Jakarta, 31 Mei 2015 – Masa kerja komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) akan berakhir 2 Juni 2013 mendatang. Aktivis Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Bejo Untung mengungkapkan, hingga kini proses seleksi calon komisioner KIP ada di tangan presiden untuk mengerucutkan menjadi 21 nama.
“Kalau masa jabatan berakhir, seluruh sengketa informasi jadi tanda tanya besar,” ungkapnya bersama koalisi LSM untuk advokasi UU KIP saat bertandang ke Harian Republika, Kamis (30/5).
Selain kejelasan status komisioner, Untung juga menyoroti tidak terbukanya proses seleksi. Dari Maret bekerja, Panitia Seleksi (Pansel) tidak membuka 21 nama yang disetorkan ke Presiden.
“Bahkan infonya ada 28 nama yang disetor mengikuti kebiasaan tahun lalu,” katanya. Pihaknya meminta nama-nama calon komisioner ini dibuka oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo). Menurut Untung, Kemkominfo mengaku akan membuka nama calon komisioner setelah diajukan ke presiden.
Dalam kesempatan itu, Untung meminta kepada pemerintah agar mempercepat proses seleksi komisioner KIP yang baru. Kalaupun hingga batas 2 Juni nanti komisioner KIP baru belum terpilih, dia mendesak agar pemerintah mengeluarkan keputusan perpanjangan masa jabatan anggota KIP yang lama.
Langkah itu penting dilakukan agar tak terjadi kekosongan posisi komisioner KIP. Sebab jika posisi komisioner KIP kosong setelah 2 Juni nanti, maka sejumlah perkara keterbukaan informasi akan terbengkalai.
Namun, Untung ragu bahwa pemerintah telah menyiapkan langkah antisipasi terkait kekosongan komisioner KIP. Dia menilai, pemerintah cenderung abai menyiapkan langkah antisipasi. “Kami pesimis sebab tanggal 2 Juni merupakan akhir jabatan komisioner KIP. Setelah itu, secara hukum posisi komisioner KIP kosong,” ujarnya.
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun mengatakan koalisi punya andil dalam proses seleksi calon komisioner. Hasil penelusuran independen oleh koalisi digunakan Pansel dalam proses wawancara. “Namun saat kami meminta info, kementerian tertutup,” ujarnya. Pihaknya meminta presiden agar belajar dari lambannya pemilihan komisioner Komnas HAM dan KPI.
* Berita ini dikutip dari Harian Republika edisi 31 Mei 2015.