Merangkul Kelompok Rentan untuk Masa Depan Iklim Berkelanjutan

Jakarta, 13 Agustus 2024– Perubahan iklim yang melanda bumi memaksa kita untuk mendengarkan, merangkul, dan bertindak bersama dalam menghadapi tantangan yang ada. Dalam upaya ini, Program VICRA, yang didukung oleh Kedutaan Besar Belanda di Indonesia, telah menunjukkan bahwa kolaborasi berbagai pihak mampu mengubah tantangan menjadi peluang.

Setelah perjalanan penuh makna, konsorsium VICRA yang terdiri dari 10 organisasi, termasuk PATTIRO, Konsepsi, Transform, Ayo Indonesia, Bengkel APPEK, YKWS, YPPS, LP2M, PKBI Sumatera Barat, dan Mitra Bentala, dengan bangga menyelenggarakan Seminar Nasional dan Closing Ceremony Program VICRA pada Selasa, 13 Agustus 2024 di Jakarta. Acara ini merupakan bagian dari upaya bersama untuk membangun ketahanan iklim yang inklusif sekaligus merayakan pencapaian yang telah diraih, serta menginspirasi aksi lebih lanjut untuk melibatkan kelompok rentan dalam upaya menghadapi perubahan iklim.

Turut hadir dalam kegiatan ini Mark Hengtsman, First Secretary Political Affairs Netherlands Embassy in Indonesia; Vivi Yulaswati, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas; Irwan Dharmawan, Analis Kebijakan Ahli Madya di Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu); Eko Novi Ariyanti Rahayu Damayanti, Asdep Pengarusutamaan Gender Bidang Sosial dan Budaya di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA); Bejo Untung, Direkrut Eksekutif PATTIRO; dan Suci Kurnia Sari Koordinator Distrik Program VICRA dari PKBI Sumatera Barat.

Perubahan iklim memiliki dampak yang tidak proporsional terhadap kelompok masyarakat rentan, seperti perempuan, disabilitas, lansia, dan pemuda, yang sering kali menanggung dampak paling parah dari bencana yang ditimbulkan. Dalam mendukung kelompok-kelompok ini, VICRA berkontribusi pada aksi iklim yang inklusif untuk masa depan yang berkelanjutan melalui upaya kolaboratif.

Selama periode 2021-2024, VICRA telah mencapai berbagai tonggak penting, termasuk membuka ruang publik (civic space) untuk aksi adaptasi perubahan iklim, terutama di sektor pertanian. Program ini memastikan bahwa Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (KPBI) dapat diimplementasikan di tingkat daerah dengan melibatkan kelompok petani rentan, perempuan, pemuda, disabilitas, lansia, dan kelompok marjinal lainnya. Selain itu, VICRA juga mendorong kebijakan inklusif serta peningkatan alokasi anggaran untuk pembangunan berketahanan iklim di desa, kabupaten, dan provinsi di 9 kabupaten yang tersebar di 4 provinsi.

Vivi Yulaswati, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam di Kementerian PPN/Bappenas, mengungkapkan bahwa dalam arah kebijakan pembangunan nasional RPJPN 2025-2045, Pemerintah Indonesia mendorong penerapan Climate Smart Agriculture sebagai respons adaptasi perubahan iklim di sektor pertanian. Hal ini dilakukan melalui modernisasi teknologi dan irigasi pertanian, pengembangan kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM) lokal, serta penguatan System Rice Intensification (SRI).

Climate Smart Agriculture mendorong intensifikasi melalui perbenihan, perbaikan pupuk, regenerasi petani, smart agriculture, dan asuransi petani sebagai inovasi adaptasi perubahan iklim di sektor pertanian,” ujar Vivi.

Senada dengan hal tersebut, Irwan Dharmawan, Analis Kebijakan Ahli Madya di Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Kemenkeu, menjelaskan bahwa Indonesia merespons tantangan perubahan iklim dengan kebijakan fiskal yang melibatkan pemanfaatan instrumen anggaran serta mendorong mobilisasi pendanaan hijau dari sumber domestik dan internasional.

“Dukungan pendanaan untuk aksi iklim dapat berasal dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, pendanaan dilakukan melalui penguatan belanja kementerian dan lembaga serta transfer ke daerah, sementara dari luar negeri melalui kerja sama keuangan internasional,” ujar Irwan.

Merangkul Kelompok Rentan

Selama Program VICRA berlangsung, konsorsium masyarakat sipil telah bekerja keras meningkatkan kapasitas dan kolaborasi dengan memastikan bahwa kelompok rentan memiliki akses terhadap sumber daya dan pengetahuan yang diperlukan untuk aksi iklim yang efektif. Upaya ini dilakukan dengan memfasilitasi kolaborasi antara komunitas rentan, para ahli, organisasi, dan lembaga pemerintah.

Eko Novi Ariyanti Rahayu Damayanti, Asdep Pengarusutamaan Gender Bidang Sosial dan Budaya di KPPPA, menegaskan pentingnya afirmasi untuk kelompok rentan agar mereka memiliki akses belajar keterampilan dan teknologi yang relevan, sehingga dapat berperan aktif dalam aksi ketahanan iklim.

“Hal ini bisa diwujudkan melalui pembukaan peluang kerja hijau bagi perempuan dan melibatkan forum anak dalam aksi iklim,” ujar Eko.

Program VICRA juga memberikan dukungan kepada inisiatif akar rumput untuk menyusun dan melaksanakan aksi iklim sesuai dengan konteks lokal. Salah satu contoh di Sumatera Barat adalah inisiatif Sekolah Iklim Petani Perempuan (SIPP) yang diinisiasi oleh PKBI Sumatera Barat. Selain itu, terdapat pelibatan kelompok rentan dan advokasi berbasis bukti yang meningkatkan perhatian para pihak terhadap aksi berketahanan iklim.

Suci Kurnia Sari, Koordinator Distrik Program VICRA dari PKBI Sumatera Barat menjelaskan kombinasi pelibatan kelompok rentan dan advokasi berbasis bukti dapat meningkatkan daya ungkit kepedulian para pihak terhadap aksi berketahanan iklim. Selain itu, penting juga untuk membangun aliansi dengan berbagai pihak untuk terus menggaungkan isu perubahan iklim di daerah.

Selain di Sumatera Barat, Program VICRA berkontribusi dalam mengadvokasi dan memfasilitasi agar isu perubahan iklim menjadi salah satu prioritas antara lain dalam 1) MoU antara Bappenas dan Pemerintah Provinsi NTB No. NK 07/M PPN/08/2023 dan 415.4/21/Pem dan OTDA/VIII/2023, 2) RPD Provinsi NTB Tahun 2024-2026, 3) RPD Provinsi Lampung Tahun 2025-2026, 4) RPJPD Tahun 2025–2045 dan RPJMD Tahun 2024 Provinsi Sumatera Barat, 5) RPJPD dan RPJMD Kabupaten Pesawaran, 6) PERNA (Peraturan Desa) tentang pertanian dan perlindungan sumber air bersih masih dalam pembahasan dan perencanaan dengan melibatkan pemerintah desa, badan musyawarah (bamus), dan tokoh Masyarakat, 7) Surat Keputusan Bupati Nomor B.290/17-SK-2-22 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Responsif Gender dalam Adaptasi Perubahan Iklim di Provinsi Lampung Timur, 8) Dokumen Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon dan Tangguh Berketahanan Iklim 2024-2045 di Provinsi NTB, 9) Roadmap API Inklusif Kabupaten Lampung Timur, dan lain sebagainya.

Optimisme Menatap Keberlanjutan

Bejo Untung, Direktur Eksekutif PATTIRO, optimis bahwa inisiatif-inisiatif yang telah dibangun oleh konsorsium VICRA akan terus berlanjut meskipun program resmi telah berakhir. Dalam menjalankan program ini, konsorsium kelompok masyarakat sipil VICRA telah teguh pada prinsip advokasi kebijakan berbasis bukti, peningkatan kapasitas kelompok rentan, dan kolaborasi lintas sektor.

“Penguatan kebijakan di tingkat kabupaten yang berbasis bukti serta melibatkan kelompok terdampak, khususnya kelompok rentan, dapat mendorong aksi ketahanan iklim yang berkelanjutan,” pungkas Bejo.

Scroll to Top
Skip to content