Forum multi pihak atau Multi Stakeholder Forum (MSF) merupakan suatu kerja sama lintas sektor atau stakeholder seperti pemerintah daerah, kelompok masyarakat sipil, akademisi, swasta, dan masyarakat berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan. Forum ini memiliki tujuan bersama untuk mencapai perubahan yang diinginkan dalam pembangunan daerah. Setiap pihak membawa perspektif dan keahlian yang berbeda, sehingga menciptakan sinergi yang kuat untuk mencapai tujuan bersama.
Salah satu MSF yang telah terbentuk dan memberikan dampak pada pembangunan daerah adalah MSF Kabupaten Sarmi, Papua. Forum yang digagas sejak 2013 dan mulai bergiat kembali pada 2021 diawali dengan semangat Gerakan Sayang Sarmi (GSS) yang beranggotakan pemerintah, kelompok masyarakat sipil, dan masyarakat secara umum—utamanya para pemuda. MSF di Kabupaten Sarmi menjadi jembatan bagi masyarakat dalam memberikan usulan kepada pemerintah daerah terkait perencanaan program untuk daerah.
MSF Kabupaten Sarmi berjalan efektif lantaran mendapat dukungan baik dari pemerintah daerah. Agus Festus Moar, Pj Sekretaris Daerah Kabupaten Sarmi, mengatakan bahwa Kabupaten Sarmi dapat Kembali bangkit lantaran pemerintah mulai membuka diri untuk berkolaborasi dengan kelompok masyarakat sipil. “Apabila pemerintah kita ini tidak membuka diri maka teman-teman ini juga pasti akan mengalami kesulitan untuk bisa membangun daerahnya,” ujar Agus.
Hal ini juga turut dikonfirmasi oleh Irianto Jacobus, Direktur KIPRa Papua. Ia mengatakan bahwa KIPRa merasa diterima dengan baik selama berpartisipasi dalam MSF di Kabupaten Sarmi. Semangat untuk perubahan yang ada pada anggota MSF, baik itu yang berasal dari pemerintah daerah maupun masyarakat sipil, adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. “Bappeda di Kabupaten Sarmi mendukung forum ini dan menjadi penggerak dalam MSF,” ujar Irianto.
Sementara itu, pemerintah daerah lain seperti Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dan Merauke, juga menyatakan dukungan Upaya kolaborasi melalui MSF dan sepakat apabila MSF akan direplikasi di daerahnya. Lukman Enrico Rayhatson, Sekretaris BAPPEDA Jayapura, mengatakan pihaknya akan menyambut baik kehadiran MSF di Jayapura, terlebih lagi apabila isu yang akan diangkat dapat berkaitan dengan komponen ekonomi masyarakat. “Kabupaten Jayapura memiliki sumber daya alam yang baik, tetapi masyarakat belum dapat mengelolanya dengan maksimal, masih bersifat musiman,” ujar Lukman.
Keberadaan forum multi pihak di Kabupaten Jayapura sudah terlihat dari kehadiran Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA). Dalam GTMA, kelompok masyarakat sipil bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memetakan wilayah adat serta membuat perencanaan, pemberdayaan, pengurusan registrasi wilayah adat, dan penyelesaian konflik di wilayah adat.
Pengelolaan hutan adat di wilayah adat memerlukan sistem perencanaan anggaran yang terukur dan mempertimbangkan aspek ekologis. Naomi Marasian, Direktur Pt. PPMA, menuturkan selama tiga tahun terakhir kelompok masyarakat sipil di Papua juga mendorong Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE). Upaya ini merupakan bagian untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan hutan adat di Papua. “Oleh karena itu, butuh waktu dan sumber daya serta kolaborasi lebih jauh lagi dalam prosesnya,” ujar Naomi.
Selain Kabupaten Jayapura, Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke juga menyambut baik inisiatif kolaborasi untuk pembangunan daerah. Leon Adrian Gebze, Sekretaris Bappeda Litbang Merauke, menganjurkan untuk membuat target bersama antara pemerintah, kelompok masyarakat sipil, dan masyarakat umum lain yang hendak terlibat dalam forum multi pihak. Harapannya, target Bersama ini dapat dituangkan ke dalam nota kesepahaman (MoU) sehingga dapat menjadi komitmen yang kuat dan instrument evaluasi selama menjalankan program tersebut.
Paschalina, Direktur Yayasan Wasur Lestari Papua (YWLP), menuturkan pihaknya senang sekali mengetahui Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke menyambut baik inisiatif forum multi pihak. Menurutnya, di Kabupaten Merauke sebelumnya sudah ada kelompok-kelompok masyarakat sipil yang terlibat aktif dalam diskusi program pembangunan. Namun, kelompok masyarakat sipil pada waktu itu lebih dikenal dengan pendekatan gerakan yang suka protes. Hadirnya MSF di Kabupaten Merauke nanti dapat membangun sinergi yang positif antara pemerintah daerah dan kelompok masyarakat sipil dalam mempromosikan agenda pembangunan yang lebih berpihak kepada masyarakat.
Melihat respon yang baik dari pemerintah daerah di Kabupaten Sarmi, Jayapura, dan Merauke serta semangat kolaborasi dalam pembangunan yang dimiliki kelompok-kelompok masyarakat sipil di daerah tersebut, Bejo Untung, Direktur Eksekutif PATTIRO, menuturkan bahwa PATTIRO akan berusaha untuk mempromosikan apa yang sudah dilakukan oleh rekan-rekan di daerah melalui advokasi di tingkat nasional. “Mungkin terdapat rencana aksi yang sudah dirumuskan di tingkat pusat yang dapat disinergikan di tingkat kabupaten,” ujar Bejo.