Perubahan iklim yang tidak menentu, membuat masyarakat Indonesia khawatir akan munculnya bencana alam seperti banjir, gunung meletus, kebakaran hutan dan lahan, yang mengakibatkan kekurangan pangan, kemiskinan, hingga kematian. Keterbatasan pengetahuan dalam mitigasi dan pemulihan bencana, membuat penderitaan yang lebih berat, khususnya bagi kelompok perempuan yang bergantung pada tugas-tugas domestik.
Untuk mengantisipasi kesenjangan, diperlukan adanya pengarusutamaan gender pada seluruh program atau kegiatan pembangunan, termasuk dalam sektor lingkungan hidup dan kehutanan. Salah satunya dengan optimalisasi pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini untuk memastikan adanya kesetaraan akses dan kesempatan bagi perempuan untuk dapat berpartisipasi, menerima dampak atau manfaat, serta mengambil sebuah keputusan. Terlebih pada partisipasi perempuan yang tinggal di sekitar hutan.
Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) kemudian melakukan penelitian mengenai peran perempuan dalam rehabilitasi hutan dan lahan pada pertengahan 2022 lalu. Peran perempuan dilihat berdasarkan keterlibatan dalam pengelolaan rehabilitasi hutan dan lahan meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring serta evaluasi. Lokasi penelitian berada di lima lokasi di Kalimantan Timur, yaitu Desa A, Balikpapan; Desa B, Kutai Timur; Desa C, Kutai Timur; Desa D, Berau; dan PT E, Berau.
Lokasi penelitian tersebut dipilih dengan mempertimbangkan perbedaan dari sumber pembiayaan rehabilitasi, yaitu dari pemerintah pusat yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), pemerintah daerah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan berasal dari dana perusahaan sebagai kewajiban rehabilitasi daerah aliran sungai. Perbedaan sumber pembiayaan ini dianggap menjadi faktor penentu karena perbedaan skema pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan.