Jakarta, 14 Desember 2015 – Sudah hampir dua tahun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengelola program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun, sampai saat ini, masih banyak masyarakat yang mengeluhkan buruknya kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan. PATTIRO bersama jaringannya membentuk asosiasi pengguna kartu BPJS Kesehatan untuk membantu masyarakat dan pihak BPJS Kesehatan mengawasi kinerja rumah sakit dan kinerja para petugas BPJS Kesehatan di lapangan.
“Perkumpulan ini basisnya adalah individu, bukan organisasi. Jadi, siapapun dapat ikut bergabung. Syaratnya hanya satu, yaitu memiliki kartu kepesertaan BPJS Kesehatan,” ujar Spesialis Pelayanan Publik PATTIRO Rokhmad Munawir. Saat ini, asosiasi pengguna kartu BPJS Kesehatan baru terbentuk di Kabupaten Semarang dan Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Asosiasi ini membantu warga mengakses pelayanan kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit mitra BPJS Kesehatan dan menjadi saluran bagi masyarakat menyampaikan keluhan terkait pelayanan kesehatan yang diberikan. Fungsi utama lainnya adalah mengawasi kinerja rumah sakit dan BPJS Kesehatan. “Setiap keluhan dan aduan masyarakat mengenai pelayanan rumah sakit akan disampaikan kepada pihak BPJS Kesehatan dan digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi rumah sakit,” tambah Rokhmat. “Asosiasi akan memonitor langkah penyelesaian masalah yang diambil BPJS Kesehatan”. Untuk menyampaikan keluhan, masyarakat hanya perlu mengisi formulir pengaduan yang kemudian akan disampaikan oleh anggota asosiasi kepada pihak BPJS Kesehatan saat pertemuan rutin.
Direktur PATTIRO Surakarta yang juga merupakan pengurus Asosiasi Pengguna BPJS Kesehatan Kota Surakarta Andwi Joko Mulyanto menyebutkan telah banyak keluhan dan aduan masyarakat yang masuk ke sekretariat Asosiasi Pengguna BPJS Kesehatan Kota Surakarta. Menurut Andwi, masyarakat umumnya mengeluhkan panjangnya antrian loket pendaftaran BPJS Kesehatan. Pendaftaran online belum efektif karena situs yang disediakan seringkali bermasalah.
Andwi menambahkan, rumah sakit sebagai penyedia layanan juga sering menolak pasien peserta BPJS Kesehatan dengan alasan kamar penuh. Pihak rumah sakit mengatakan bahwa pasien bisa langsung dirujuk ke rumah sakit lain asalkan membayar sejumlah uang untuk biaya transportasi. “Hal itu tentu bukan solusi yang diinginkan karena masyarakat dipaksa mengeluarkan biaya yang sesungguhnya tidak diperlukan,” ungkap Andwi. “Banyak pasien yang menolak sehingga terpaksa kembali ke fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk meminta surat rujukan pengobatan di rumah sakit lain”.
Masalah lain yang terungkap melalui pertemuai asosiasi ini adalah rumah sakit seringkali tak segan mengurangi jatah obat pasien. Di salah satu rumah sakit di Kota Surakarta, contohnya, pasien diabetes yang seharusnya menerima 3 kali suntikan insulin setiap harinya hanya menerima dua kali suntikan. “Sekali lagi, masyarakat dipaksa mengeluarkan uang lebih demi memenuhi kebutuhan mereka akan obat,” tuturnya.
Andwi mengatakan, seluruh keluhan tersebut telah disampaikan, dan BPJS Kesehatan pun berjanji akan mengirimkan surat teguran kepada rumah sakit yang melanggar. Jika diperlukan, pemutusan hubungan kerja sama akan dilakukan.
Asosiasi juga akan membantu BPJS Kesehatan mempromosikan dan mensosialisasikan program JKN mengingat selama ini, banyak masyarakat yang belum memahami prosedur dan sistem pendaftaran, pembayaran iuran, serta penggunaan layanan kesehatan. Karena miskin informasi, masyarakat sering salahpaham dengan para petugas di lapangan. Rokhmat percaya bahwa edukasi melalui kampanye kecil dan pendidikan publik adalah solusinya.
Memang sudah menjadi tugas dan kewajiban BPJS Kesehatan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan mengenai pelaksanaan program JKN. Namun, BPJS Kesehatan tidak akan mampu menangani seluruh persoalan yang ada tanpa bantuan dari masyarakat. “Masyarakat sipil juga berperan dan bertanggung jawab membantu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit,” tandasnya.