PATTIRO: Perlu Upaya Ekstra Pemerintah dan Masyarakat untuk Hindari Penyimpangan Dana Desa

Desa

Jakarta – Pusat Telaah Informasi Regional (PATTIRO) mengkhawatirkan adanya kemungkinan penyimpangan yang justru dapat menjerat perangkat desa, jika dalam prakteknya tidak diberikan petunjuk dan arahan, serta pembinaan dan pendampingan oleh pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota mengingat memasuki minggu ke-3 bulan Februari ini, sekitar 74.000 desa di Indonesia mulai bersiap untuk mendapatkan pencairan dana desa termin pertama pada April 2015.

Perlu diketahui bahwa dana desa baru dapat dicairkan ketika desa tersebut telah menyerahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa ke Pemerintah Kabupaten sebagai alat verifikasi. Sementara itu, menurut UU No. 6/2014 tentang Desa dengan jelas menyebutkan bahwa RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) dan RKPDes (Rencana Kerja Pembangunan Desa) menjadi dasar penyusunan APB Desa. Alur pengalokasian dana desa yang diatur dalam PP No. 60/2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN menyebutkan bahwa Kementerian Keuangan akan menyalurkan dana tersebut melalui Kabupaten/Kota dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen). Rumus dana desa setiap kabupaten/kota adalah jumlah desa dikalikan rata-rata dana desa per propinsi. Kemudian Bupati/Walikota akan mengeluarkan Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwal) saat pencairan dana sebelum didistribusikan ke setiap desa.

Menurut Perpres No. 11 tahun 2015 tentang Kemendagri, urusan pengelolaan keuangan dan aset desa berada di bawah Kementerian Dalam Negeri dan aturannya sudah dikeluarkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Permendagri) No. 113 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa.

Direktur Eksekutif PATTIRO, Sad Dian Utomo menegaskan bahwa guna menghindari penyalahgunaan dana desa, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap masing-masing desa sesuai yang tercantum pada pasal 112-115 UU No. 6/2014 tentang Desa. Contoh kemungkinan penyalahgunaan, seperti tendensi untuk mempercepat pencairan dana desa dengan cara pintas, atau dengan penyusunan APB Desa yang tidak partisipatif, transparan dan akuntabel, serta kemungkinan terjadinya penggunaan dana yang tidak sesuai proporsinya ataupun peruntukkannya.

Menurut Sad Dian, aturan-aturan ini harus dibarengi dengan pengawasan intensif dan menyeluruh dari masyarakat yang sadar dan memahami aturan main serta akuntabilitas dana desa.  Masyarakat sebagai bagian dari pembangunan sistem kelembagaan dan modal sosial di desa harus turut berkembang termasuk dalam melakukan pengawasan. Kemandirian desa adalah keharusan di era penerapan Undang-Undang Desa ini. Dalam hal ini, PATTIRO telah memiliki pengalaman selama lebih dari 1 dekade dalam pembentukan dan penguatan kelompok warga atau yang dikenal dengan community center (pusat informasi warga) untuk melakukan pengawasan pengelolaan pemerintahan. Oleh karena itu, PATTIRO yakin dengan membangun sistem pengawasan dari masyarakat akan berdampak pada penyelenggaraan dana desa yang transparan, partisipatif dan akuntabel. Selain itu, juga dapat menciptakan pemerintahan desa yang dipercaya oleh masyarakat, tetapi tidak berdampak pada kesewenang-wenangan perangkat desa/kepala desa seperti yang terjadi sebelumnya.

Harapannya, manajemen anggaran dana desa ini dapat dijalankan dengan baik dan penyimpangan bisa dihindarkan jika semua pihak baik pemerintah pusat, kabupaten, dan desa beserta masyarakat desa bersama organisasi masyarakat sipil bersinergi dengan efektif untuk membangun desa secara transparan dan akuntabel.

Scroll to Top
Skip to content