Dalam kurun waktu April – Desember 2015, terdapat 14 Komisi Informasi Provinsi (KI Provinsi) yang telah memasuki seleksi periode kedua, yaitu: Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Bali, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Riau, DI Yogyakarta, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan.
Dari ke-14 KI Provinsi, yang telah selesai melaksanakan seleksi periode kedua adalah Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Bali, Nanggroe Aceh Darussalam, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan. Namun demikian, terdapat proses seleksi yang berbeda. Ketika provinsi-provinsi lain melakukan seleksi ulang sesuai dengan Pedoman Seleksi dan Penetapan Anggota KI Provinsi sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia No. 01/KEP/KIP/III/2010. Sedangkan, di Gorontalo, Gubernur langsung mengangkat kembali anggota KI Provinsi Gorontalo incumbent tanpa melalui seleksi ulang sesuai Pedoman KI Pusat.
Pengangkatan kembali anggota KI Provinsi tanpa melalui seleksi ulang sebagaimana terjadi di Gorontalo berpotensi diikuti oleh provinsi-provinsi lain. Hal ini tentu saja, pertama: mencederai prinsip good governance dalam pemilihan anggota KI Provinsi. Kedua, menutup peluang bagi calon-calon terbaik untuk mengikuti seleksi anggota KI Provinsi.
Oleh karena itu, FOINI mengajukan permohonan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi untuk meminta tafsir Pasal 33 UU KIP. Muhammad Djufryhard, salah satu warga Gorontalo menyatakan bahwa pengangkatan kembali anggota Komisi Informasi Provinsi Gorontalo telah menutup ruang partisipasi publik. “Pengangkatan kembali tanpa seleksi ulang ini telah menghambat hak konstitusional warga untuk berpartisipasi dan memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”
Desiana Samosir, salah satu pemohon yang merupakan aktifis FOINI menyampaikan bahwa judicial review ini dilakukan agar preseden buruk seperti yang terjadi di Gorontalo tidak terulang kembali. “Judicial review ini kami ajukan agar kejadian seperti di Gorontalo tidak terulang kembali. Seleksi Komisi Informasi harus dilakukan secara terbuka, sesuai prosedur undang-undang, dan melibatkan partisipasi aktif warga negara.”
Selain itu, pengacara FOINI, Wahyudi Djafar menuturkan bahwa kepastian hukum dalam pengangkatan kembali pejabat anggota Komisi Informasi harus dipertegas. “Harus ada kepastian hukum soal pengangkatan kembali anggota Komisi Informasi. Oleh karena itu, kami menginginkan agar Mahkamah Konstitusi menafsirkan Pasal 33 UU KIP dimaknai bahwa pengangkatan kembali anggota Komisi Informasi harus melalui proses seleksi sebagaimana diatur dalam Pasal 31 dan 32 UU KIP.”
Sebagaimana diketahui, pemohon judicial review ini antara lain: Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), Yayasan Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Yayasan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM), Muhammad Djufryhard (warga Gorontalo), dan Desiana Samosir (FOINI).
Contact Person:
Desiana Samosir (0813-6928-1962)
Wahyudi Djafar (0813-8208-3993)