LAPOR Mas Wapres: Solusi atau Sekadar Simbol?

Sumber Gambar: westjavatoday.com

Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, belum lama ini meluncurkan kanal pengaduan ‘LAPOR Mas Wapres’ untuk membuka ruang bagi masyarakat dalam menyampaikan aduan pelayanan publik. Langkah yang tampaknya sederhana namun memantik pertanyaan mendasar: apakah ini merupakan inovasi baru atau justru tanda impotensi sistem pengaduan publik yang selama ini sudah terbangun?

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah mewadahi aduan masyarakat terkait pelayanan publik. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2013 tentang Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) memastikan bahwa pengelolaan pengaduan pelayanan publik terpadu harus mudah diakses dan efektif agar dapat memberikan solusi konkret atas aduan yang disampaikan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, SP4N diwujudkan dalam bentuk kanal Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!).

Pelayanan publik merupakan wujud dari kehadiran negara untuk masyarakatnya. Seyogyanya, kanal pengaduan pelayanan publik dapat diakses dan dirasakan sedekat mungkin oleh masyarakat. Oleh karena itu, selain dalam bentuk website, LAPOR! hadir juga dalam bentuk aplikasi dan SMS, dirancang agar mudah diakses masyarakat.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) menetapkan LAPOR! sebagai aplikasi berbagi pakai untuk pengaduan pelayanan publik. Perpres ini mewajibkan seluruh instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, mengintegrasikan kanal pengaduan mereka ke dalam LAPOR!, menciptakan satu pintu pengaduan terpadu untuk meningkatkan koordinasi antar instansi. Saat ini, LAPOR! telah terhubung dengan berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

LAPOR! merupakan inisiatif penting yang menjadi pondasi sistem pengaduan untuk meningkatkan pelayanan publik. Platform ini telah mendapatkan pengakuan dari Open Government Partnership (OGP) sebagai salah satu inovasi pengaduan pelayanan publik yang diinisiasi Pemerintah Indonesia. Pengakuan tersebut menegaskan komitmen pemerintah dalam menerapkan transparansi, partisipasi publik, dan akuntabilitas dalam menjalankan tata kelola pemerintahan. Kehadiran LAPOR! juga mendukung strategi OGP yang mendorong pemanfaatan teknologi dalam memperkuat tata kelola pemerintahan yang lebih terbuka dan partisipatif.

Namun, pemanfaatan kanal ini cenderung masih rendah. Hingga tahun 2024, LAPOR! telah menerima total 2,1 juta pengaduan sejak pertama diluncurkan pada 2018. Rata-rata tingkat penyelesaiannya pun cukup bervariasi di berbagai daerah. Jika dibandingkan dengan populasi Indonesia yang diperkirakan sekitar 277 juta jiwa  pada 2024, hanya sekitar 0,76% penduduk yang memanfaatkan kanal SP4N-LAPOR!. Jumlah ini juga perlu diuji lagi dengan tingkat keterjangkauan infrastruktur teknologi dan komunikasi di Indonesia.

Masih Banyak PR dalam Pengelolaan Sistem Pengaduan

Kehadiran LAPOR Mas Wapres rasanya bukan sesuatu yang urgen lantaran kanal LAPOR! yang sudah ada masih mengalami masalah sistemik dan tumpang tindih mekanisme pengaduan. Salah satu masalah utama kanal LAPOR! adalah keruwetan birokrasi dalam pengelolaan aduan, misalnya dalam berkoordinasi lintas instansi pemerintah dan antar kanal pengaduan yang sudah ada dengan LAPOR!.

Kanal LAPOR! kerap kali lambat merespon aduan lantaran masih kurangnya keterpaduan antar instansi pemerintah. LAPOR! sebagai pintu masuk utama pengaduan kerap mengalami kesulitan untuk berkoordinasi dengan instansi terkait untuk meneruskan aduan yang masuk. Belum lagi mengingat bahwa di banyak instansi terdapat kanal pengaduan yang sebelumnya sudah ada dan sudah lebih dulu dikenal publik namun belum sepenuhnya terintegrasi ke sistem LAPOR!.

Integrasi sistem pengaduan kerap terhambat oleh kurangnya komitmen pimpinan instansi yang sering memilih mempertahankan kanal pengaduan yang sudah ada. Hal ini juga berdampak pada minimnya sosialisasi LAPOR! di berbagai daerah. Akibatnya, masyarakat lebih mengenal kanal pengaduan lokal daripada LAPOR! sebagai kanal nasional. Selain itu, mutasi jabatan di instansi pemerintahan sering menyebabkan pergantian admin LAPOR!, sehingga admin baru harus mempelajari sistem dari awal. Proses ini tidak hanya memakan waktu, tetapi juga mengurangi efektivitas pengelolaan pengaduan.

Selain itu, hal yang paling mendasar adalah belum meratanya infrastruktur teknologi komunikasi dan sumber daya manusia yang melek teknologi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per 2023 persentase penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas yang pernah mengakses internet baru 69,21%. Internet juga masih lebih banyak diakses di perkotaan dibanding pedesaan. Sedangkan persentase rumah tangga yang memiliki telepon seluler per 2023 mencapai 67,29%. Masih ada ketimpangan dalam penguasaan akses teknologi di Indonesia.

Perlu Reformasi Sistem Pengaduan

Alih-alih menginisiasi kanal pengaduan baru, Wapres sebaiknya bergerak di ranah strategis untuk mereformasi sistem pengaduan yang sudah ada. Langkah ini akan lebih konkrit dan berkelanjutan untuk perbaikan pelayanan publik di Indonesia.

Wapres dapat mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan seluruh instansi pemerintah untuk memberikan tanggapan awal atas setiap pengaduan maksimal 24 jam dan mengintegrasikan semua sistem pengaduan internal ke dalam kanal LAPOR! agar masyarakat tidak bingung memilih kanal pengaduan. Selama ini kanal pengaduan internal memang sudah didorong untuk diintegrasikan ke LAPOR!, namun kerapkali terkendala komitmen pimpinan instansi terkait. Perlu ada mekanisme sanksi bagi instansi yang lambat menindaklanjuti aduan dan enggan terintegrasi ke LAPOR!.

Wapres juga dapat mengawal proses pengaduan dengan memanfaatkan teknologi melalui dashboard real-time yang menampilkan data tentang jumlah aduan yang masuk, tertangani, dan belum terselesaikan. Selain itu, dashboard tersebut juga dapat menampilkan statistik waktu penyelesaian aduan per instansi agar lebih transparan dan masyarakat dapat mengetahui instansi pemerintahan mana yang memiliki kinerja baik dalam merespon aduan. Perlu juga untuk menampilkan kategori masalah mana yang paling sering muncul untuk melihat pola yang ada. Hal-hal tersebut belum ada dalam aplikasi LAPOR! saat ini.

Dalam mereformasi sistem pengaduan, Wapres perlu menginsiasi pembentukan dan pengkoordinasian Tim Akselerasi Pengaduan yang paling tidak terdiri dari lintas kementerian/lembaga untuk mengawal proses penanganan aduan masyarakat. Tim ini dapat bertugas untuk menyisir pengaduan publik yang bersifat krusial dan berdampak luas, mengkoordinasikan lembaga terkait untuk menyelesaikan aduan agar lebih cepat, melaporkan progres pengelolaan pengaduan masyarakat secara berkala dan terbuka kepada wapres dan masyarakat. Tim ini juga dapat berfungsi sebagai penengah manakala terjadi konflik kewenangan antar instansi.

Wapres dapat mengorkestrasi kampanye untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya melakukan pengaduan pelayanan publik melalui LAPOR!. Kampanye ini perlu mencakup sosialisasi terkait cara menggunakan LAPOR! dan menceritakan kisah sukses dari aduan yang berhasil ditindaklanjuti guna menggaet kepercayaan publik.

Dari Simbol ke Solusi

LAPOR Mas Wapres berisiko menjadi laga teatrikal semata tanpa dampak jangka panjang. Sebagai pemegang jabatan tertinggi kedua, seharusnya wapres bergerak di ranah sistemik yang merespon permasalahan sistem pengaduan yang sudah ada. Simbol saja tak cukup, namun perlu komitmen kuat untuk mereformasi pengelolaan pengaduan agar lebih konkret sehingga dapat dikelola secara sistematis dan transparan, bukan sekedar kanal baru yang memunculkan simbol wapres agar memberikan kesan merakyat dan kelihatan bekerja.

Langkah Wapres untuk mengoptimalkan kinerja LAPOR! dengan membereskan sinergi antar instansi pemerintah, memperkuat komitmen pimpinan instansi, serta melakukan pemerataan insfrastruktur telekomunikasi dan sumber daya manusia di Indonesia lebih diperlukan dan dapat menjadi solusi nyata yang berkelanjutan serta lebih berdampak.***

Penulis: Jihan Dzahabiyyah (Communication Assistant PATTIRO)

Scroll to Top
Skip to content