Oleh: Ardhi Maulana Fajrin*
Peluang Di Depan Mata
Pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar satu milyar rupiah per tahun untuk desa. Modal tersebut dapat digunakan masyarakat desa untuk mengembangkan produk lokal yang akan berpeluang menempati pasar-pasar strategis. Namun, untuk mewujudkannya desa perlu bekerja sama dengan pihak lain.
Dalam undang-undang Desa pasal 91 tertulis bahwa “Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga.” Dalam melaksanakan kerjasama desa ini, desa membentuk lembaga/badan kerjasama antar desa yang telah diatur dalam Peraturan Bersama Kepala Desa[1].Dengan membentuk suatu lembaga, kerjasama akan lebih terstruktur dan terkelola dengan baik karena ada pihak yang bertanggung jawab secara resmi.
Membangun Jaringan Untuk Pembangunan Desa
Sekarang bukan zamannya untuk bekerja sendiri. Untuk mengoptimalkan potensi dan mengurangi celah, penambahan masukan bisa menjadi salah satu cara yang efektif dan efisien. Perencanaan pedesaan memiliki lingkup yang luas, melibatkan berbagai macam pihak, dan tersusun dari inisiatif, intervensi dan aksi masyarakat lokal[2]. Untuk mengurangi dampak negatif ke desa lain, perlu melibatkan desa sekeliling dalam setiap pembangunan yang strategis.
Kerjasama didefinisikan sebagai segala bentuk adaptasi yang telah berkembang, sebagian atau seluruhnya dengan tujuan untuk meningkatkan kesuksesan dari rekan pelaku sosial[3]. Dari definisi di atas dapat kita petik beberapa pelajaran bahwa kerjasama dibutuhkan untuk meningkatkan kesuksesan antar pihak. Maka dari itu, sebisa mungkin desa harus menerapkan pemikiran saling menguntungkan dalam bekerjasama. Poin penting lainnya adalah dalam bekerjasama semua pihak harus bisa menurunkan ego untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Mekanisme Kerjasama
Desa diperbolehkan melakukan kerjasama dengan desa lain atau dengan pihak ketiga lain. Lingkup kerjasama antar desa meliputi: pengembangan usaha bersama Desa, kegiatan sosial kemasyarakatan dan bidang keamanan. Sedangkan bentuk kerjasama dengan pihak ketiga meliputi: percepatan dan peningkatkan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Pembahasan mengenai kerjasama desa dilakukan saat musyawarah desa sebagaimana telah diatur dalam undang-undang Desa pasal 54 tentang musyawarah desa. Musyawarah desa merupakan forum permusyawaratan untuk membahas hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan. Namun pada dasarnya pembahasan mekanisme dengan pihak ketiga dalam Bab Kerjasama Desa masih belum terlalu detail. Maka dari itu diharapkan Desa harus berhati-hati dalam bekerjasama dengan pihak ketiga.
Hati-hati Dengan Penipu
Tidak menampik bahwa kerjasama desa merupakan salah satu cara untuk meringankan beban pembangunan desa. Dengan berbagai keterbatasan modal dalam desa, pilihan untuk menjalin kerjasama dengan pihak luar desa bisa salah satu alternatif utama. Kunci dalam pembangunan desa adalah akuntabilitas dalam setiap segmen, aktor, dan sektor pembangunan.
Namun Desa perlu hati-hati dalam memilih mitra kerja. Jangan sampai desa menjadi rugi karena kesalahan memilih mitra. Seperti yang biasa orang tua ucapkan, “perhatikan bibit, bebet dan bobotnya”. Terlebih lagi jika desa menjalin kerjasama dengan pihak ketiga yang belum jelas diatur dalam undang-undang Desa dibandingkan dengan bentuk kerjasama antar desa.
Tetap Pada Rute
Pembangunan desa yang diatur dalam undang-undang Desa pasal 78 memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Maka jelas sudah bahwa pembangunan ini bertujuan untuk mensejahterakan seluruh masyarakat desa dan bukan untuk perorangan atau golongan tertentu saja. Oleh karena itu, kerjasama harus dikelola secara akuntabel, demokratis dan komprehensif.
Keleluwasaan kewenangan atau celah hukum yang dimiliki Desa bukan berarti monopoli, manipulasi atau istilah buruk lainnya. Diaturnya kerjasama dalam undang-undang Desa adalah agar kerjasama yang dibangun lebih terarah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dan Desa yang kini telah diberi mandat untuk mengelola wilayahnya harus fokus pada tujuan tersebut demi suatu kebermanfaatan.
*Penulis adalah Mahasiswa semester VI jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada yang telah menyelesaikan kerja praktik di PATTIRO.