Mendorong Target Pembangunan Rendah Karbon Melalui Transfer Fiskal Berbasis Ekologi

Agenda pembangunan rendah karbon merupakan agenda strategis yang sedang digadang-gadang oleh pemerintah guna mengejar target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), yaitu sebesar 29% tanpa syarat (dengan usaha sendiri) dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030. Guna mewujudkan target tersebut, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendanaan Perlindungan Lingkungan Hidup didukung The Asia Foundation sejak tahun 2018 telah menginisiasi adanya gagasan penerapan kebijakan transfer anggaran berbasis ekologi atau Ecological Fiscal Transfer (EFT).

Dalam rangka mendiseminasikan gagasan kebijakan EFT dan praktik baik penerapan EFT di daerah, serta membangun komitmen pemerintah, baik di level daerah dan pusat dalam mengembangkan skema TAPE, TAKE dan ALAKE, PATTIRO didukung The Asia Foundation menyelenggarakan Diskusi Publik dan Forum Pembelajaran secara daring mengenai “Insentif Fiskal Berbasis Ekologi untuk Mewujudkan Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia”, Kamis, 8 Septermber 2022 dan Jumat, 9 September 2022. Kegiatan yang diselenggarakan secara daring ini menghadirkan narasumber dari Pemerintahan, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil.

Program Officer The Asia Foundation, Ridwan, dalam sambutannya menegaskan bahwa dalam skala nasional, penerapan EFT didorong sebagai kebijakan untuk berkontribusi terhadap agenda Pembangunan Rendah Karbon untuk mengurangi emisi GRK, khususnya dalam sektor kehutanan. Sejauh ini, sebanyak 18 pemerintah daerah yang terdiri dari dua provinsi dan 16 kabupaten/kota telah mengadopsi gagasan EFT dalam bentuk Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE), dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE).

Sementara itu, Dewan Pengurus PATTIRO, Fitria Muslih, menyampaikan diskusi yang digagas oleh kelompok masyarakat sipil ini menjadi inisiatif daerah untuk mewujudkan pengelolaan lingkungan hidup yang baik di daerah. Sehingga, inisiatif ini perlu direplikasi melalui kebijakan maupun kelembagaan. “Harapannya, melalui diskusi ini gagasan EFT bisa direplikasi di berbagai daerah atau provinsi lain,” ujar Fitria.

Dalam paparannya, akademisi dari Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Syamsu Rijal, mengatakan skema EFT merupakan inovasi yang harapannya dapat meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan hidup di daerah agar menjadi lebih baik. Inisiatif TAPE di Sulawesi Selatan yang digagas menggunakan skema bantuan keuangan khusus dari provinsi ke kabupaten/kota. Indikator TAPE untuk penilaian bantuan keuangan yang diusulkan meliputi penurunan emisi GRK, perubahan tutupan vegetasi, pertanian berkelanjutan, serta energi baru terbarukan dan konservasi energi.

Skema pendanaan dengan EFT pada dasarnya tidak menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).  Skema ini merupakan reformulasi mekanisme pengalokasian anggaran pemerintah yang lebih tinggi ke pemerintah yang lebih rendah dengan memasukkan indikator perlindungan lingkungan dan kehutanan dalam alokasi anggarannya. Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Fitri Nurfatriani, juga menambahkan bahwa tata kelola implementasi TAPE/TAKE memberikan insentif kepada pemerintah daerah terkait tergantung dari kinerja mereka dan komitmennya dalam isu lingkungan hidup.

Sekretaris Bappelitbangda Sulawesi Selatan, Junaedi, dalam paparannya menyebutkan bahwa instrumen transfer anggaran berbasis ekologi sangat bermanfaat untuk meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam menjaga lingkungan hidup. Insentif TAPE merupakan bentuk penghargaan (reward) bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam melaksanakan komitmennya pada pembangunan rendah karbon sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman (MoU) antara Gubernur Sulawesi Selatan dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dalam mendukung pembangunan rendah karbon. “Skema TAPE yang sedang digagas ini harapannya dapat membantu pencapaian target dan indikator terkait lingkungan hidup yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),” ujar Junaedi.

Hal ini juga ditegaskan oleh Koordinator Pembangunan Rendah Karbon Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Irfan Yananto. Dalam paparannya, ia menyebutkan bahwa kriteria yang diusulkan dalam pengembangan TAPE di Provinsi Sulawesi Selatan selaras dengan agenda pembangunan rendah karbon yang sedang didorong oleh pemerintah pusat. Irfan juga menguatkan bahwa skema TAPE dapat membantu pencapaian target dan indikator terkait lingkungan hidup yang telah ditetapkan di dalam Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah (RPRKD) dan RPJMD Sulawesi Selatan.

Pada praktiknya di lapangan, penerapan skema EFT secara umum di daerah memiliki dampak bagi daerah terkait, utamanya dalam pembangunan berbasis ekologi. Kepala Sub Bagian Pengembangan Sumber Daya Alam Bappeda Litbang Kalimantan Utara, Ahmad Iqbal, menuturkan penyaluran anggaran TAPE ke kabupaten/kota pada 2020-2022 memicu penguatan agenda daerah dan pengembangan inovasi dalam sektor lingkungan hidup di Kalimantan Utara. “Dapat dikatakan bahwa seluruh Kabupaten/Kota di Kalimantan Utara memanfaatkan anggaran untuk meningkatkan kinerja ekologi mereka,” tutur Iqbal.

Selain memberikan peluang yang positif, penerapan skema EFT menghadapi  tantangan dalam implementasinya di beberapa daerah. Secara umum, perlu adanya sosialisasi lebih lanjut terkait penekanan pada alokasi dan penggunaan anggaran TAPE dan TAKE. Kepala Divisi Kebijakan Publik dan Anggaran GeRAK Aceh, Fernan, menyampaikan pada awalnya ada anggapan bahwa inisiatif kebijakan EFT akan menggerus pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sementara itu di Maros, Sulawesi Selatan, masih terdapat kepala desa yang resisten pada formulasi Alokasi Dana Desa (ADD) dalam skema EFT. “Desa yang dulu mendapatkan anggaran belum tentu akan mendapatkan lagi karena dulu anggaran tersebut dibagi rata, tetapi sekarang harus melewati proses penilaian,” ujar Ismawati dari PINUS Sulawesi Selatan.

Ketua Bidang Bina Keuangan dan Aset Desa DPMD Kabupaten Kubu Raya, Rini Kurnia Solihat, juga menyampaikan di Kabupaten Kubu Raya alokasi TAKE dipergunakan untuk membiayai operasional penyelenggaraan pemerintah desa, bukan untuk kegiatan yang berhubungan dengan penguatan ekologi.

Selain itu, Pemerintah melalui Bappenas memiliki wadah yang menampung perencanaan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim yang telah dibuat daerah bernama Aksara. Aksara bertujuan untuk menyediakan data, mengumpulkan data, dan mendukung kredibilitas dan transparansi upaya-upaya pembangunan rendah karbon dan pembangunan berketahanan iklim. Data yang terdapat dalam TAPE dapat menjadi bahan untuk pengisian dalam Aksara.

Scroll to Top
Skip to content