Sumber Gambar: https://warta.jogjakota.go.id/detail/index/31013
Indonesia memiliki target pengurangan sampah laut hingga 70% pada 2025 yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut Tahun 2018-2025 dalam lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Namun, meski upaya telah dilakukan sejak 2018, capaian penurunan sampah laut baru mencapai 41,68% per akhir 2023, sebagaimana dilaporkan oleh Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKNPSL). Dengan demikian, masih diperlukan kerja keras dan kolaborasi seluruh stakeholder untuk mencapai target tersebut.
Guna mempcepat pencapaian target ini, dibutuhkan perencanaan dan penganggaran pengelolaan sampah yang komprehensif melibatkan berbagai pihak serta mengintegrasikan pendekatan pengarusutamaan gender (PUG) untuk memastikan kebutuhan perempuan dan laki-laki terakomodasi secara adil dan setara dalam setiap tahapan pengelolaan sampah.
“PUG ini perlu diintegrasikan dalam dokumen perencanaan daerah agar dapat diimplementasikan, dipantau, dan dikolaborasikan bersama lintas Perangkat Daerah,” ujar Rima Yulianti Suharin, Penata Tingkat I, Ditjen Bangda SUPD I, Kementerian Dalam Negeri dalam Kick Off Meeting Program Penganggaran Responsif Gender dalam Pengelolaan Sampah Laut di Daerah yang diselenggarakan secara daring oleh PATTIRO bekerja sama dengan ADB (30/10).
Gambar 1. Kick Off Meeting Program Penganggaran Responsif Gender dalam Pengelolaan Sampah Laut di Daerah (30/10)
Saat ini, PATTIRO memandang bahwa PUG dalam pengelolaan sampah masih belum diintegrasikan, baik dalam kebijakan maupun program/kegiatan/sub kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Banyak Perangkat Daerah (PD) pelaksana yang masih memiliki pemahaman terbatas terkait PUG, sehingga pendekatan ini kerap diterapkan hanya sebatas melibatkan perempuan dalam kegiatan tanpa kerangka PUG yang utuh.
Meski perempuan dan laki-laki telah dilibatkan dalam pengelolaan sampah seperti di Kabupaten Badung, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Brebes, pendekatan ini masih sebatas penyediaan akses setara sebagai tenaga kerja pengelola sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa kerangka PUG yang mendalam untuk memastikan keberlanjutan dan keterpaduan kebijakan serta program.
Di beberapa daerah, PUG juga kerap dianggap cukup dengan melibatkan perempuan dalam pengelolaan sampah rumah tangga, seperti di Kota Batam dan Kota Makassar. Di sana, ibu-ibu rumah tangga aktif sebagai pengurus dan pengelola bank sampah. Dalam pengelolaan sampah laut di Makassar, misalnya, ibu-ibu rumah tangga mengolah sampah yang tersangkut di jaring para nelayan. Meski pelibatan ini sudah berjalan, penerapan PUG dalam pengelolaan sampah laut masih perlu ditingkatkan agar lebih terstruktur dan terintegrasi dalam kebijakan daerah.
Ada beberapa kabupaten yang sudah memiliki pemahaman lebih baik terkait kelembagaan PUG, seperti Kabupaten Banyumas, Kota Samarinda, dan Kota Medan, karena telah menerima pendampingan pelaksanaan PUG . Namun, Perangkat Daerah di daerah-daerah tersebut masih menghadapi tantangan melakukan analisis gender dan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah, terutama dalam program pengelolaan sampah.
Yulius Hendra, Senior Advisor PATTIRO, menjelaskan pentingnya PUG dalam pengelolaan sampah tidak bisa diabaikan, mengingat baik perempuan maupun laki-laki sama-sama berperan dalam menghasilkan sampah setiap harinya.
“Penerapan PUG dalam pengelolaan sampah sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan dan program/kegiatan/sub kegiatan pengelolaan sampah mampu mengakomodasi kebutuhan serta kontribusi yang berbeda antara perempuan dan laki. PUG dapat membantu menghilangkan hambatan dan menghalangi akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pengelolaan sampah bagi perempuan dan laki-laki secara setara, adil, dan tepat sasaran,” ujar Yulius. Ia juga menambahkan bahwa pengelolaan sampah yang baik tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan tetapi juga dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan daerah.
Pendampingan Penganggaran Responsif Gender
PATTIRO, dengan dukungan ADB, akan memberikan pendampingan teknis kepada 10 daerah terpilih untuk mengadopsi dan menerapkan penganggaran yang responsif gender dalam pengelolaan sampah laut. Daerah-daerah tersebut meliputi Kabupaten Cirebon (Jawa Barat), Kabupaten Brebes (Jawa Tengah), Kabupaten Tangerang (Banten), Kabupaten Badung (Bali), Kabupaten Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat), Kabupaten Banyumas (Jawa Tengah), Kota Samarinda (Kalimantan Timur), Kota Medan (Sumatera Utara), Kota Makassar (Sulawesi Selatan), dan Kota Batam (Kepulauan Riau). Pemilihan daerah ini dilakukan bersama Kementerian Dalam Negeri berdasarkan kriteria yang disepakati bersama.
Fitria, penanggung jawab kegiatan, menjelaskan bahwa kegiatan ini tidak langsung mengintervensi masyarakat, tetapi berupaya untuk mengintegrasikan isu gender dalam kebijakan, seperti RPJMD, Renstra, dan Renja Perangkat Daerah. “Program ini akan fokus di kebijakan terkait pengelolaan sampah, bukan pada pemberdayaan masyarakatnya,” ujar Fitria. Ia juga berharap kegiatan ini dapat turut mendukung target pengurangan sampah laut sebesar 70% pada tahun 2025.
Melalui kolaborasi lintas sektor dan pendekatan yang responsif gender, kita dapat mewujudkan pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.