Pemenuhan hak warga negara sudah seharusnya dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk merencanakan sekaligus melaksanakan agenda pembangunan di tingkat daerah dengan dukungan anggaran yang memadai. Guna memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran, masyarakat perlu turut mengawal perencanaan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh karena itu penting bagi masyarakat untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menganalisis dan mengadvokasi APBD.
PATTIRO menyelenggarakan Pelatihan Advokasi dan Analisis APBD pada 9-11 Mei 2023 secara tatap muka di Kantor PATTIRO. Sebanyak 12 peserta yang berasal dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan perangkat desa mengikuti pelatihan ini.
Pada hakikatnya, APBD berasal dari uang masyarakat yang pengalokasiannya harus berdampak kembali pada kemanfaatan publik. Masyarakat perlu memastikan penyusunan alokasi anggaran didasarkan pada prinsip efisiensi dan efektifitas untuk mencegah celah korupsi. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat, utamanya kelompok masyarakat sipil, melakukan analisis anggaran dalam APBD.
Rohidin Sudarno, fasilitator dalam pelatihan tersebut memaparkan tujuan analisis APBD adalah untuk menelaah arah kebijakan anggaran pada tahun berjalan, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi belanja. Selain itu, analisis ini juga penting untuk mengetahui sejauh mana keselarasan antara visi pembangunan daerah dengan kebijakan penganggarannya. Analisis ini juga penting untuk mendeteksi celah korupsi dari perencanaan sampai implementasi APBD.
Akuntabilitas publik harus terbangun pada proses penganggaran. “Korupsi anggaran menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak maksimal,” tutur Bejo Untung, salah satu fasilitator lainnya. Ia juga menambahkan penting untuk memastikan kebutuhan publik terwujud dalam program atau kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Program atau kegiatan ini harus memiliki alokasi anggaran yang memadai, tepat sasaran, dan memiliki harga yang wajar. Kesesuaian harga di lapangan dengan yang ada di perencanaan menghindari mark up anggaran yang berpotensi sebagai celah korupsi.
Pelatihan tersebut juga membagikan pengalaman PATTIRO dalam melakukan advokasi anggaran publik. PATTIRO melakukan advokasi anggaran publik pada pengelolaan Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi (DBH DR) dan Perhutanan Sosial. Ramlan Nugraha, fasilitator pelatihan, menjelaskan, dalam melakukan advokasi anggaran publik, perlu memilih satu fokus isu yang akan diadvokasikan agar advokasi dapat berjalan efektif dan sesuai tujuan. “Salah satu cara untuk menganalisis isu untuk advokasi adalah dengan melakukan analisis pohon masalah,” tambahnya.
Ramlan juga menyampaikan, masyarakat dapat menggunakan lima kriteria untuk memilih isu. Pertama, isu tersebut harus berdampak terhadap sejumlah besar penduduk. Kedua, isu advokasi yang dipilih harus memiliki kemungkinan untuk berhasil diadvokasi. Ketiga, isu advokasi yang dipilih harus memiliki potensi dukungan, baik dari masyarakat sebagai subjek yang diadvokasi atau pun dari pemerintah yang merupakan sasaran advokasi. Keempat, isu advokasi yang dipilih harus memperhitungkan potensi risiko. Kelima, organisasi masyarakat sipil harus memperhitungkan kapasitas internal untuk mengangkat isu yang hendak diadvokasi.
Rohidin menjelaskan advokasi APBD penting untuk dilakukan lantaran ada kondisi-kondisi yang menyebabkan APBD belum berpihak kepada masyarakat. “Fakta yang sering ditemukan dalam temuan APBD adalah adanya ketimpangan anggaran yang tidak berpihak kepada masyarakat, prioritas pembangunan tidak sejalan dengan kebijakan anggaran, program yang ditetapkan tidak sesuai dengan permasalahan yang ada, dan adanya anggaran yang irasional,” papar Rohidin.
Para peserta pelatihan memberikan respon yang positif terhadap pelatihan. Para peserta menyampaikan bahwa pelatihan ini membantu pekerjaannya dalam kegiatan advokasi. “Pelatihan ini sangat menarik dan mudah dipahami. Dengan terlibat di pelatihan ini saya sangat terbantu sekali dalam pekerjaan saya,” ujar Moch Lukman Hakim, peserta pelatihan dari YAPPIKA-ActionAid. “Pelatihan ini sangat bermanfaat bagi saya sebagai analis kebijakan. Materi dikemas dengan kronologi yang sangat baik, sehingga mudah dimengerti,” ujar Nadya Jessica Junita, peserta pelatihan dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).