PATTIRO: Akan Segera Dibentuk, Ini Hal yang Harus Pokja Desa Perhatikan

rilis desaPemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengungkapkan bahwa terdapat potensi ketimpangan dalam pengimplementasian Undang-Undang Desa yang disebabkan oleh rendahnya partisipasi masyarakat mulai dari tahap perencanaan hingga pengawasan terhadap pembangunan desa. Untuk mencegah munculnya ketimpangan tersebut sekaligus mendorong keterlibatan aktif warga desa, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar berencana untuk segera membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Desa yang terdiri dari masyarakat sipil.

Direktur Eksekutif PATTIRO Sad Dian Utomo mengapresiasi niatan Menteri Marwan tersebut. Namun, Sad Dian mengungkapkan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar tugas pokja tidak tumpang tindih dengan tugas Satgas Desa.

Sad Dian menyarankan agar Pokja Desa tidak perlu lagi memastikan terlaksananya akuntabilitas administrasi pencairan dan penggunaan dana desa serta mekanisme berbagai aturan desa. Pokja Desa sebaiknya lebih fokus memastikan terlaksananya akuntabilitas sosial pembangunan desa. “Masalah administrasi sudah menjadi ranahnya Satgas Desa. Kalau Pokja mengurusi itu lagi, dikhawatirkan akan tumpang tindih. Pokja Desa sebaiknya fokus saja dalam memastikan apakah manfaat pembangunan di desa benar-benar dirasakan oleh masyarakat miskin dan masyarakat terpinggirkan seperti difabel, perempuan, dan kelompok lainnya,” imbuhnya.

Sad Dian mengakui memastikan terlaksananya akuntabilitas sosial memang bukan pekerjaan mudah, terlebih Pokja Desa akan diisi oleh masyarakat sipil di wilayah Jakarta dan sekitarnya saja. Oleh karena itu, Pokja Desa perlu menguatkan kapasitas masyarakat sipil di daerah terutama di tingkat kabupaten agar mereka memiliki posisi tawar lebih kuat saat melakukan advokasi dengan pemerintah kabupaten. “Banyak persoalan terkait desa yang muncul selama ini sering kali terhenti saat dihadapkan pada peran kabupaten. Peningkatan kapasitas masyarakat sipil di kabupaten perlu agar mereka juga mampu mengawasi dan mengadvokasi pemerintah kabupaten sehingga kebijakan atau keputusan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa,” jelas Sad Dian.

Selain itu, Pokja Desa juga harus bisa berperan sebagai penghubung antara masyarakat sipil di daerah termasuk desa dan pemerintah pusat. Sad Dian menerangkan, kelompok tersebut bisa menjadi penampung dan penyampai aspirasi masyarakat daerah dan desa. “Diharapkan Poka Desa nantinya juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyampaikan keluhan atau temuan-temuan di lapangan,” tuturnya.

Tidak sampai di situ, bahkan menurut Sad Dian, Pokja Desa juga perlu terlibat dalam upaya penyelesaian persoalan yang ada di desa. “Sebagai pihak yang bertugas memastikan terlaksanannya akuntabilitas sosial, jadi pokja juga harus terlibat dalam penyelesaian masalah. Atau setidaknya membantu memastikan pemerintah pusat dalam hal ini kementerian terkait menindaklanjuti laporan dan keluhan yang diterima,” pungkas Sad Dian.

Agar kinerja mereka lebih maksimal dan dapat menghasilkan suatu perubahan signifikan, Sad Dian menambahkan, Pokja Desa harus memiliki strategi kerja khusus. Pokja Desa sebaiknya tidak hanya berkutat di lingkup kerja Kemendes PDTT karena permasalahan yang dihadapi desa sangat rumit dan luas, seperti konflik perebutan kewenangan dengan pemerintah kabupaten, masalah pembangunan, konflik agraria, dan lainnya. Oleh sebab itu, Sad Dian menerangkan, sangat penting bagi Pokja Desa untuk bisa berpikir dan bekerja lintas sektoral seperti dengan Kementerian Dalam Negeri. Dalam hal ini, pokja dapat meminta bantuan atau arahan Kementerian Dalam Negeri untuk mengatasi konflik antara desa dan pemerintah kabupaten atau mendorong kabupaten agar mengeluarkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan desa.

Selain dengan Kementerian Dalam Negeri, Pokja Desa juga harus bisa bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS dan Kementerian Keuangan. Tujuannya adalah untuk mendorong dan memastikan perencanaan pembangunan desa dan anggaran yang disediakan berpihak pada kebutuhan masyarakat.

Pokja Desa juga harus membuka ruang dialog dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk mengatasi konflik agrarian di desa. “Banyaknya kasus konflik agraria di desa menjadi salah satu penyebab kemiskinan yang terus-menerus melanda desa karena mayarakat desa tidak lagi memiliki lahan sebagai modal untuk produksi. Ini menjadi alasan mengapa pokja perlu berdialog dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang,” tukas Sad Dian.

Sad Dian mengimbau, meski belum resmi terbentuk, Pokja Desa harus siap menjalankan segala tugas yang akan didapat. “Jangan sampai nanti kerjanya hanya semangat di awal saja. Jangan sampai nanti kalau isu desa mulai turun pamornya, mereka kerjanya jadi ogah-ogahan,” tandas Sad Dian.

Artikel ini dimuat dalam Rakyat Merdeka Online dengan judul Pokja Desa Sebaiknya Fokus Pada Manfaat Pembangunan

Scroll to Top
Skip to content