. “Pengunaan DBH DR secara fleksibel ini dapat digunakan di daerah karena memiliki banyak efek bagi keuangan daerah” tutur Mediarsih.

Scroll to Top
Skip to content