PATTIRO Berbagi Pengalaman di Konferensi GRB Tingkat Asia, Malaysia

Konferensi Asia GRB MalaysiaPada 24-25 Februari 2014, di Penang, Malaysia, Agus Salim, Manajer Program B3WP PATTIRO, menjadi narasumber pada Konferensi Kawasan Asia. Tuan rumah Konferensi internasional ini adalah the Penang Women’s Development Cooperation (PWDC), bekerjasama dengan the Penang State Government, dua otoritas lokal di Penang, dan UN Woman.

PWDC adalah lembaga yang didanai oleh pemerintah Malaysia yang bekerja untuk Proyek Pilot Gender Responsive Budget selama 3 (tiga) tahun dalam kerjasama kemitraan dengan dua otoritas lokal di Negara Penang. Dan bermaksud untuk memanfaatkan Konferensi internasional tersebut sebagai wahana berbagi cerita dan memberi kontribusi timbal balik mengenai gender dan penganggaran yang partisipatif.

“Bagi PATTIRO, forum ini merupakan forum yang tepat untuk memperkenalkan PATTIRO, dan juga kontribusi kita dalam kerja-kerja PPRG ditingkat nasional dan daerah,” ujar Agus Salim, dalam kesempatan terpisah, sepulang dari Malaysia (30/2). “Apalagi sesungguhnya, upaya kita lebih komplet, karena tidak berfokus pada penganggaran. Namun juga masuk ke tingkat perencanaan.”

Dalam presentasinya, yang berjudul “Gender Responsive Budgeting: Institutionalization in National and Sub-National Government in Indonesia,” Agus Salim menguraikan sejarah perkembangan kebijakan PPRG di Indonesia. Secara paralel, sejarah PPRG terpilah secara paralel dalam dua domain: domain nasional dan domain daerah.

Sejarah PPRG diawali dengan terbitnya UU No 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW. Setelah diturunkan melalui sebuah keputusan presiden tahun 2000, PPRG mulai diterima secara resmi dan berlaku efektif tatkala diakomodir ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pada 2004. Dan dimulailah proses integrasi aspek gender didalam proses perencanaan dan proses perencanaan secara nasional. Dalam perkembangannya, integrasi ini mulai diikuti oleh daerah.

PPRG History

Saat ini, tingkat perkembangan PPRG telah memasuki pendalaman kebijakan. Tidak lagi hanya bersifat kebijakan makro. Namun, telah memasuki tingkat kebijakan mikro, yakni kebijakan operasional dan teknis.

Target advokasi PATTIRO untuk menarik ruanglingkup kebijakan ke tingkatan yang lebih operasional dilakukan, pertama kali, dengan membangun kepercayaan bersama dengan stakeholders di lingkungan kementerian sasaran advokasi, demikian Agus Salim. Setelah tahap advokasi ini berhasil diuraikan dan hubungan baik terjalin dengan manis, maka PATTIRO mulai masuk ke tingkat advokasi berikutnya; perancangan kebijakan.

Bagi ayah berputra satu ini, hasil kerja advokasi berbasis pada kemitraan ini efektif dalam membangun kebijakan yang diharapkan. Dan, imbuhnya, pengalaman Indonesia dalam kerja-kerja advokasi semacam ini lebih maju dan lebih progresif daripada negara-negara lain di kawasan asia.

“Oleh karena itu, wajar, apabila banyak negara lain yang tertarik ingin belajar kepada PATTIRO. Terutama negara-negara yang baru memasuki era demokrasi, seperti China dan Vietnam,” tegas lelaki kelahiran Banten ini dengan yakin.

Untuk mempelajari slide yang dipresentasikan di forum tersebut, silahkan dapat diunduh disini:

 

 

Scroll to Top
Skip to content