Diskusi Kesehatan Nasional, Agar SDGs Tak Senasib dengan MDGs

diskusi nasional kemenkes

Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Kemitraan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (SDGs) Diah Saminarsih mengatakan bahwa Indonesia belum mampu mewujudkan hampir seluruh target Tujuan Pembangunan Milenium/ Millennium Development Goals (MDGs). Dari 63 indikator pencapaian MDGs di sektor kesehatan, Indonesia hanya berhasil mencapai 13 indikator, 36 indikator lainnya masih berjalan, sedangkan sisanya 14 indikator tidak berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan.

Sekretaris Utama Sekretariat Pembangunan Sektor Kesehatan Pasca 2015 Dedi Kuswenda menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut. Pertama adalah keterlambatan penerbitan regulasi yang dapat digunakan untuk mendorong pelaksanaan MDGs terutama di sektor kesehatan. Dalam kasus MDGs, Dedi menuturkan, kerangka regulasi ini baru diterbitkan sepuluh tahun setelah kemunculan MDGs pada tahun 2000. “Kemarin kesiapan kita untuk menghadapi MDGs ternyata sangat kurang. Kita baru memiliki peraturan itu pada tahun 2010,” imbuhnya.

Selain itu, tambah Dedi, di tingkat daerah, tidak semua indikator MDGs terintegrasi dalam perencanaan dan penganggaran program pemerintah daerah. Beberapa indikator MDGs juga tidak tersedia di database di tingkat kabupaten/kota. Dedi mengatakan, masih banyak pemerintah daerah yang menganggap data sebagai hal yang tidak penting terutama bagi proses perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. Tingkat pelibatan elemen non pemerintah seperti swasta, masyarakat sipil, dan akademisi yang rendah juga mempengaruhi gagalnya pencapaian beberapa indikator SDGs.

Agar kesalahan yang sama tidak kembali terjadi dalam pelaksanaan SDGs terutama di sektor kesehatan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menyarankan kepada Kementerian Kesehatan sebagai penanggung jawab sektor agar melakukan pemetaan ketersediaan indikator di tingkat nasional dan membangun kemitraan dengan masyarakat sipil, akademisi, sektor swasta, media, dan mitra internasional.

Merespon saran yang diberikan oleh BAPPENAS, Kementerian Kesehatan mengambil beberapa langkah awal untuk mendorong percepatan pencapaian SDGs di sektor kesehatan. Diah kembali menerangkan, salah satu langkah utama yang sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan adalah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang Sekretariat Pembangunan Sektor Kesehatan Pasca 2015 yang bertujuan untuk mengawal proses transisi MDGs ke SDGs di lingkup sektor kesehatan.

Diah menuturkan, sekretariat ini akan memulai kerjanya dengan meminta berbagai masukan dari para pihak terkait seperti pemerintah daerah, petugas di unit layanan kesehatan, akademisi, dan masyarakat sipil terkait indikator capaian target SDGs. Ini bertujuan agar SDGs dapat terlaksana secara inklusif atau melibatkan seluruh elemen terkait. “Karena di dalam pelaksanaan SDGs, tingkat inklusivitasnya lebih luas. Tidak lagi terbatas hanya di pemerintah saja,” jelasnya.

Selain itu, untuk mendorong terwujudnya pelibatan seluruh pihak dalam pencapaian SDGs, didukung oleh Program Representasi dan USAID, Koalisi Klaster Kesehatan yang terdiri dari berbagai Organisasi Masyarakat Sipil, baik nasional maupun daerah, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan mengadakan sebuah diskusi nasional tentang kesehatan yang bertajuk Kemitraan Pemerintah dan CSOs Dalam Pencapaian SDGs pada Sektor Kesehatan.

Di dalam pidato pembuka diskusi, Diah menjelaskan, terdapat 38 target SDGs di sektor kesehatan yang perlu diwujudkan. Fokus dari seluruh target tersebut, kata Diah, antara lain gizi masyarakat, sistem kesehatan nasional, akses kesehatan dan reproduksi, Keluarga Berencana (KB), serta sanitasi dan air bersih. Agar pencapaian target dapat terukur, pemerintah akan menyusun berbagai indikator. Untuk mewujudkan prinsip inklusif dalam penyusunan indikator target SDGs, pemerintah pun mengharapkan masukan serta pandangan dari pihak terkait lain seperti masyarakat sipil dan akademisi terkait indikator yang telah dibuat.

“Dalam upaya penyusunan indikator serta implementasi target SDGs yang lebih inklusif, kita perlu memetakan peran-peran berbagai pemangku kepentingan. Misalnya, dalam hal ini, lembaga masyarakat sipil (OMS) dapat mengambil peran advokasi untuk penyempurnaan inisiasi dan kajian strategis, membuat laporan situasi pelaksanaan SDGs di lapangan, serta memberdayakan masyarakat,” pungkas Diah.

Mengakhiri pidatonya, Diah berharap diskusi mengenai SDGs di sektor kesehatan tersebut tidak menjadi pertemuan terkakhir, melainkan menjadi pertemuan pembuka dari diskusi-diskusi penyusunan indikator SDGs. Karena, terang Diah, saat ini PBB tengah mengumpulkan berbagai indikator pencapaian target SDGs dan akan menerbitkannya pada bulan Maret, 2016 mendatang. “Kami berharap dari sekarang hingga bulan Maret nanti, bersama-sama melakukan diskusi menenai aksi-aksi apa saja yang bisa diusulkan dalam mencapai target-target pembangunan sektor kesehatan,” tandasnya.

Diskusi nasional tentang kesehatan yang bertajuk Kemitraan Pemerintah dan CSOs Dalam Pencapaian SDGs pada Sektor Kesehatan tersebut diselenggarakan pada tanggal 14 Desember 2015 di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta. Para pejabat Kementerian Kesehatan hadir di dalam kegiatan tersebut mewakili pihak pemerintah pusat. Kepala dinas kesehatan beberapa daerah juga turut serta dalam kegiatan diskusi sebagai perwakilan dari pemerintah daerah, begitu pula dengan masyarakat sipil, akademisi, dan media yang juga merupakan mitra pemerintah mencapai berbagai target SDGs.

Scroll to Top
Skip to content