Dalam membawakan hasil riset untuk advokasi kebijakan, narasi riset yang panjang dan detail sering kali tidak efektif. Pengambil keputusan yang menjadi sasaran advokasi kebijakan, umumnya tidak memiliki waktu yang cukup untuk membaca dan memahami hasil riset. Oleh karena itu, organisasi masyarakat sipil memerlukan alat untuk menyajikan hasil riset secara ringkas dan padat. Salah satunya adalah ringkasan kebijakan atau policy brief.
Penyusunan ringkasan kebijakan harus mampu menyederhanakan isi tulisan disertai visualisasi data yang menarik. Hal ini agar membantu pengambil keputusan memahami isi yang hendak disampaikan. Pernyataan ini mengemuka pada pelatihan penulisan ringkasan kebijakan yang diselenggarakan oleh International Development Research Centre (IDRC) bekerja sama dengan Tempo Institute pada 28 – 30 Maret 2023 di Hotel Tamarin, Jakarta. Kegiatan ini diikuti oleh mitra Think Climate Indonesia yaitu PATTIRO, Kemitraan, Kota Kita, Kaleka, dan WRI Indonesia.
Deputi Kebijakan Pengembangan Kompetensi Aparat Sipil Negara Lembaga Administrasi Negara, Muhammad Taufiq, dalam paparannya mengatakan ringkasan kebijakan merupakan sarana membangun dialog dalam advokasi kebijakan kepada pemerintah. Ia juga menambahkan, ringkasan kebijakan harus menarik, relevan, praktis, dan mudah dipahami. Ringkasan kebijakan sebagai alat advokasi perlu memberikan rekomendasi atas masalah yang ada di akar rumput sebagai pertimbangan untuk para pemangku kebijakan.
Menanggapi hal tersebut, fasilitator dari Tempo Institute, Yosep Suprayogi, menambahkan dalam menyajikan data kepada publik, pengemasan data melalui visualisasi menjadi hal penting lantaran saat ini masyarakat berada dalam derasnya arus informasi. Menurutnya, manusia adalah makhluk visual yang memiliki 70 persen reseptor sensorik pada mata. Visual meningkatkan keinginan membaca sampai 80 persen sehingga pesan lebih mudah dipahami. Ia juga membagikan pengalaman Tempo dalam menceritakan data, yaitu dengan mendekatkan data kepada keseharian pembaca atau pengetahuan lokal, membandingkan data, dan membuat visualisasi yang menarik.
Selain visual, judul dan paragraf pembuka juga menjadi hal yang penting dalam menyusun ringkasan kebijakan. Redaktur Eksekutif Koran Tempo, Yandhrie Arvian, menjelaskan judul merupakan elemen pembuka untuk menarik perhatian pembaca. Oleh karena itu, judul harus mencerminkan isi ringkasan kebijakan. Paragraf pembuka harus bersinergi dengan judul untuk memikat pembaca. Bagian ini perlu merangkum jawaban dari pertanyaan siapa, apa, kapan, dimana, dan mengapa. Apabila memungkinkan juga memuat jawaban dari pertanyaan bagaimana.
Pelatihan ini juga mengasah kemampuan para peserta untuk menulis paragraf yang padu dan efektif. Yandhrie menjelaskan bahwa paragraf yang baik adalah yang terdiri dari satu pokok pikiran. Pokok pikiran tersebut memiliki kalimat pendukung untuk menyuguhkan sudut pandang yang jelas. Satu paragraf sebaiknya berisi empat hingga tujuh kalimat atau sekitar 50-80 kata.
Dalam membangun paragraf, penulis ringkasan kebijakan perlu menguasai kalimat efektif agar narasi yang disampaikan dapat lugas dan ringkas. Fasilitator dari Tempo Institute, Uu Suhardi, menjelaskan kalimat efektif miliki lima prinsip dasar, yaitu singkat, padat, jelas, lengkap, dan cermat. Ia juga menambahkan dalam menulis kalimat efektif, penulis perlu menguasai kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar agar paragraf yang ditulis enak dibaca.