Kebijakan insentif fiskal tahun 2025 menawarkan peluang besar bagi daerah untuk meningkatkan kinerja lingkungan hidup dan kehutanan.
“Insentif fiskal ini dapat memacu kinerja pemerintah daerah, terutama dalam sektor lingkungan hidup dan kehutanan. Pemda dapat fokus pada indikator-indikator yang ditetapkan oleh kementerian teknis,” ungkap Jaka Sucipta, Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan Kementerian Keuangan, dalam Diskusi Publik Pengelolaan Insentif Fiskal Tahun 2025 yang diadakan oleh PATTIRO dengan dukungan The Asia Foundation pada Senin, 23 Desember 2024.
Pada 2025, pagu alokasi insentif fiskal dalam APBN mencapai Rp6 triliun, dengan rincian Rp4 triliun untuk kinerja tahun sebelumnya dan Rp2 triliun untuk kinerja tahun berjalan. Insentif ini dialokasikan kepada 8 provinsi, 23 kota, dan 103 kabupaten dengan rata-rata alokasi Rp7,3 miliar per kategori, lanjutnya.
Paparan Kemenkeu mengenai Dukungan Lingkungan Hidup dalam Transfer Ke Daerah Tahun Anggaran 2025
Sebagai mandat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal kepada Pemerintah Daerah berupa alokasi dana atau fasilitas tertentu. Pemberian insentif fiskal ini didasarkan pada kriteria capaian pengelolaan keuangan daerah, pelayanan dasar, dan pelayanan umum pemerintahan. Selain itu, insentif fiskal diberikan sebagai penghargaan atas kinerja terbaik daerah sekaligus memacu peningkatan kualitas pengelolaan keuangan.
Untuk mengatur mekanisme pengalokasian insentif fiskal tahun 2025, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Insentif Fiskal Berdasarkan Kinerja Daerah Tahun 2025. Regulasi ini menggantikan PMK Nomor 208/PMK.07/2022 dengan beberapa pembaruan teknis. Salah satu perubahan penting adalah pengaturan juknis melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK), menggantikan PMK sebelumnya.
Petunjuk teknis (Juknis) tahun 2025 tertuang dalam KMK Nomor 428 Tahun 2024, yang mengatur penilaian kinerja daerah dan penentuan peringkat terbaik untuk alokasi dana insentif fiskal. Indikator penilaian mencakup empat aspek utama yaitu pengelolaan keuangan daerah, pelayanan dasar, dukungan terhadap fokus kebijakan nasional, dan sinergi kebijakan pemerintah. Dalam konteks ini, kinerja pengelolaan lingkungan dan kehutanan menjadi sub variabel penting dalam sinergi kebijakan pemerintah.
Secara khusus, pencapaian kinerja pengelolaan lingkungan dapat ditinjau melalui penghargaan Nirwasita Tantra yang menjadi tolok ukur keberhasilan suatu daerah dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, khususnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Namun, terdapat tantangan yang perlu diatasi dalam memperluas partisipasi daerah dalam Nirwasita Tantra.
Menurut Nurul Tanjung, Program Officer PATTIRO, partisipasi Pemda dalam program Nirwasita Tantra masih rendah, terutama di luar Jawa dan Sumatera. Hal ini disebabkan oleh minimnya informasi, komitmen pengisian Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD), dan pendekatan penilaian yang cenderung administratif.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, PATTIRO merekomendasikan agar kementerian teknis yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang kini menjadi Kementerian Lingkungan dan Kementerian Kehutanan untuk meningkatkan sosialisasi dan pendampingan kepada Pemda, termasuk penguatan kapasitas untuk memahami mekanisme insentif fiskal. Pemda juga perlu memperbarui data pencapaian kinerja sesuai indikator lingkungan hidup yang mendukung Nationally Determined Contributions (NDC).
“Variabel kinerja penurunan emisi gas rumah kaca perlu dimasukkan dalam indikator Fokus Kebijakan Nasional, sejalan dengan Asta Cita ke-2 untuk mendukung ekonomi hijau,” pungkas Nurul.
Oleh: Nurul Tanjung, Program Officer Program SETAPAK – PATTIRO