Pemerataan Kesejahteraan Menjadi Fokus Pemerintah dalam Pengentasan Kemiskinan

Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 secara kumulatif menguat jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang semula 3,70% menjadi 5,31%. Secara spasial, penguatan ekonomi juga terjadi di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Namun di sisi lain, tingkat kemiskinan masih cukup tinggi. Hal ini mengemuka dalam diskusi publik dalam rangka launching Program Pengembangan Model Penanggulangan Kemiskinan Inovatif, Kamis, 16 Maret 2023.

“Menurut data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia per September 2022 sebesar 9,57%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan angka pada Maret 2022 sebesar 9,54%. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi belum tentu menjamin kesejahteraan masyarakat,” demikian disampaikan Budiono Subambang, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah (SUPD) III Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Bina Bangda Kemendagri) dalam sambutannya.

Melalui program ini, PATTIRO atas dukungan Ford Foundation dan Ditjen Bangda Kemendagri, akan melakukan penguatan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) di beberapa kabupaten yang menjadi lokus program, sekaligus mendorong keterlibatan forum multistakaholder. Upaya ini diharapkan dapat mendorong pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yang efektif, inovatif, dan inklusif.

Kasubdit Sosial dan Budaya, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Wahyu Suharto, menjelaskan program ini sifatnya berorientasi pada proses, yaitu memberikan fasilitasi model peningkatan kapasitas pada organisasi perangkat daerah (OPD) melalui kolaborasi, konvergensi, dan kemitraan, bukan pada ranah eksekusi seperti memberikan bantuan langsung.

Direktur Eksekutif PATTIRO, Bejo Untung, menambahkan program ini bukan program baru yang lepas dari program yang sebelumnya sudah dijalankan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah sudah memiliki komitmen terhadap program pengentasan kemiskinan. Program ini merupakan penguat dan pemantik inovasi dari program yang sudah dijalankan.

Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan, antara lain melalui peningkatan keterampilan dan mengurangi pengeluaran rumah tangga menengah ke bawah, termasuk mengoptimalkan peran swasta melalui pendanaan corporate social responsibility (CSR). Namun, masih ada tantangan yang kerap dihadapi, antara lain data kemiskinan yang masih belum sinkron.

Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang dikeluarkan oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan misalnya, masih dianggap kurang sesuai dengan fakta lapangan.

“Kami turun langsung ke lapangan pada 2017. Angka riil kemiskinan kami di 3,32%, sementara yang tertera di BPS sebesar 4,61%,” ujar Wakil Bupati Sumbawa Barat, Fud Syaifuddin. Selain itu, Syaifuddin juga menambahkan masih ditemukan masyarakat yang seharusnya menerima manfaat program tetapi tidak terdata sehingga tidak menerima manfaat tersebut.

Kepala Bidang Litbang Bappeda Aceh, Kemal Pasya menyarakankan Pemerintah Pusat untuk melakukan verifikasi data P3KE. Hal ini menjadi sangat penting lantaran berdasarkan dari pengalaman di lapangan, ia menduga banyak dari data penduduk miskin yang telah keluar dari data yang sudah ada.

Kemal juga menceritakan pengalaman program peningkatan kapasitas dan lapangan kerja yang dijalankan di Aceh belum maksimal. Pelaksanaan program ini di Aceh terkendala oleh ketersediaan pendamping dan kondisi APBD yang terbatas. ”Oleh karena itu, pelaksanaan program ini di Aceh mengoptimalkan Dana Desa dan Dana CSR,” ujar Kemal. Ia juga berharap ada dukungan yang diberikan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mendukung program yang sudah dilakukan pemerintah daerah.

Scroll to Top
Skip to content