Pendidikan Banten Belum Maksimal

SERANG – Komitmen Pemprov Banten terhadap dunia pendidikan dianggap belum maksimal. Capaian-capaian yang ada dinilai masih semu atau jauh dari harapan. Pusat Telaah Informasi Regional (PATTIRO) Banten menilai, dalam kurun waktu 2012 lalu komitmen pelayanan pendidikan di Banten belum maksimal jika diukur dari beberapa indikator yang menyangkut komponen indeks pembangunan manusia (IPM).

”Melihat IPM komitmen, pelayanan pendidikan yang dilakukan Pemprob masih semu,” kata Ketua Divisi Pelayanan Publik PATTIRO Banten Miftahul Hayat, melalui rilis yang dikirim ke redaksi Radar Banten.

Dijelaskan, mengacu rencana pembangunan jangka pembangunan daerah (RPJMD) Banten 2007-2012, penurunan buta huruf yang ditarget signifikan turun ternyata belum tercapai. Dilihat dari persentase angka melek aksara di tahun 2010 hanya 96,20% dan di tahun 2011 sekitar 96,25% yang kenaikannya hanya 0,5%.

“Belum lagi angka partisipasi sekolah yang mem­pengaruhi dari rata-rata lama sekolah. Melihat dari data BPS (Badan Pusat Statistik) tentang angka partisipasi sekolah maka harus dipertanyakan komitmen pemerintah kabupaten/kota, dan provinsi­membangun sumber daya manusia yang berkualitas,” ungkapnya.

Sementara melihat aspek pendidikan, data BPS tahun 2011 tercatat rata-rata lama sekolah hanya sampai 8,41 tahun. Hal ini menunjukkan masyarakat Banten masih mengalami kesulitan untuk meneruskan wajib belajar (wajar) pendidikan sembilan tahun sebagai program nasional. “Ini dipengaruhi kesadaran masyarakat untuk mengikuti wajar pendidikan dasar (dikdas) rendah,” ungkapnya.

Tak hanya itu, dari sisi sarana dan prasarana pendidikan masih memprihatinkan. Masih banyak infrastruktur pendidikan yang mesti jadi perhatian oleh pemerintah daerah di Banten, kasus gedung pendidikan yang roboh, ruang kelas yang ambruk masih terjadi.

“Ada juga pelayanan sekolah yang masih lemah,” katanya. Melihat dari sisi anggaran, PATTIRO Banten mengakui memang ada kenaikan. Di tahun 2012 kenaikan anggaran pendidikan mencapai 14,79% atau sebesar Rp 28 miliar dari anggaran tahun 2011 yang mencapai Rp 194 miliar. “Namun peningkatannya masih belum relevan dengan pemenuhan amanah Undang-undang Sisdiknas sebesar 20%. Besaran alokasi pendidikan Banten hanya 5,71% dari APBD 2012 sebesar 3,9 triliun,” jelas­nya.

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Banten Hudaya menganggap sorotan PATTIRO Banten sebagai hal yang wajar sebagai kontrol. “Hal tersebut justru menjadi masukan untuk perbaikan pendidikan,” ujar Hudaya kepada wartawan.

Terkait, rata-rata lama sekolah yang belum mencapai wajar sembilan tahun, pihaknya  menganggap hal itu persoalan rumit lantaran menyangkut komitmen kepala daerah. “Sampai 2012  baru tiga kota yakni Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kota Cilegon yang berhasil melakukan wajar dikdas sembilan tahun. Secara angka Kota Tangerang 10,4 tahun, Kota Tangsel 9,7 tahun dan Kota Cilegon, 9,7 tahun,” jelasnya.

Sementara, ada lima kabupaten/kota lain belum melaksanakan wajar dikdas sembilan tahun yaitu Kabupaten Tangerang 8,7 tahun, Kab Serang 7,6 tahun, Kota Serang 7,2 tahun, Pandeglang 6,4 tahun, dan Lebak 6,2 tahun.

“Harus ada upaya pemerintah terhadap ma­syarakat untuk bersekolah. Selain itu pembenahan manajemen mutu dan tata kelola pendidikan,” ungkapnya. Mengenai anggaran pendidikan, pada APBD 2013 sudah mencapai 21 persen. Meskipun, anggaran Rp 1,044 triliun merupakan dana bantuan operasional sekolah (BOS). “Pening­katan pendidikan bukan sekadar memenuhi amanat UU Sisdiknas saja, tetapi juga pada pelaksanaan pendidikan di lapangan,” ungkapnya.

Scroll to Top
Skip to content