Dalam upaya memperkuat advokasi pelestarian lingkungan melalui anggaran daerah, sejumlah mitra organisasi masyarakat sipil (CSO) mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas untuk mendukung penerapan skema Ecological Fiscal Transfer (EFT) yang diselenggarakan oleh PATTIRO melalui dukungan The Asia Foundation pada 4-7 November 2024 di Bogor, Jawa Barat. Pelatihan ini dihadiri oleh 17 peserta, meliputi 9 laki-laki dan 8 perempuan dari berbagai organisasi masyarakat sipil di daerah, yaitu GERAK Aceh, FITRA Riau, PINUS Sumsel, Jari Borneo Kalbar, Sikola Mombine, Green Nusantara NTB, PIAR NTT, Pioner Papua, YWL Merauke, Seknas FITRA, serta PATTIRO Banten, Pekalongan, dan Malang.
Pelatihan ini bertujuan membekali CSO dengan pengetahuan dan keterampilan dalam mengadvokasi penerapan skema EFT di daerahnya masing-masing. “Harapannya, CSO mampu mendorong praktik EFT di daerahnya serta memberikan rekomendasi yang efektif dan berkelanjutan dalam pengalokasian anggaran pelestarian lingkungan yang lebih adil dan transparan,” ujar Bejo Untung, Direktur Eksekutif PATTIRO, dalam pembukaan pelatihan.
Melalui mekanisme transfer dana dengan indikator ekologi, pemerintah pusat berupaya mendorong pengelolaan lingkungan yang lebih baik oleh pemerintah daerah. Melalui pendekatan ini, harapannya daerah bergerak untuk berinvestasi dalam menjaga kualitas lingkungan.
Peserta pelatihan dibekali dengan pemahaman mendalam tentang pembangunan ekologi, peran strategis pemerintah dalam pembangunan berbasis lingkungan, dan teknik analisis anggaran daerah. Materi mencakup dasar-dasar pembangunan ekologi di Indonesia, tantangan serta pentingnya pendekatan yang inklusif, dan sistem perencanaan dan penganggaran daerah, termasuk fungsi APBD serta teknik analisis anggaran untuk sektor lingkungan.
Selain teori, peserta juga melakukan simulasi perhitungan dan penerapan skema EFT berbasis indikator ekologi, sekaligus mempelajari strategi advokasi untuk mendorong kolaborasi antara CSO dan pemerintah dalam mencapai perubahan kebijakan yang berkelanjutan.
Di tingkat global, EFT telah diterapkan di negara-negara seperti Brazil, Portugal, Prancis, Cina, dan India, yang berhasil memanfaatkan mekanisme ini untuk melestarikan lingkungan dengan alokasi anggaran yang lebih adil.
Di Indonesia, peran EFT dalam anggaran daerah telah mendapatkan perhatian pasca terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2025, yang mengamanatkan pentingnya alokasi anggaran untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta menyebutkan skema insentif fiskal berbasis ekologi, seperti TAPE, TAKE, dan ALAKE, yang memberikan landasan hukum bagi daerah untuk menerapkan kebijakan fiskal berbasis ekologi. Hingga saat ini, EFT telah diterapkan oleh 40 daerah yang terdiri dari provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia.
Para peserta mengungkapkan antusiasme mereka terhadap pelatihan ini, terutama dalam memahami skema EFT itu sendiri serta strateginya untuk diterapkan di daerah masing-masing. “Pelatihan ini sangat membantu kami memahami cara menyusun indikator penilaian EFT yang tepat,” ujar Sartika Dewi, peserta dari FITRA Riau. Ia juga menambahkan bahwa EFT bisa menjadi ruang untuk mempercepat pengarusutamaan gender di tingkat daerah.
Sementara itu, Galuh dari Sikola Mombine, Sulawesi Tengah, berbagi pengalaman barunya dalam mempelajari EFT dan bagaimana aspek gender dapat diintegrasikan dalam skema ini. “Ini memberinya pemahaman baru dalam mengadvokasi kebijakan berbasis lingkungan yang lebih inklusif,” ujarnya.