Mendesak, Pembentukan Jabatan Fungsional Pengelola Pengaduan Pelayanan Publik

20180222-24KONSINYIRINGPENYUSUNANNASKAHAKADEMIKJabatan fungsional pengelola pengaduan pelayanan publik dirasakan mendesak untuk segera dibentuk. Hal ini mengingat pada umumnya pengelolaan pengaduan pelayanan publik pada lembaga pemerintah baik di pusat maupun daerah masih belum dijalankan secara profesional. Selama ini kegiatan yang terkait dengan pengelolaan pengaduan dikerjakan hanya sebagai tugas tambahan sehingga tidak dijalankan secara optimal. Pembentukan jabatan fungsional diharapkan dapat mendorong petugas pengelola pengaduan dapat bekerja secara penuh waktu dan mendapatkan kepastian tentang jaminan jenjang karir. Demikian pendapat yang mengemuka dalam FGD yang diselenggarakan oleh PATTIRO pada Selasa, 6 Februari 2018 di Jakarta.

Komisioner Ombudsman RI Dadan S. Suharmawijaya menyatakan bahwa banyak pihak yang menganggap pekerjaan pengelolaan pengaduan hanya sebatas melayani penerimaan pengaduan. Hal ini yang menyebabkan banyak pihak yang tidak sepakat adanya jabatan fungsional pengelola pengaduan karena dianggap pekerjaannya terlalu sederhana. “Padahal petugas pengelola pengaduan juga dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya lebih advance hingga penyelesaian sengketa,” kata Dadan. Hal senada disampaikan oleh M. Imanuddin, Asdep Perumusan Kebijakan Inovasi KemenPAN-RB bahwa pengelola pengaduan tidak hanya menerima pengaduan tetapi juga dapat menganalisis masalah, memberikan solusi dan rekomendasi atas pengaduan.

“Kompleksitas pekerjaan pengelola pengaduan pelayanan publik tersebut dapat membuka peluang dibentuknya jabatan fungsional,” ungkap Bejo Untung, Program Manager PATTIRO.

Kepala Bidang Fasilitasi Pengaduan dan Pelayanan Informasi Kemendagri Handayani Ningrum menyampaikan petugas pengelola pengaduaan saat ini seperti “orang buangan”, padahal menurutnya pengelola pengaduan harus mampu menerima dan mengolah pengaduan aspirasi masyarakat dengan baik. “Orang yang bertugas dalam pengelola pengaduan harus pintar, cepat berpikir, dan kompeten. Pengelola pengaduan harus mampu menjadi corong lembaganya, sehingga harus memiliki kualifikasi personal”, ujarnya. Lebih lanjut Handayani menyatakan bahwa pihaknya juga sangat setuju adanya jabatan fungsional pengelola pengaduan.

Perwakilan dari Diskominfo Kota Semarang Istiqomah mengatakan, pengelola pengaduan di Kota Semarang saat ini ditangani oleh unit bernama Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M). Pada tahun 2017 ada sekitar 6.000 pengaduan yang tertangani. Dirinya setuju ada jabatan fungsional untuk pengelolaan pengaduan. “Pengalaman kami, setiap tahun admin yang mengelola pengaduan selalu berubah. Admin akan lebih fokus apabila ditetapkan sebagai jabatan fungsional,” tambah Istiqomah.

Pakar Administrasi Publik Universitas Indonesia Dr. Lina M. Jannah mengingatkan, ketika mengusulkan adanya jabatan fungsional maka yang dimaksud adalah bukan sekedar kegiatan tapi harus mampu menyelesaikannya secara sendiri. “Sebagai catatan, sebuah pengaduan tidak bisa dilakukan sendiri harus dengan tim. Kalau 12 jenis layanan maka dia (jabatan fungsional) harus menguasainya. Kita juga harus melihat irisan pekerjaannya khawatir adanya tumpang tindih dengan yang lain”, ujarnya.

Pembentukan unit pengelola pengaduan pada lembaga penyelenggara pelayanan pengaduan merupakan kewajiban karena dimandatkan oleh Undang Undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009. Keberadaaan unit pengelola pengaduan tidak terpisahkan dari pelayanan publik. Bahkan melalui sarana pengaduan pemerintah menjadi tahu apa yang dikehendaki oleh masyarakat. “Pengaduan yang paling dominan dimasukan ke dalam perencanaan. Isi dari pengaduan menjadi bahan yang baik untuk perencanaan pembangunan,” ungkap Imanuddin.

Temuan Lapangan Kondisi Pengelolaan Pengaduan

Pada kesempatan yang sama disampaikan juga hasil penelitian PATTIRO terkait dengan kondisi penyelenggaraan pengelolaan pengaduan di beberapa kementerian dan lembaga. Penelitian ini juga menggali data tentang pengalaman pembentukan jabatan fungsional yang pernah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan dan Lembaga Administrasi Negara.

Peneliti dari PATTIRO Wawanudin menyampaikan beberapa hasil temuannya. Pertama, sebagian besar kementerian dan lembaga sudah memiliki unit khusus pengelola pengaduan. Di Kemenkes misalnya, terdapat unit pengelola pengaduan yang berada di sub bagian pengaduan masyarakat. Jumlah petugas pengaduan umumnya sudah memadai dengan pembagian tugas untuk menangani unit call center, layanan publik, dan aplikasi pengaduan. Petugas pengaduan direkrut dari tenaga outsourcing yang disebut agen. Agen yang dikontrak memiliki pengalaman di bidang pengelolaan pengaduan dan berada dibawah supervisi ASN. Perekrutan agen melalui pihak ketiga dilakukan tiap tahun secara berulang kali. Terkait dengan aplikasi pengelolaan pengaduan di kementerian dan lembaga kondisinya masih berjalan sendiri-sendiri, sebagian besar belum terintegrasi dengan LAPOR! Tren atau jumlah pengaduan yang masuk ke kementerian cukup banyak sekitar 90-100 pengaduan per hari melalui berbagai saluran. Setiap pengaduan yang masuk tidak langsung dijawab karena perlu dilakukan cross-check ke lapangan. Beberapa kasus, pengadu mendapatkan jawaban dari pengaduannya hingga satu bulan lamanya.

Kedua, sebagian besar narasumber menyampaikan bahwa jabatan fungsional menjadi layak karena tugas pengelola pengaduan bukan sekedar menerima pengaduan tetapi harus mampu menganalisa pengaduan tersebut hingga menjadi bahan kebijakan. Melalui adanya jabatan fungsional, akan ada tenaga profesional yang akan memperkuat sistem pengelolaan pengaduan. Pembentukan jabatan fungsional diperkirakan akan berdampak kepada tingkat kepuasan pelayanan publik, dan tidak akan berdampak secara signifikan terhadap bertambahnya anggaran pemerintah.

Ketiga, kegiatan pengelolaan pengaduan didorong agar juga melakukan edukasi kepada masyarakat (creating demand). Upaya ini diperkirakan akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menyampaikan pengaduan. (RN)

Scroll to Top
Skip to content