Tanpa Payung Hukum yang Jelas, Akuntabilitas MBG Dipertanyakan

Sumber Gambar: Okezone Economy

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pada 6 Januari 2025 oleh pemerintahan Prabowo-Gibran membawa harapan besar untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, sebagai bagian dari upaya menuju Indonesia Emas 2045. Namun, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) menilai bahwa program ini masih menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait perencanaan yang belum matang dan ketiadaan payung hukum yang kuat. Tanpa regulasi yang jelas, keberlanjutan serta
akuntabilitas Program MBG menjadi hal yang patut dipertanyakan.

Hingga akhir Januari 2025, Program MBG telah diimplementasikan di 31 provinsi. Namun, pelaksanaannya dinilai terkesan terburu-buru dan tanpa persiapan yang memadai. Saat ini, program ini baru menyasar anak usia sekolah di sekolah formal, sementara anak-anak usia 0-3 tahun—yang juga berada dalam masa krusial pertumbuhan dan perkembangan gizi—belum terlihat mendapatkan intervensi yang jelas. Padahal, persoalan gizi tidak hanya terbatas pada anak usia sekolah, tetapi juga mencakup balita yang rentan mengalami stunting dan masalah gizi lainnya. Keterbatasan cakupan ini menunjukkan perlunya evaluasi lebih dalam sebelum program diperluas.

PATTIRO menyoroti bahwa program sebesar ini seharusnya dilandasi dengan perencanaan yang matang dan regulasi yang kuat untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutannya. Saat ini, Program MBG belum memiliki dasar hukum yang jelas, seperti Peraturan Presiden atau Instruksi Presiden. Selain itu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang seharusnya menjadi panduan pelaksanaan program, belum disahkan. Bahkan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, belum terdapat klausul yang secara khusus mengatur Program MBG.

Ketiadaan regulasi ini berdampak pada lemahnya tata kelola dan transparansi pelaksanaan program. PATTIRO merekomendasikan agar pemerintah memprioritaskan pengesahan RPJMN dan RPJPN sebelum melanjutkan perluasan Program MBG, guna memastikan adanya landasan hukum yang kuat dan keberlanjutan program di masa mendatang.

Di sisi lain, alokasi anggaran untuk Program MBG dalam APBN 2025 mencapai Rp71 triliun dengan target 19,47 juta penerima manfaat. Menariknya, meskipun baru berjalan tiga minggu, pemerintah telah merencanakan penambahan anggaran sebesar Rp100 triliun untuk Program MBG, yang akan diambil dari pemangkasan anggaran APBN 2025. Besarnya anggaran ini menambah urgensi perlunya regulasi yang kuat untuk memastikan penggunaan dana yang transparan dan akuntabel.

Tata Kelola dan Akuntabilitas yang Lemah

Program Manager Akuntabilitas Pelayanan Publik PATTIRO, Andwi Joko M, menegaskan bahwa transparansi dan akuntabilitas sangat penting dalam program ini, mengingat dana yang digunakan berasal dari pajak rakyat. “Kepastian hukum penting untuk memastikan akuntabilitas program dan mensinergikan program yang diinisiasi oleh pusat agar memiliki keberlanjutan di daerah,” ujar Andwi.

Selain itu, koordinasi lintas lembaga dalam program MBG belum optimal. Pembentukan Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai pengelola utama program ini juga dinilai kurang tertib dalam perencanaan. Kelembagaan BGN masih terbatas di tingkat pusat dan belum memiliki struktur yang jelas di tingkat daerah. Padahal, sinergi pusat dan daerah sangat penting untuk memastikan penyelenggaraan Program MBG berjalan efektif.

Pengelolaan program ini juga belum mengedepankan konvergensi lintas lembaga dan kementerian. Meskipun BGN ditunjuk sebagai koordinator dalam Program MBG, upaya perbaikan gizi seharusnya melibatkan berbagai pihak, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), termasuk masyarakat. Hingga saat ini, belum ada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang jelas dalam Program MBG, sehingga keberhasilannya sulit diukur dan dikhawatirkan tidak akan memberikan dampak signifikan bagi perbaikan gizi masyarakat.

Menyikapi masih lemahnya tata kelola dan akuntabilitas Program MBG, PATTIRO menyampaikan beberapa rekomendasi berikut:

  1. Pemerintah perlu segera menyusun payung hukum yang jelas untuk memastikan tata kelola dan transparansi Program MBG berjalan dengan baik.
  2. Perlu adanya mekanisme koordinasi lintas lembaga dan kementerian terkait untuk memastikan pendekatan yang holistik dalam pemenuhan gizi serta tumbuh kembang anak secara optimal.
  3. Dari sisi penguatan kelembagaan, BGN harus memiliki struktur kelembagaan yang jelas, termasuk di tingkat daerah guna memastikan sinergi pusat dan daerah dalam pelaksanaan Program MBG.
  4. Pemerintah perlu menetapkan SPM dalam program perbaikan gizi agar keberhasilan program tersebut dapat diukur dan dievaluasi secara objektif.
  5. PATTIRO mendorong pemerintah untuk melibatkan masyarakat sipil dalam proses perencanaan dan pelaksanaan Program MBG untuk memastikan transparansi program tersebut serta memperkuat kepercayaan publik.

Program MBG memiliki potensi untuk meningkatkan gizi masyarakat. Namun, agar tujuan tersebut tercapai, diperlukan perencanaan yang matang dengan payung hukum yang kuat serta tata kelola yang transparan dan akuntabel.

Scroll to Top
Skip to content