Laporan dari Ajang Konferensi Asia Pasifik OGP di Seoul, Korea Selatan, 5-6 November 2018
“Namanya Juniati. Menikah pada umur 14 tahun dan hamil umur 16 tahun. Dia ini termasuk ibu hamil dengan risiko tinggi, karena secara biologis organ-organ reproduksinya masih belum siap untuk mengandung.”
Uraian kalimat di atas disampaikan secara lantang oleh Hadi Kusyairi, Kepala Puskesmas Kecamatan Sempu Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada salah satu sesi diskusi dalam gelaran konferensi Asia Pasifik Open Government Partnership (OGP) di Seoul Korea Selatan pada 5-6 November lalu. Sambil menampilkan gambar sosok Juniati pada layar proyektor, dalam sesi yang juga diikuti oleh PATTIRO itu, Hadi meneruskan ceritanya bahwa masih banyak ibu hamil dengan risiko tinggi (bumil risti) di wilayah kerjanya. Terakhir, tercatat sekitar 300 lebih bumil risti yang sebagian besar tinggal di tengah hutan dan jauh dari akses fasilitas kesehatan.
“Untuk ke Puskesmas, mereka harus jalan kaki selama tiga jam. Karena itulah seringkali terjadi banyak bumil risti yang tidak bisa diselamatkan karena begitu datang ke Puskesmas kondisinya sudah sangat parah,” kata Hadi lebih lanjut.
Atas dasar itulah Hadi berinisiatif untuk membentuk pasukan Pemburu Bumil Risti yang terdiri dari para tukang sayur keliling yang biasa berjualan hingga ke pelosok desa. Para pemburu ini bertugas mendeteksi keberadaan bumil risti dan segera melaporkannya ke petugas Puskesmas atau kader kesehatan. Para pemburu ini dilengkapi dengan rompi berwarna merah bertuliskan “Pemburu Bumil Risti” pada bagian punggung, lengkap dengan baner bertuliskan 13 indikator bumil risti yang dipasang di gerobak sayur mereka masing-masing. Baner ini selain memudahkan para pemburu melakukan deteksi, sekaligus juga sebagai media sosialisasi dan pembelajaran bagi warga.
Meskipun terkesan sederhana, namun inovasi Hadi ini dianggap istimewa karena sangat berdampak pada penurunan angka kematian ibu atau bayi baru lahir. Tak heran jika kemudian sebagian peserta memberikan apresiasi atas inovasi tersebut.
Inisiatif global OGP yang diluncurkan pada tahun 2011 telah memberikan pengaruh positif bagi tatakelola pemerintahan yang lebih inovatif dan kolaboratif di Indonesia. Gerakan ini terus bergulir sehingga mampu mendorong pemerintah untuk lebih terbuka dalam menerima ide-ide kreatif. Gerakan ini juga mendorong pemerintah untuk terus membuka diri terhadap partisipasi publik, sehingga tata kelola pemerintahan juga dapat melibatkan publik secara lebih luas. Apa yang dilakukan oleh Hadi membuktikan bahwa inovasi dan kolaborasi merupakan kunci utama bagi perbaikan pelayanan publik.
Model inovasi lain dalam sektor pelayanan publik yang telah dilakukan adalah pengembangan aplikasi pengaduan berbasis website yang diberi nama LAPOR!, akronim dari Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat. Pada kesempatan yang sama Muhammad Gibran dari Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai pihak yang mengembangkan aplikasi ini menjelaskan, platform ini dibuat untuk memudahkan warga untuk menyampaikan pengaduan terkait pelayanan publik kepada pemerintah. Melalui platform tersebut warga dapat secara langsung menuliskan pengaduannya dan akan segera direspon oleh KSP. Dari situ kemudian KSP meneruskan kepada lembaga pemerintah yang terkait.
“Prinsip pelayanan publik adalah no wrong door policy. LAPOR! memungkinkan warga untuk menyampaikan keluhan apa saja, dan tugas kami meneruskan kepada lembaga yang bersangkutan,” kata Gibran lebih lanjut.
Untuk lebih menjangkau kepada penyelenggara pelayanan publik hingga ke tingkat paling bawah, KSP dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) terus mendorong agar pemerintah daerah terhubung dengan LAPOR!. Saat ini sudah ada 303 lembaga pemerintah daerah yang telah terkoneksi dengan LAPOR!.
Tantangan
Merespon presentasi Gibran, Bejo Untung dari PATTIRO mengatakan, di luar kisah sukses LAPOR!, masih ada tantangan yang dihadapi. Salah satunya adalah belum adanya pegawai yang didedikikasikan secara khusus untuk mengelola LAPOR! di daerah. Selama ini tidak ada pegawai yang bertahan lama mengelola LAPOR! karena proses rotasi pegawai yang sangat cepat. “Untuk itu, PATTIRO bersama dengan KemenPAN-RB telah menyusun draf peraturan pemerintah yang mengatur tentang pembentukan jabatan fungsional. Saat ini draf tersebut tengah digodok oleh deputi bidang kepegawaian di KemenPAN-RB,” ungkap Bejo.
Selain itu, tantangan lainnya adalah terkait dengan keberlanjutan. Meskipun cukup berpengaruh, tetapi tidak ada yang dapat menjamin bahwa inovasi ini akan terus beroperasi. Menurut Marina Mkhartayan dari UNDP Armenia, untuk mengatasi tantangan ini dapat ditopang dengan menerapkan feedback loop mechanism agar publik juga terus menerus melakukan pengawasan. Lebih lanjut Marina menyampaikan bahwa keterlibatan publik yang lebih luas dalam skema feedback loop memungkinkan sistem ini akan terus berlanjut, karena ada pengawasan yang massif dari publik. Kepuasan publik terhadap manfaat aplikasi ini juga penting agar publik makin yakin percaya terhadap aplikasi ini.
Tantangan-tantangan tersebut diakui oleh Gibran. Dirinya berharap, melalui keterlibatan banyak pihak tantangan-tantangan ini dapat dijawab dengan baik. Gibran juga meyadari saat ini pengelolaan data pengaduan belum dilakukan dengan baik. Padahal menurutnya, data ini sangat penting untuk dikelola dan dianalisis sehingga dapat menjadi base line bagi perbaikan pelayanan publik secara sistemik dan langgeng.
Pengembangan LAPOR! sendiri akan terus dilakukan karena masuk dalam rencana aksi Open Government Indonesia tahun 2018-2019.
Sekilas Konferensi OGP Asia Pasifik Korea Selatan 2018
Konferensi OGP Asia Pasifik 2018 merupakan inisiatif Pemerintah Korea Selatan sebagai salah satu anggota steering committee OGP Global. Forum ini disediakan sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan cerita sukses baik bagi negara-negara anggota maupun non anggota di kawasan, terkait dengan pelaksanaan tatakelola pemerintahan terbuka, partisipatif dan akuntabel. Seluruhnya ada 24 sesi diskusi digelar dalam ajang ini. Selain pelayanan publik, tema lain yang dibahas dalam sesi-sesi diskusi tersebut antara lain adalah keterbukaan pengadaan barang dan jasa, keterbukaan pemilu dan parlemen, anggaran, pengarusutamaan (mainstreaming) gender, kebebasan berpendapat, dan inovasi open data.
Konferensi yang dipusatkan di Hotel Westin Chosun Seoul itu diikuti peserta dari berbagai unsur antara lain unsur pemerintah, kelompok masyarakat sipil, lembaga kuasi negara, mahasiswa, akademisi dan kelompok swasta, yang antara lain berasal dari Indonesia, Filipina, Papua Nugini, Selandia Baru, Pakistan, Srilanka, India, Bangladesh, Nepal, Afghanistan, Georgia, Armenia, Australia, Kazakhstan, Jordania, Uzbekistan, Ukraina, Mongolia, Kyrgystan, Vietnam, Singapura, Thailand, China, Taiwan dan Fiji. Hadir juga delegasi dari Amerika Serikat, Argentina, Paraguay, Nigeria dan Kolombia.