Sekilas tentang #OGPinCambodia

credit photo: CCC-Cambodia

OGP
Setelah Malaysia, kini giliran Kamboja yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan lokakarya OGP di wilayah Asia-Pasifik. Bertempat di Hotel Sunway, Phnom Penh, lokakarya OGP di Kamboja ini tak hanya dihadiri oleh rekan-rekan perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat sipil Kamboja, Filipina dan Indonesia tetapi juga rekan-rekan dari organisasi masyarakat sipil Vietnam yang dikoordinasi oleh Toward Transparency Vietnam. Perwakilan dari pemerintah Kamboja  juga turut hadir seperti sejumlah anggota parlemen, Undersecretary of State Ngan Chamroeun yang juga merupakan Wakil Kepala Komite Nasional untuk Sekretariat Pembangunan Demokrasi Daerah (NCDDS), Dr. Om Yentieng selaku Kepala Unit Pemberantasan Korupsi Kamboja, perwakilan dari Kementerian Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga, dan tak ketinggalan Menteri Luar Negeri Kamboja. Selain itu, hadir pula Undersecretary dan Kepala Badan Informasi di Departemen Pengelolan Anggaran Filipina Richard Bon Moya sebagai perwakilan dari pemerintah Filipina dan Karina Kusumawardani dari UKP4 sebagai perwakilan dari pemerintah Indonesia. Perwakilan dari badan donor juga turut datang seperti Alexander Irwan dari Ford Foundation, Haidy Ear-Dupuy dari Asia Development Bank (ADB), serta perwakilan dari GIZ, Oxfam, dan USAID.

Sebagai negara yang sedang menjalani proses reformasi dalam pemerintahan, seperti yang mereka utarakan pada saat Konferensi OGP Regional wilayah Asia Pasifik di Bali pada bulan Mei 2014 lalu, berbagai organisasi masyarakat sipil Kamboja merasa perlu untuk mengadakan lokakarya ini. Tujuannya seperti yang diutarakan oleh Direktur Eksekutif Coorperation Commission for Cambodia (CCC) Soeung Saroeun adalah untuk menyebarluaskan nilai-nilai, mekanisme, cita-cita, dan komunitas OGP kepada organisasi masyarakat sipil dan pemerintah Kamboja. Selain itu, lokakarya ini juga bisa dijadikan ajang bertukar cerita tentang manfaat dari OGP oleh pemerintah Indonesia dan Filipina yang telah terlebih dahulu bergabung dengan kemitraan ini.

Dalam lokakarya yang berlangsung selama dua hari itu, selain berbagi cerita mengenai dampak positif bergabung dengan OGP, pemerintah Filipina dan Indonesia, yang diwakilkan masing-masing oleh Bon Moya dan Karina Kusumawardani, juga berbagi pengalaman mereka dalam mengembangkan kemitraan dengan masyarakat sipil.

Bicara soal kriteria kelayakan, masih ada tujuh poin yang perlu pemerintah Kamboja perbaiki agar dapat mengikuti jejak Filipina dan Indonesia menjadi peserta OGP. Ketujuh poin tersebut, berdasarkan pembicaraan antar peserta sepanjang lokakarya, dapat diperoleh dengan memprioritaskan perbaikan di bidang akses informasi dan keterbukaan aset. Saat ini, Kamboja telah memiliki sebuah undang-undang anti korupsi yang di dalamnya terdapat sebuah pasal tentang keterbukaan aset non publik yang diperutukan bagi pejabat tinggi di pemerintahan. Diharapkan, pihak parlemen dapat segera mengamandemen undang-undang tersebut dan menggantinya menjadi pasal tentang keterbukaan aset publik pada tahun 2016. Sedangkan dalam bidang akses informasi, Kamboja telah memiliki tiga usulan rancangan kebijakan berbeda. Pemerintah juga telah mengundang tiga organisasi masyarakat sipil yang merupakan bagian dari koalisi masyarakat sipil yang fokus pada masalah akses informasi untuk bersama-sama menyusun rancangan undang-undang tentang akses informasi. Rencananya, pada tahun 2017, di bawah komando Kementerian Dalam Negeri, undang-undang tersebut akan disahkan, dan dengan demikian, Kamboja akan menjadi negara ketiga yang memiliki undang-undang tentang akses informasi setelah Indonesia dan Thailand.

Meski sudah selangkah lebih baik dalam akses informasi dan keterbukaan aset, Kamboja masih mengalami kendala dalam transparansi fiskal. Dan usaha untuk mewujudkan hal tersebut kemungkinan akan memakan waktu yang lama. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat berbagai perkumpulan pemuda Kamboja untuk mendorong pemerintahnya agar segera melakukan transparansi anggaran.

Walaupun belum memenuhi syarat kelayakan OGP, keinginan kuat untuk memperbaiki diri agar dapat bergabung dengan OGP ditunjukan oleh pemerintah dan organisasi masyarakat sipil Kamboja dengan merencanakan langah-langkah yang akan diambil sebagai tindak lanjut dari lokakarya ini. Diantaranya, pertama, pada akhir tahun 2015, Kepala Unit Pemberantasan Korupsi Kamboja beserta tim didampingi dengan beberapa perwakilan dari organisasi masyarakat sipil yang fokus dengan masalah pemeberantasan korupsi akan mengadakan pertemuan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia. Dalam kunjungan ini, akan ada pertemuan antara pemerintah Indonesia dan Kamboja, organisasi masyarakat sipil Indonesia dan Kamboja, dan pemerintah keduanya dengan para perwakilan dari organisasi masyarakat sipil. Kedua, sejalan dengan perkataanUndersecretary sekaligus Wakil Kepala Komite Nasional untuk Sekretariat Pembangunan Demokrasi Daerah (NCDDS) Ngan Chamroeun yang menyebutkan bahwa Kamboja telah memiliki pelaksanaan yang baik di tingkat sub nasional, pemerintah Filipina akan mengundang pemerintah Kamboja untuk membahas partisipasi publik dalam proses penganggaran pada tingkat sub nasional. Ketiga, Asosiasi Pemuda Khmer (KYA) dan Coorperation Committee for Cambodia (CCC) akan menyelenggarakan sebuah Konferensi Pemuda tentang OGP pada Desember 2014. Konferensi ini ditargetkan akan dihadiri oleh 200 partisipan dari 50 organisasi pemuda Kamboja. Keempat, organisasi-organisasi masyarakat sipil Kamboja juga akan membuat sebuah ikrar bersama untuk mendorong pemerintah agar mengadopsi nilai-nilai dan prinsip-prinsip dari OGP. Kelima, selama proses penyusunan undang-undang akses informasi berlangsung, Advocacy and Policy Institute (API) bersama Transparansi Internasional (TI) Kamboja dan Komite Gerakan Hak Asasi Manusia Kamboja (CHRAC) akan mengadakan pertemuan secara berkala dengan organisasi masyarakat sipil baik yang tergabung dalam koalisi untuk akses informasi maupun tidak. Keenam, Transparansi Internasional (TI) Kamboja juga akan ambil bagian dalam memfasilitasi pembentukan kelompok advokasi yang akan membantu merevisi undang-undang anti korupsi untuk membuat undang-undang keterbukaan aset dari non publik menjadi publik. Hal terakhir yang akan dilakukan oleh pihak Kamboja adalah kelompok-kelompok advokasi yang sudah dibentuk akan mendorong pemerintah agar sususan revisi keterbukaan aset segera dimasukan ke dalam agenda nasional legislatif. TI Kamboja juga akan berbagi ilmu kepada Komisi Anti Korupsi tentang pelaksanaan yang baik mengenai reformasi keterbukaan aset publik di negara-negara lain di Asia Tenggara.

Secara keseluruhan, acara lokakarya tersebut berjalan dengan baik. Pemerintah Kamboja pun menyambut positif dan mengapresiasi komitmen yang ditunjukkan oleh para organisasi masyarakat sipil dan penyelenggara lokakarya OGP di Kamboja. “Saya menyambut baik kerja sama antara pemerintah dan masyarakat sipil ini. Kami (pemerintah) membuka pintu demi kemajuan negara,” ujar Kepala Unit Anti Korupsi Kamboja, Dr. Om Yentieng.

Lokakarya yang diselenggarakan pada tanggal 16 dan 17 Oktober 2014 itu terlaksana atas kerja sama pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan organisasi masyarakat sipil Indonesia – Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) dan Transparansi Internasional Indonesia (TII) – dengan organisasi masyarakat sipil Kamboja, Transparansi Internasional Kamboja (TIC), Asosiasi Pemuda Khmer (KYA), SILAKA, The Advocacy and Policy Institute (API), and Coorperation Committee for Cambodia (CCC) serta didukung oleh Ford Foundation, Asia Development Bank (ADB), dan Open Society Foundation’s South East Asia Initiative (OSF SEAI).

Semoga, dengan kerja sama tersebut, Kamboja dapat segera menyusul Indonesia dan Filipina, yang telah lebih dulu bergabung dengan gerakan Kemitraan Pemerintahan Terbuka.

Sila klik tautan di bawah ini untuk mengetahui agenda lokakarya OGP di Kamboja ini, tanggal 16 – 17 Oktober 2014 (dalam bahasa Inggris)

Scroll to Top
Skip to content