Oleh: I Wayan Nike Suputra*
Dalam sistem pembangunan lama, desa menjadi obyek dari pembangunan. Namun, hadirnya Undang-Undang Desa menjadikan desa sebagai pelaku kegiatan pembangunan. Sistem baru ini dikhawatirkan mengurangi kemampuan aparat desa untuk melakukan penyelenggaraan pembangunan desa, khususnya dalam penggunaan dana desa. Artikel ini mencoba memberikan cara untuk mewujudkan sistem pembangunan “desa membangun” yang terinspirasi dari pengalaman Australian Community Development and Civil Strengthening Scheme Phase II (ACCESS II).
Pendekatan pembangunan dari atas ke bawah menjadikan masyarakat bergantung pada persepsi bahwa hanya pihak luar yang mampu mengatasi masalah. Masyarakat akan cenderung merasa tidak berdaya ketika menghadapi masalah yang kompleks. Perencanaan dari atas ke bawah tidak sensitif dengan isu lokal dan tidak tepat sasaran dalam mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat.
Keterlibatan masyarakat membuka kesempatan untuk mengidentifikasi isu masalah yang dihadapi serta mencari alternatif solusi pemecahan masalah (perencanaan dari bawah ke atas). Musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) merupakan wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyusunan rencana pembangunan desa. Non-governmental organization (NGO) kemudian hadir sebagai fasilitator saat kinerja pemerintah tidak lagi optimal dalam pembangunan desa. Peran NGO ini dapat berupa asistensi teknis dan peningkatan kapasitas. Adanya program ACCESS serta pendampingan dari NGO memberikan kesempatan pada masyarakat untuk berperan aktif dalam proses penyusunan kebijakan. Program ACCESS dimulai dengan penyiapan kader, pelatihan untuk melakukan pemetaan sosial, inventarisasi potensi dan penyusunan rencana pembangunan.
Pendekatan berbasis aset disebutkan sebagai pendekatan sosial yang dapat memberdayakan masyarakat desa jika dibandingkan pendekatan berbasis masalah yang cenderung membuat masyarakat merasa tidak berdaya dalam menghadapi masalah pembangunan. Aset desa merupakan sumber daya yang dimiliki masyarakat desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Badan usaha milik desa (BUMDesa) dapat menjadi aset desa untuk mengelola sumber daya desa dengan tujuan kebermanfaatan.
Perencanaan dari atas ke bawah memang cenderung menjadikan masyarakat mengandalkan program-program pemerintah untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Sebaliknya, perencanaan dari bawah ke atas menciptakan masyarakat desa mampu merumuskan rencana pembangunan desanya berdasarkan kepentingan isu desa. Penggabungan kedua model perencanaan tersebut dapat memberikan hasil yang lebih efisien dengan memberikan pendampingan dan masyarakat desa sebagai penyusun program pembangunan desa. Dengan ini pemerintah dapat mengisi perannya sebagai fasilitator perencanaan dan NGO membantu mengawal proses perencanaan (terlepas dari ada atau tidaknya NGO di suatu daerah).
*Penulis adalah Mahasiswa semester VI jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada yang telah menyelesaikan kerja praktik di PATTIRO.